10. Leon's Birthday (2)

135 26 2
                                    

Lelaki keturunan Korea bernama lengkap Jevano Lee itu masih saja menarik lengan sang Nona Muda tanpa arah tujuan. Ia hanya ingin membawa Nadisa menjauh. Dari Yara. Dari Harsa. Dari semua orang yang bisa menyakiti nona mudanya.

Jevano masih saja melajukan kakinya, ketika keduanya telah tiba di halaman belakang panti. Tempat yang paling sepi dari panti; terlebih karena anak-anak panti yang lain belum terbangun dari tidur mereka saat ini.

Nadisa merasa kakinya mulai sakit. Lantaran Jevano yang berjalan terlalu cepat dan seakan menyeret tubuhnya tanpa ampun.

"Berhenti, Jevano." Nadisa berkata pelan.

Akan tetapi, Jevano tidak mendengarkannya. Masih terus menarik lengan Nadisa.

"Kubilang berhenti, Jevano!" Nadisa berujar kencang. Seraya menghempas tangan Jevano dari lengannya.

Tindakannya itu membuat Jevano kontan membalik tubuhnya. Menatap Nadisa dengan wajahnya yang masih menyeramkan, dengan rahang yang mengeras. Juga tatapan matanya yang tajam.

"Apa?! Kamu mau marah?! Asal kamu tahu, tanganku yang kamu tarik ini jauh lebih sakit daripada luka di jariku!" Nadisa berujar dengan kesal.

Mendengar hal tersebut, Jevano pun menundukkan kepalanya. Menatapi kakinya yang kini menginjak rerumputan secara langsung; tanpa sandal atau alas kaki apa pun. Sama halnya dengan kaki Nadisa.

"Maaf, saya terlalu kalut, Nona... Saya kehilangan pikiran saya karena melihat Nona terluka..." lirih Jevano.

Suara lemah milik Jevano mengundang helaan napas dari Nadisa. Gadis cantik itu kemudian mendudukkan dirinya di atas ayunan yang memang ada di dekatnya. Tidak peduli dengan kakinya yang kini kotor terkena tanah dan rerumputan.

"Bisa ayunkan aku?" tanya Nadisa.

Jevano mengangkat pandangannya. Mendapati sang Nona Muda yang sudah berada di atas ayunan. Lalu mengangguk dan bergegas menuju belakang Nadisa. Mendorong pelan ayunan tersebut.

"Jevano," panggil Nadisa pelan. Dibalas deheman lembut dari ajudannya.

Nadisa menutup mulutnya selama beberapa saat. Menikmati sejuknya angin pagi di Kota Bandung yang menerpa wajahnya.

"Terima kasih ... karena selalu mengkhawatirkanku," lirih Nadisa.

Di belakang punggung Nadisa, Jevano mengulas senyuman tipis di wajahnya.

"Tapi Jevano," kata Nadisa. "Kamu nggak perlu menyakiti hati teman-temanmu cuma demi aku. Mereka ... jauh lebih penting dari pada aku."

Jevano terdiam di posisinya. Tidak lagi mendorong ayunan yang diduduki oleh Nadisa. Hal itu membuat ayunan Nadisa perlahan mulai melambat. Hingga gadis itu menolehkan kepalanya pada Jevano. Memamerkan senyuman manisnya.

"Lagipula, aku sekarang nggak punya uang, Jevano. Aku nggak bisa bayar kamu. Jadi, kamu nggak perlu terlalu memikirkan aku."

"Nona--"

"Tapi tenang, Jevano. Mulai sekarang, aku akan berusaha untuk mandiri. Aku akan coba bantu-bantu di panti ini. Dan nantinya, aku akan coba cari kerja sendiri. Jadi tolong tunggu aku, ya. Aku akan berusaha untuk membalas jasamu nanti."

Jevano mengepalkan kedua tangannya di sisi-sisi tubuhnya. Merasakan perih di hatinya tatkala sang Nona Muda berusaha keras untuk terlihat kuat di depannya.

Nadisa bangkit dari ayunan yang didudukinya. Lalu menghadapkan tubuhnya pada Jevano Lee. Tersenyum manis padanya.

"Aku akan coba bantu Yara untuk memasak lagi," kata Nadisa. "Ah, kamu nggak usah khawatir kalau nanti aku terluka lagi. Berkat kamu, aku sudah tahu kok cara untuk mengobati luka. Terima kasih, Jevano. Aku pergi."

In Another Life || Jeno LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang