Yuk vote dulu!
***
Sarapan pagi ini telah usai. Seperti biasa, Nadisa berniat untuk membantu Yara membersihkan peralatan makan mereka. Nadisa bahkan sudah menumpuk beberapa piring di hadapannya, siap untuk membawanya ke dapur panti asuhan.
Akan tetapi, Yara menahan lengan Nadisa. Memberikan tatapan teduhnya pada gadis yang ia sebut Lisa.
"Untuk sementara waktu, kamu nggak perlu membantuku."
Nadisa terlihat sedikit kaget.
"A-aku ada salah ya?" tanya Nadisa. Dalam hati, Nadisa memaki dirinya sendiri. Tentu saja, 'kan. Sejak pagi Nadisa bahkan membuat banyak sekali kesalahan karena keteledorannya. "Aku janji nggak akan bikin kesalahan lagi, Yara. Aku tadi nggak fokus aja, makanya--"
"Makanya, istirahat saja dulu ya, Lisa. Kamu nggak salah apa-apa. Tapi mungkin, ada baiknya kamu tenangkan diri kamu dulu. Nanti kalau kamu sudah lebih tenang, baru kamu boleh membantuku." Yara menjelaskan dengan sangat hati-hati. Gadis itu kemudian mengambil alih piring yang sudah ditumpuk oleh Nadisa.
Nadisa pun terdiam di tempatnya.
Yara tersenyum sopan, lalu beranjak membawa tumpukan piringnya ke dapur. Tapi sebelum itu, Yara menyenggol lengan Harsa yang berdiri tak jauh darinya. Seolah memberikan kode pada lelaki yang bernama lengkap Harsa Pratama.
Harsa membuang napasnya dengan kasar. Sudah Harsa duga, ujung-ujungnya pasti jadi dia yang kena imbasnya. Yara selalu saja lebih senang menyuruh dirinya, alih-alih meminta pertolongan pada Jevano yang juga ada di sana.
Tapi karena dia adalah Yara, jadi Harsa menurut saja.
Harsa langsung menumpuk seluruh mangkuk sup yang ada di ruang tengah tersebut, juga gelas-gelas yang ada di sana. Tepat saat Harsa kembali berdiri, pandangannya bertemu dengan Jevano Lee. Harsa berkata pelan, "Nanti temuin gue. Ada yang mau gue omongin."
Jevano mengangguk kecil. Lalu sobat pantinya itu pun berjalan mengekori Yara, menuju dapur panti asuhan mereka. Anak-anak panti yang kecil sudah sibuk bermain-main, tentunya dengan Feri Nuril sebagai pembimbing mereka.
Jevano hendak mendekati Nadisa, tetapi gadis Sanjaya tersebut justru berjalan menjauhinya. Jadilah Jevano berjalan mengekori Nadisa, lalu berhenti tatkala melihat gadis itu duduk di ayunan panti. Jevano memandangi Nadisa dengan jarak yang cukup jauh, hingga Nadisa bahkan tidak menyadari eksistensi Jevano Lee.
***
"Jadi apa alasan kamu, Haekal?"
Pertanyaan bernada menuntut itu meluncur dari mulut Zulkidin Kai Winata. Kini, pria paruh baya itu sedang duduk di balik meja kerjanya. Berhadapan dengan putra bungsunya yang baru saja membuat masalah besar di kantornya.
Marka Chandra Winata yang berdiri di samping Haekal merasa sesak dengan atmosfer di sekitarnya. "Abi, it's just--"
"Marka, Abi tidak bicara sama kamu."
Maka Marka terdiam. Ia melirik pada adik tirinya, yang kini dengan berani menatap lurus pada abi mereka. Seolah tidak merasa bersalah, atas kesalahannya yang sudah menyabotase berita di saluran televisi nasional milik keluarganya.
Marka tidak habis pikir dengan adiknya.
"Jawab, Haekal!"
"Haekal melakukan apa yang Haekal yakini benar." Haekal menjawab dengan nada yang sangat yakin. Masih menatap lurus sang Abi yang kini terlihat makin frustrasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
In Another Life || Jeno Lee
RomanceMalam itu menjadi titik balik dari kehidupan Nadisa yang amat sempurna. Malam di mana orang yang ia cinta justru memilih untuk mengkhianati keluarganya. Membuat Nadisa Tirta Sanjaya kehilangan ayahnya dan seluruh kekayaannya. Pun hanya menyisakan sa...