13. The Emotions

162 28 1
                                    

Nadisa berjalan dengan kepala yang menunduk. Membuat separuh wajahnya ditutupi oleh topi yang dipinjamkan oleh Jevano. Gadis itu tidak mau melihat orang-orang di sekitarnya. Takut dengan penilaian mereka terhadap penampilannya.

Brugh!

Tapi tiba-tiba saja, tubuh Nadisa menghantam seseorang. Membuat gadis itu segera mengangkat kepalanya.

"Maafkan aku. Aku tidak seng--"

Ucapan Nadisa terhenti tatkala netra sekelam malamnya bersibobrok dengan sepasang mata indah milik orang yang baru saja ditabrak olehnya. Mata yang dulu berhasil membuatnya jatuh cinta. Mata yang dulunya selalu ingin ia lihat setiap harinya.

Mata milik Narendra Sanjaya.

Napas Nadisa terasa tercekat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Napas Nadisa terasa tercekat. Pun tubuhnya mendadak kaku; sama sekali tidak bisa ia gerakkan. Bahkan untuk kembali menundukkan kepala saja Nadisa tidak bisa.

"Disa...?" suara bernada rendah itu terucap dari bibir Narendra.

Semakin meyakinkan Nadisa bahwa benar adanya. Orang yang saat ini sedang berdiri di hadapannya adalah Narendra Sanjaya. Cinta pertamanya. Sepupu jauhnya. Sekaligus pembunuh mendiang ayahnya.

Drap. Drap. Drap.

Langkah kaki yang begitu ramai terdengar dari balik punggung Nadisa. Gadis itu berniat menoleh ke belakang untuk memeriksa, tetapi tiba-tiba saja Narendra menarik lengan Nadisa dengan kencang. Hingga topi putih milik Jevano yang ia kenakan pun terhempas dan terjatuh ke lantai.

Bruk!

Narendra Sanjaya mendekap tubuh mungil Nadisa dengan kelewat eratnya. Pun Narendra dengan cepat memutar tubuhnya. Hal itu Narendra lakukan agar orang-orangnya yang baru saja datang hanya dapat melihat punggung tegap miliknya.

"Tuan, ternyata Anda ada di sini. Kami khawatir karena Tuan tidak kunjung mendatangi kami," kata Jeffrey.

"Aku akan segera ke mobil sebentar lagi," kata Narendra dengan suara rendahnya. Masih mempertahankan posisinya membelakangi para ajudannya.

Jeffrey mengernyitkan dahi. Sedikit melongok ke kanan. Melihat adanya seorang gadis yang tengah dipeluk oleh sang Tuan Muda. Hingga wajahnya sama sekali tidak terlihat.

Maka Jeffrey tersenyum kecil.

"Siapa itu, Tuan? Kekasih Anda?" goda Dejun. Salah satu bawahan Jeffrey.

Dari posisinya yang kini didekap oleh Narendra, Nadisa merasakan jantungnya berdegup kencang. Bukan karena jatuh cinta, melainkan karena emosinya yang mulai membara.

Masih segar dalam ingatan Nadisa Tirta Sanjaya. Bagaimana kehidupan sempurnanya tiba-tiba saja porak poranda. Semuanya karena pengkhianatan orang-orang di depannya.

In Another Life || Jeno LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang