20. Protecting The Precious One

281 25 10
                                    

Nadisa Tirta Sanjaya beranjak dari ranjangnya. Kemudian mengamati sosok Jevano Lee yang kini sedang tertidur nyaman, di posisi yang seharusnya sedang ia tempati.

Terbersit sedikit keraguan di benak Nadisa.

Apakah ia mampu bertahan tanpa Jevano yang membantunya? Apa semua akan baik-baik saja jika Nadisa tidak memiliki siapa-siapa? Apakah Nadisa ... masih bisa hidup ke depannya?

Begitu banyak pertanyaan di kepala Nadisa. Membuat gadis itu terdiam di posisinya untuk waktu yang cukup lama. Seraya memandangi sang ajudan yang selama ini selalu melindunginya.

Hingga Nadisa menggelengkan kepalanya. Ia tidak bisa terus-terusan membebani Jevano. Nadisa bahkan tidak memiliki uang untuk menebus kebaikan Jevano, jadi Nadisa jelas tidak berhak memperalat Jevano hanya demi mempertahankan hidupnya.

Jevano ... harusnya bisa bahagia dengan keluarganya.  Harsa, Yara, Feri, Leon, dan yang lainnya. Jevano pasti akan lebih bahagia jika hidup bersama mereka. Alih-alih menjadi buronan bersama Nadisa.

Maka Nadisa membuka lemarinya, kemudian mengambil buntalan sprei berisi pakaiannya. Nadisa baru saja ingin menuju pintu kamarnya, tatkala mendengar suara Jevano yang menggumam dalam tidur nyenyaknya.

"Ungh... Nona..."

Nadisa menoleh dengan kaget karena Jevano terdengar seperti memanggil dirinya. Akan tetapi, helaan napas lega menjadi reaksi Nadisa berikutnya karena sang lelaki Lee ternyata hanya mengigau kecil.

Nadisa tersenyum kecil. Dasar Jevano. Bahkan dalam tidurnya, ia masih memanggil nama Nadisa.

Gadis Sanjaya itu kembali melanjutkan langkahnya. Berniat meninggalkan Jevano. Tetapi langkahnya kembali terhenti karena mengingat bahwa mungkin ia tidak akan lagi bisa bertemu dengan sang lelaki keturunan Korea.

Setidaknya, Nadisa harus membalas jasa Jevano, 'kan?

Nadisa melihat pantulan dirinya yang ada si cermin. Ia mendapati kilauan dari kalung yang hingga kini masih menghiasi leher jenjangnya. Kalung dari Narendra Sanjaya.

Tangan kanan milik gadis cantik itu sempat menyentuh kalungnya, tetapi ia urungkan karena ia belum bisa melepasnya. Alih-alih melepaskan kalungnya, tangan Nadisa justru bergerak menuju anting kecil yang menghiasi telinganya. Anting yang ia beli sendiri beberapa tahun lalu, sehingga Nadisa merasa itu bukanlah hal yang penting untuk dipertahankan.

Nadisa meletakkan anting miliknya di atas nakas. Berharap nantinya Jevano menyadarinya, dan dapat menjualnya untuk mendapatkan uang. Ya meski Nadisa tidak yakin seberapa banyak yang akan Jevano peroleh, tapi setidaknya Nadisa tidak meninggalkannya dengan cuma-cuma.

"Selamat tinggal, Jevano."

Kali ini, kedua kaki Nadisa benar-benar melangkah dengan pasti menuju pintu kamarnya. Membiarkan Jevano menempatinya. Tanpa Nadisa di sampingnya.

***

Haekal bersenandung kecil seraya memasuki dapur mewah di kediamannya. Hari ini berjalan cukup baik baginya. Ia berhasil mencegah tayangnya berita Nadisa, mendapatkan pekerjaan pertamanya, juga makan siang dengan sang Kakak yang ternyata tidak terlalu menyebalkan seperti ekspektasinya.

Tangan dengan kemeja yang digulung hingga siku itu mengambil gelas dari rak di lemari atasnya. Kemudian mengisinya dengan air, hendak meminumnya.

Akan tetapi, tiba-tiba saja gelas bening itu meluncur ke lantai marmer di bawah Haekal. Membuat sang lelaki berkulit tan itu termangu untuk beberapa saat.

Suara derap langkah langsung menyapa telinga Haekal. Membuat Haekal menoleh dan dapat melihat kehadiran Marka yang menatapnya dengan khawatir.

"Haekal, are you okay?!" tanya Marka.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 01, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

In Another Life || Jeno LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang