Brak!
Pintu kelas dibuka dengan sedikt tidak wajar oleh guru yang mengajar. War yang tengah menonton film dengan fokus, terkejut sekaligus kesal karena guru itu datang disaat yang tidak tepat.
War memasukkan ponselnya kedalam laci, mengambil beberapa buku ditas dan menatap guru dengan kesal. War mengira jadwal free-nya masih lama, ternyata hanya 2 jam pelajaran. Itu sangat kurang baginya.
“Thana? Berikan aku jawaban nomor ini dong. ” War berbalik, memberikan buku tugasnya kepada Thana. Thana hanya menatap dengan tajam, namun tetap memberikan War jawaban.
“Kapan kau akan berusaha sendiri, hem? ” tanya Thana dengan malas. War tersenyum simpul tanpa menjawab pertanyaan dari Thana. “Dasar! ” lanjutnya.
Selesai menyalin jawaban milik Thana, War kembali menatap guru yang tengah menerangkan materi baru. Begitu malas rasanya menatap guru didepan. Tapi, mau tidak mau dia harus melakukannya.
Disaat dirinya melamun, seseorang lewat disebelah kelasnya, disaat itu juga War sedang menatap luar jendela. Dan mereka bertatapan sepersekian detik.
“Kok ganteng sih? ” tanya War pada dirinya. Samantha menoleh, menatap War dengan kerutan dikeningnya.
“Siapa yang kau bilang ganteng tadi? ” tanya Samantha setengah berbisik. War mengalihkan pandangannya dari luar jendela ke arah Samantha disampingnya.
“Suamiku. ” jawab War spontan.
Samantha menatap War dengan lirik tajam. Sebelum berkata apa-apa lagi, Samantha lebih memilih memfokuskan pendengarannya ke guru. Thana pun demikian, melihat wajah kusut Samantha membuatnya sedikit kepo.
“Ada apa dengannya? ” tanya Thana dari belakang. Samantha menoleh dan mendekatkan wajahnya ke telinga Thana.
“Kesambet. ” Thana segera menjauhkan telinganya dari Samantha, lalu menatap Samantha aneh.
“Mulutmu, janganlah bicara sembarangan! ” Thana berbisik. Samantha tersenyum simpul dan mengangguk. Thana hanya menghela nafas pelan dan kembali berfokus pada pembelajaran.
20 menit berlalu...
Pembelajaran memasuki jam ke 5, dan guru bahasa sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit karena beliau lupa kalau hari ini adalah jadwal lahirannya.
Dengan senang hati, siswa-siswi dari kelas War berkeliaran dan berisik. Begitu juga dengan War yang tengah melanjutkan menonton film tadi. Karena tadi terpotong hampir 45 menit, War dengan sedikit kesal harus mengulangi durasi film itu.
“Kenapa nggak jam kosong aja sih semuanya, nanggung kan jadinya. ” keluh War sambil memasang earphone ke telinganya.
Techno berjalan meninggalkan kantin, dan memasuki kelasnya. Dia menatap War yang tengah asik dengan ponselnya. Memang, jika War sudah dihadapkan dengan film, seakan lupa segalanya.
“War, mau aku beliin sesuatu nggak? ” tanya Techno dari jarak dua meja didepan War. Sudut mata War menangkap wajah Techno, namun telinganya tak mendengar perkataan Techno.
Sembari menunggu jawaban dari War, Techno memakan snack yang dibawanya. Namun, sayang hampir 15 menit menunggu. War sama sekali tidak menjawabnya.
Techno dengan kesal, berjalan menuju War. Menaruh sisa snack dimeja War dan menarik War keluar kelas.
“Apaan sih Techno! ” kata War dengan keras. Techno menatap War kesal. Lalu, tiba-tiba Techno mendapatkan ide untuk menjahili War.
“Kamu dipanggil nggak nyaut sih! Cepat ah ikut aku! ” Techno menarik War sambil terus mengoceh. War mengerutkan keningnya, lalu tiba-tiba tersadar saat dirinya menabrak tubuh seseorang.
War mendongak, menatap seseorang yang ditabraknya. War melihat punggung seseorang itu lebih tinggi darinya. Begitu dia melihat, seseorang itu menoleh. War segera membolakan matanya saat melihat orang yang ditabraknya adalah 'pujaan hatinya'.
“Kenapa? ” tanya Yin, sembari berbalik menatap War. Wajah War memerah, matanya sedikit berkaca-kaca. Seakan bibirnya tertutup oleh lem yang sangat kuat, dirinya ingin meminta maaf namun bibirnya sangat sulit digerakkan.
“Ada apa? ” tanya Yin dengan sedikit kesal. Melihat War yang hanya diam, tangan Yin menepuk bahu War pelan. Dan tak disangka, War segera tersenyum dan menatap Yin dengan berbinar.
Yin menatap itu sedikit risih, dan pandangan Yin beralih ke Techno yang cuma bengong disamping War. Techno hanya tersenyum canggung dan menunduk saat tatapan dari kakak kelasnya itu berada didepannya.
“Kenapa temanmu ini? ” Techno mendongak, belum juga Techno berucap. Suara War lebih dulu mengintrupsi. Dengan demikian, tatapan tajam Yin beralih ke War.
“Ee, aku tidak apa-apa kak. Maaf ya, tadi aku nggak sengaja. Ee, ini si Techno nggak ngasih tahu kalo ada kakak didepan. ” jelas War dengan tersenyum dan sedikit memerah. Bahagia pun malu bercampur didalam dirinya.
“Ohh. ” begitu mendengar jawaban dari Yin, wajah War yang tadinya full senyum kini berubah menjadi judes. Lalu, sekarang giliran War yang menarik paksa Techno dari hadapan kakak kelasnya itu.
Dengan kesal dan jiwa julidnya yang sangat menggebu-gebu, War begitu keras menarik Techno hingga pergelangan tangan Techno memerah.
“Aish, sabarlah War! Sakit tanganku loh! ” begitu berhenti, War menatap Techno dengan penuh intimidasi. Techno mendapat tatapan itu membuatnya sedikit menciut. Tatapan War benar-benar tidak main-main.
“Apa maksudmu menabrakkan aku ke kak Yin? ” War menatap Techno dengan tajam, tangannya masih mencengkram lengan Techno. Dengan tersenyum paska, Techno menjawabnya.
“Bukan apa-apa, aku nggak bermaksud kek gitu! Suer! ” jawab Techno dengan tangan yang satu membentuk pola 'suer'. Seolah-olah itu benar-benar terjadi tanpa sengaja.
“Ihk, beneran Techno! Jangan bercanda! ” paksa War dengan genggaman yang semakin kuat dilengan Techno. War menatap wajah Techno dengan kesal. Ini sudah keberapa kalinya dia kesal dalam sehari.
“Iyaloh! Aku nggak sengaja dan nggak tau kalo itu kak Yin. Maaf yaa, War. Janji nggak ngulangin lagi deh. ” wajah Techno memelas, War menatap ke arah lain. Techno menggenggam tangan War dengan digoyangkan ke kanan dan kiri secara pelan.
“Nggak mau tahu, kamu harus tanggung jawab! ” jawab War tanpa menoleh ke arah Techno. Kenapa? Takut ketawa.
“Iya, iya. Sekarang? Ayo deh. ” dan Techno dengan nafas yang sedikit lega, berjalan beriringan dengan War.
'mampus juga nih dompet.'
¤¤TBC¤¤
KAMU SEDANG MEMBACA
Stupid! [END]
FanfictionTak mungkin aku berpaling, walaupun itu tak terbaca sama sekali, 'stupid' katanya. Namun, aku tidak menyangkal itu. "Bisakah kita berkencan? " Apakah aneh jika aku berkata, "Tentu kenapa tidak? " •••••••••••••••••• Stupid : 15 Chapter END