Yuk vote dulu, cantik. 💚😘
***
Gadis bernama Nadisa Tirta Sanjaya itu menutup rapat pintu kamarnya. Kemudian menyandarkan punggungnya di sana. Tubuh mungilnya juga perlahan merosot, hingga Nadisa terduduk di balik pintunya.
Tanpa bisa ia cegah, air mata mulai jatuh di pipi Nadisa.
Nadisa merasa tidak mengerti. Padahal, sejak tadi pun, ia memang berniat untuk meninggalkan panti. Akan tetapi, mendengar teman-teman Jevano yang secara terang-terangan memintanya pergi ... membuat Nadisa sakit hati.
"Hufff, aku nggak boleh begini." Nadisa bergumam pelan.
Tangan kanannya ia gerakkan untuk menghapus jejak air mata di pipi. Kemudian berusaha menghentikan tangisannya.
Tenang, Nadisa. Mereka melakukan hal yang semestinya. Mana ada yang mau mempertaruhkan keselamatan orang-orang yang disayanginya, hanya karena orang asing yang bahkan tidak jelas asal-usulnya?
Terlebih, Nadisa kini tidak memiliki harta. Dia tidak memiliki apa-apa. Maka jelas, Nadisa akan menjadi hal terakhir untuk diprioritaskan.
Gadis Sanjaya itu kemudian membuka lemarinya. Menemukan satu sprei putih di sana. Tanpa pikir panjang, Nadisa membungkus seluruh pakaian yang kemarin dibelikan oleh Jevano menggunakan sprei itu. Karena dirinya memang tidak memiliki tas untuk membawa seluruh barang-barangnya.
Tok. Tok. Tok.
Suara ketukan pintu yang sangat lemah itu membuat Nadisa menoleh kaget. Apakah ia akan diusir sekarang juga?
"S-siapa?" tanya Nadisa pelan. Tidak berani membuka pintu kamarnya.
"Saya, Nona. Jevano."
Nadisa menghela napas lega. Setidaknya, jika memang Jevano ingin mengusirnya, ia akan melakukannya dengan hati-hati. Tidak mungkin menyakiti.
"I-iya, aku keluar, Jevano." Nadisa melangkahkan kakinya mendekati pintu. Hendak membukakannya untuk sang ajudan. Tapi gerakannya terhenti karena Jevano membuka suaranya lagi.
"Anda bisa beristirahat saja di dalam, Nona. Saya hanya ingin bilang, kalau yang Anda dengar tadi hanyalah kesalahpahaman. Saya minta maaf jika Anda merasa tidak nyaman." Jevano berkata dengan hati-hati. "Saya akan kembali ke kamar saya. Jika Anda membutuhkan sesuatu, Anda bisa mendatangi saya, Nona Disa."
Nadisa kemudian dapat mendengar suara langkah yang menjauhi pintu kamarnya. Membuatnya yakin bahwa Jevano Lee memang sudah pergi ke kamarnya. Mengundang helaan napas lega dari Nadisa.
Setidaknya, sang gadis Sanjaya masih memiliki cukup waktu untuk mempersiapkan kepergiannya.
***
Feri Nuril berdecak dan mengacak rambutnya dengan gusar. "Aing pusing, ah! Mau tidur aja, capek mikir!"
Maka lelaki keturunan Sunda itu menyusul jejak Jevano yang meninggalkan halaman belakang panti asuhan. Menyisakan Yara dan Harsa berdua di sana.
Harsa yang masih terduduk di lantai karena ulah Jevano masih saja terdiam. Agaknya, ia tidak enak hati karena ucapan kasarnya tadi didengar oleh Nadisa Tirta Sanjaya. Tapi, Harsa masih merasa bahwa dirinya tidak sepenuhnya salah.
Harsa yang sedang menunduk, dibuat mendongak karena uluran tangan Yara. Lelaki itu sempat sedikit terlonjak karena rasa senangnya, lalu menyambut uluran tangan sang dara dengan senyuman yang terkembang di bibirnya
"Terima kasih, Yar--"
"Apa kamu nggak keterlaluan, Harsa?" tanya Yara dengan nada khawatir.
Senyuman di wajah Harsa sedikit memudar. "Gue rasa, gue udah melakukan hal yang benar, Yara. Gue cuma nggak mau kita terluka karena ada Nadisa."
KAMU SEDANG MEMBACA
In Another Life || Jeno Lee
RomansaMalam itu menjadi titik balik dari kehidupan Nadisa yang amat sempurna. Malam di mana orang yang ia cinta justru memilih untuk mengkhianati keluarganya. Membuat Nadisa Tirta Sanjaya kehilangan ayahnya dan seluruh kekayaannya. Pun hanya menyisakan sa...