12. The Coincidence

141 27 6
                                    

Jevano Lee sedang duduk bersama Yara, Harsa, dan Feri di ruang tengah panti mereka. Asyik menonton siaran televisi yang menayangkan pertandingan bulutangkis tingkat Asia. Seraya menyuap beberapa butir kacang rebus yang memang sudah disiapkan oleh Yara untuk mereka bertiga.

Berbeda dari ketiganya, anak-anak panti yang masih kecil serta Leon lebih memilih untuk tidur siang.

Sementara itu, Nadisa Tirta Sanjaya baru saja keluar dari kamar mandi yang ada di dapur. Ia baru selesai membersihkan dirinya. Dan kini sudah mengenakan pakaian bersih milik Yara. Ah, tak lupa, Nadisa sudah kembali mengenakan kalung di leher jenjangnya. Tidak ingin ambil risiko jika perhiasan itu hilang untuk kedua kalinya.

"Ayo Minion teh harus semangat! Ea! Ea! Ea!"

"Anjir, ayo smash!"

"AAAAARGHHH ITU TEH NYARIS BANGET! KENAPA MALAH OUT!"

"Berisik!"

Teriakan yang menggebu dari ruang tengah disusul oleh tawa kecil Yara membuat Nadisa menoleh. Pun ia jadi menyadari bahwa Jevano dan tiga temannya sedang berada di ruang tengah.

Gadis Sanjaya itu pun berjalan menuju ruang tengah. Yang memang harus ia lalui untuk tiba di kamar tidurnya.

"Permisi..." lirih Nadisa tatkala dirinya harus melewati televisi yang tengah ditonton keempat temannya.

Melihat kehadiran Nadisa, Feri kontan terperangah dengan mulut yang terbuka. Menampakkan beberapa kacang yang ada di dalam mulutnya.

"MashaAllah, ini teh bidadari lagi nyasar atau gimana ya? Kok bisa sampai di panti?" tanya Feri seraya menggelengkan kepalanya. Seolah tidak percaya melihat ekistensi Nadisa di depannya. Hal itu sukses membuat Nadisa menghentikan langkahnya karena kebingungan.

Yara tertawa mendengar ocehan Felix.

Sementara Jevano terlihat tak kalah mati kutu di posisinya. Tidak bicara, tapi juga tidak mampu melakukan apa-apa. Sumpah, seumur-umur Jevano bekerja untuk Boss besarnya di kediaman Sanjaya, ini pertama kalinya ia melihat Nadisa dengan tampilan yang sederhana tapi justru semakin mempesona.

"Kedip, anjir!" ketus Harsa seraya menoyor ringan kepala Jevano dan Feri. Yang memang duduk di sisi kiri dan kanannya.

Hal itu membuat Yara menoleh ke Jevano yang duduk tepat di sampingnya. Lalu menyadari bahwa lelaki tampan itu tertawa ringan karena tertangkap basah melongo memandangi Nadisa. Membuat Yara kehilangan senyum di wajahnya.

Sialnya, hal itu tertangkap oleh indra penglihatan lelaki bernama lengkap Harsa Pratama. Membuat Harsa menghela napas lelah dan memilih untuk kembali memakan kacang rebusnya.

"Aa, aku ke kamarku dulu ya. Permisi," kata Nadisa seadanya.

Jujur, Nadisa memang belum nyaman untuk bergabung dengan banyak orang. Dengan Yara atau Leon saja sih mungkin tidak apa. Tapi ... kehadiran Feri dan Harsa membuat Nadisa merasa enggan.

"Gabung saja sini, Lisa. Kita nonton bulutangkis bersama. Ada kacang rebus nih, tadi aku yang buat," kata Yara ramah.

Nadisa memandangi satu per satu orang di sana. Ada Fellri yang mengedipkan satu matanya pada Nadisa. Lalu ada Harsa yang tampak acuh tak acuh dan lebih memilih memakan kacangya. Di sampingnya, ada Jevano yang mengangguk kecil; seolah setuju jika Nadisa bergabung dengan mereka. Juga ada Yara yang tersenyum tulus padanya.

Maka Nadisa mengangguk dan menuruti permintaan Yara. Ia duduk di samping Yara. Menjadikan Yara pemisah antara dirinya dan Jevano. Lalu menonton pertandingan bulutangkis ganda putra yang disiarkan di televisi.

Selang beberapa saat, siaran di televisi secara kebetulan memasuki iklan. Membuat Harsa beranjak seraya bergumam, "Buang air kecil dulu ah."

"Aing ikut, Sa!" ujar Feri menyusulnya.

In Another Life || Jeno LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang