Sembari menatap bendera diatas sana dengan silau dan panasnya matahari siang ini, beberapa siswa bahkan sudah dirawat dalam UKS sendari tadi. Yin yang memang sengaja mengikuti War, akhirnya dirinya pun dihukum oleh kepala sekolah.
Benar, mereka semua sudah melanggar peraturan yang termasuk berat. Pasal mabuk yang dilakukan oleh siswa siswi kelas itu, sudah menyebar begitu cepat hingga ke pemilik sekolah ini, sudah tidak heran jika akan ada rapat kedisiplinan beberapa hari lagi.
Dua langkah didepan War adalah tempat yang tertutup oleh rimbunnya dedaunan. Namun, pengawasan dari guru begitu tajam. Berbicara pun tidak diperbolehkan, apa lagi mengeluh. Yin berdiri dengan tegaknya, walaupun keringat yang bercucuran didahi hingga seragamnya, Yin tidak ada niatan untuk mengusap atau menghilangkannya. Tatapan Yin beralih, dia menatap pria kecil yang mengusik hatinya itu beberapa bulan ini tengah mengusap keringat yang begitu deras.
War menghela nafas panjang, lalu kembali fokus menatap kibaran bendera, matanya sudah mengabur bahkan silauan-silauan cahaya hanya membuatnya semakin pusing. Yin menggeleng beberapa kali, kepalanya pun sedikit nyeri saat mengalihkan pandangannya. Beberapa saat sebelum siswa siswi lain terjatuh pingsan karena teriknya matahari, bunyi peluit dari guru pengawas pun berbunyi. Dengan begitu hukuman telah selesai.
Yin yang melihat War berjalan lunglai didepannya segera bergegas mendekat, baru beberapa langkah War berjalan tubuhnya sudah begitu berat dan pandangannya menggelap. Yin dengan sigap menangkap tubuh itu, beberapa siswa lain membantu membawa War ke UKS. Tidak banyak yang membantu War, tapi yang pasti Yin sudah sigap disampingnya, rasa pusing dan nyeri yang dirasakan kini hilang. Sekarang dirinya fokus ke War, yang masih memejamkan matanya.
Suhu tubuh War begitu panas, bahkan nafasnya memburu. Yin melepas genggaman tangannya pada pundak War, lalu dirinya bangkit menuju kamar mandi. Disana dia menghela nafas panjang, perlahan matanya dipejamkan dan menetralkan tubuhnya. Saat membuka mata kembali, matanya bergulir menatap wajahnya, dilihatnya wajahnya yang begitu merah. Sinar matahari hari ini sepertinya sedang tidak baik-baik saja.
“Ck, sudahlah. ” Yin keluar dari kamar mandi dan berjalan menuju ranjang War. Dilihatnya sekilas, lalu dirinya duduk disampingnya. War mengeliat, hawa panas ini membuatnya sedikit terganggu jika harus tidur, untuk itu War membuka matanya dan mendudukkan dirinya.
War menoleh, mendapati Yin yang tengah termenung, seperti sedang memiliki masalah yang serius. Jari jemari War bergerak mengusap pelan lengan Yin, Yin menoleh.
“Loh, udah bangun? ” ucap Yin sambil berdiri. Dia menyentuh bahu War dan duduk tepat disampingnya. War tersenyum simpul dan mengangguk.
“Kak Yin kenapa? ” tanya War sesaat, walaupun War tidak menatap Yin secara langsung. Suara interupsi itu membuat Yin gugup, terlalu terlihat jika Yin sedang banyak pikiran. Dahinya berkerut, wajahnya menjadi lebih dingin dan tangan yang mengusap hidup berkali-kali.
“Oh, gapapa.” jawab Yin setelahnya, War mencebik sedikit kesal mendengar jawaban dari Yin. War punya mengulang lagi pertanyaannya,
“Kak Yin kenapa? ” kali ini wajah War menatap Yin. Yin mengerutkan kening seolah kesal, lalu berdeham dan menjawabnya,
“Gapapa. ” kembali jawaban yang diberikan Yin membuat War menghela nafas panjang. Setelahnya, War turun dari ranjang dan berjalan meninggalkan Yin dengan kesal. Yin hanya diam memandang War yang berjalan dengan kesal.
War beberapa kali menoleh kebelakang, berharap kalau Yin mengejarnya dan membiarkannya untuk kembali beristirahat. Namun, nihil bahkan sampai War kembali ke kelasnya.
“Benar-benar menyebalkan! ” keluhnya.
***
Beberapa saat kemudian, War berjalan meninggalkan sekolah seperti biasa. Namun, dirinya merasa ada yang kurang, beberapa kali War menoleh ke belakang.
“Mencariku? ”
Suara itu membuat War tertegun sejenak. Lalu menoleh pada Yin didepannya, karena yang dicari sudah didepan matanya. War terlihat sedikit gugup, dan menyela perkataan Yin.
“Ti-tidak! Aku tidak mencarimu. ” setelahnya War berjalan begitu saja, meninggalkan Yin.
Mata Yin bergulir menatap punggung War yang perlahan menghilang, dan sudut bibirnya sedikit terangkat. Entah kenapa, War begitu mengemaskan saat ini.
Yin berjalan, lebih tepatnya berlari mengejar War.
Melihat seseorang itu mengejarnya, War menjadi sedikit gugup dan ikut berlari. Dengan wajah panik, War tanpa melihat kedepan.
Kakinya menginjak batu yang membuat tubuhnya lunglai dan terjatuh. Bertepatan dengan itu, Yin berlari semakin cepat.
“War! Kau baik-baik saja? ”
Yin melepas tasnya dan membuangnya begitu saja, tangannya segera menggapai War yang terbaring dengan ringisan dibibirnya.
Melihat itu, Yin segera membantunya bangun. Namun, sebelum sepenuhnya bangun, War mendesis sakit. Yin menatap lutut War, sedikit mengeluarkan darah.
“Apa kau baik-baik saja? ” tanya Yin khawatir, War mendongak. Bola matanya menangkap wajah Yin yang begitu khawatir.
“Ak-aku baik-baik saja. ”
“Biar aku membantumu. ”
War kembali menatap, seakan wajahnya bertanya 'benarkah?'
“Hmm. ”
War tak tau harus menjawab apa, bahkan sebelum War menjawab. Yin sudah lebih dulu mengangkat War.
Yang ada dipikiran War saat ini adalah, kenapa dia diangkat seakan seorang istri?
War tak membayangkan itu.
“Kak Yin... Itu. ”
Wajah Yin menunduk, menatap War yang sedikit tak nyaman.
“Apa? ”
War menengadah, dengan gugup War menjawab.
“Kenapa kak Yin menggendongku seperti ini? ” Wajah Yin menjadi datar, War dengan gugup, turun dari gendongan Yin.
Yin menatap itu sekilas, sebelum berjalan meninggalkan War. War melihat Yin yang mengambil tasnya dan berjalan meninggalkannya begitu saja.
“Kak Yin, bantu aku! ” ucap Yin dengan sedikit marah.
Yin hanya menatap sekilas dan berjalan begitu saja. War menatap lututnya yang memerah, dan rasanya begitu perih. War berjalan menghampiri Yin yang berdiri tak jauh darinya.
“Ish, Kak Yin, tunggulah. ”
War berjalan susah payah dengan menahan rasa sakit. Tak tahan dengan itu, War dengan kesal duduk dijalan dan menatap Yin dengan kesal.
“Menyebalkan! ”
¤¤TBC¤¤
KAMU SEDANG MEMBACA
Stupid! [END]
FanfictionTak mungkin aku berpaling, walaupun itu tak terbaca sama sekali, 'stupid' katanya. Namun, aku tidak menyangkal itu. "Bisakah kita berkencan? " Apakah aneh jika aku berkata, "Tentu kenapa tidak? " •••••••••••••••••• Stupid : 15 Chapter END