08. The Dissapointment

159 27 5
                                    

Gadis bernama lengkap Nadisa Tirta Sanjaya itu duduk di kursi meja makan yang ada di panti asuhan. Lalu ia mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Melihat eksistensi Harsa dan Yara yang duduk tepat di hadapannya. Sementara di samping Nadisa ada Jevano dan Leon; anak lelaki yang tadi mengantarkan Nadisa.

Sementara itu, anak-anak panti yang masih kecil lebih memilih berada di ruang tengah bersama Feri. Menyantap makan malam mereka sembari menonton siaran televisi.

Di ruang makan itu, Yara dengan cekatan menyendokan nasi ke sebuah piring. Piring tersebut kemudian Yara berikan pada Jevano.

"Ini, Jevan."

"Terima kasih, Yara."

Nadisa memandangi Yara dalam diam. Mengamati bagaimana gadis itu tersenyum sangat manis pada ajudannya.

Tanpa sengaja, bola mata sekelam malam milik Nadisa bergulir ke sisi samping Yara. Melihat Harsa yang terlihat murung. Lalu lelaki itu membuang pandangannya.

Usai memberikan piring pada Jevano, Yara kembali menyendokkan nasi ke piring berikutnya. Yara melihat ke arah Nadisa, lalu nyaris menyodorkan piring itu padanya. Akan tetapi, Jevano sudah lebih dulu meletakkan piring yang tadi ia terima di depan Nadisa.

"Silakan makan, Lisa." Jevano berkata dengan lembut. Sembari memamerkan senyuman manisnya, hingga kedua matanya menyipit.

Nadisa sempat melihat ke arah Yara. Mendapati gadis cantik itu tengah membatu.

"Ada apa? Ah, lauknya ya? Saya--aku sendokkan lauknya ya."

Tanpa menunggu jawaban Nadisa, Jevano segera menaruh semua lauk di piring Nadisa. Mulai dari ayam goreng potongan dada, tumis tempe,  sup ayam, hingga menambahkan sedikit sambal di tepian piring Nadisa.

"Kamu sukanya ayam bagian dada 'kan, Lisa? Silakan dimakan," kata Jevano.

Agaknya, lelaki keturunan Korea itu sama sekali tidak menyadari atmosfer di meja makan yang menjadi hening. Seolah semua orang bingung mengapa dirinya memperlakukan Nadisa begitu istimewa.

Ah, kecuali Harsa yang kini memutar bola matanya dengan malas.

"Kak Yara, nasi buat Lele dong! Lele udah lapar!" ujar Leon tiba-tiba. Berhasil memecah keheningan di sana.

"Ah, iya. Ini, Leon."

Maka Yara memberikan piring berisi nasi di tangannya pada bocah manis itu. Lalu melanjutkan tugasnya untuk membagikan piring berisi nasi pada rekannya yang lain.

"Selamat makan!" ujar mereka semua, kecuali Nadisa.

Saat yang lain sudah mulai mengunyah makan malamnya, Nadisa masih terdiam di posisinya. Memandangi makan malamnya.

Jevano yang menyadari hal tersebut pun berbisik pelan. Memastikan hanya sang Nona Muda yang dapat mendengar suaranya. "Maaf ya, Nona, makanannya sangat sederhana bagi Nona. Tapi ini adalah menu terbaik yang bisa kami siapkan."

Nadisa hanya mengangguk pelan.

Jujur, Nadisa tidak pernah memakan sajian yang seperti ini. Ia terbiasa dengan makanan sekelas hotel bintang lima. Tapi kini, Nadisa tahu pasti bahwa ia tidak bisa seenaknya meminta makanan seperti itu.

Gadis cantik itu melihat orang-orang di sekitarnya makan dengan lahap. Leon bahkan terlihat sangat bersemangat. Sampai-sampai butiran nasi menempel di tepian mulutnya.

"Hmmm... Masakan Kak Yara emang paling the best!" ujar Leon dengan mulut yang masih penuh makanan, seraya memamerkan kedua ibu jarinya.

Yara tertawa kecil. "Kak Yara gitu loh. Calon master cheff Indonesia nih. Hehehe... Makanya puas-puasin makan yang banyak yaa, Lele. Sebelum Kak Yara pergi ke Jakarta dan jadi seleb cheff."

In Another Life || Jeno LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang