Yin menatap War dengan jijik, senyum risih bahkan wajahnya menggambarka seakan dirinya begitu risih dengan War. War menatap Yin tanpa membalas apapun.
Tak lama, Techno datang menatap kedua insan didepannya itu yang tengah berperang dingin. Techno mencoba mencairkan suasana.
“ee, ada apa nih? ” tanya Techno sambil mendekati War. Yin melirik tajam Techno dan kembali menatap War. Sedangkan War hanya diam. Lalu War menjawab Techno,
“Nggak ada apa-apa. Nggak jelas banget. ” setelah itu, War menarik Techno untuk menjauh.
Techno menatap War yang menariknya dengan bingung. Terlihat juga wajah Yin seakan sedang mengejek. Tadipun Techno bertemu dengan Geo dijalan. Techno pikir, Yin cemburu melihat War bersama Geo.
“Aih War, jelaskan kenapa? ” War berhenti, melepas tarikan tangan dan berbalik menatap Techno. Wajahnya kesal dan bibirnya cemberut.
“Bukan apa-apa! Sekarang beliin aku geprek! ” War segera berbalik. Techno menunjuk dirinya dan mengeluh.
“Ha? Yang benar saja! Bagaimana bisa aku? ” ujar Techno sambil menatap War. War semakin kesal, lalu tubuhnya merosot jatuh ke lantai.
“Kalo kau nggak mau beliin aku geprek. Kita anplen! ” (unfriend)
Techno mengerjap, lalu berjalan kedepan War dan mencoba bernegosiasi. Tatapan War tajam, namun Techno lebih tajam. Melihat itu, tatapan War melembut.
“Jangan geprek ya, aku nggak ada duit, bener! ” tangan Techno mencoba membantu War untuk berdiri. Begitu berdiri, War tidak menanggapi malahan berbalik dan berlari ke kelas. Techno terdiam. Dia kesal.
Begitu melihat War berlari, dirinya berjalan dengan tenang, namun dalam pikirannya dia sedang bergaduh. Entah apa yang dimasalahkan oleh otaknya.
Begitu masuk, melihat War yang tengah tertunduk sambil mengusap air matanya. Thana dan juga Samantha mencoba menghibur War. Tapi, sama sekali tidak ditanggapin oleh War.
“Kau apakan dia? ” tanya Thana sedikit marah. Samantha pun ikut menatap Techno. Techno sendiri hanya menghela nafas dan terdiam. Lalu, duduk didepan War.
“Maafin aku deh, yah. Nanti aku belikan. ” ujar Techno sambil menggenggam tangan War. War tak melirik, hanya isakan tangis yang terdengar. Lalu, suara parau War menjawab dengan pelan.
“Nggak usah. ” tanpa menatap wajah Techno, War semakin menunduk. Sedangkan Thana dibelakang War, mencoba untuk bertanya pada Techno.
Tapi, sudut mata Techno menoleh. Mendapati Yin yang tengah menatap War dari luar jendela. Begitu melihat Yin, Techno segera keluar dan menemui Yin.
“Kak Yin, kamu apakan War? ” tanya Techno ramah namun sedikit menuntut. Yin melirik sekilas, tak menjawab apapun hanya wajah datar yang disuguhkan. Thana dan Samantha menatap keduanya dari dalam, sedangkan War memfokuskan pendengarannya.
“Salah omong.” setelah menjawab itu, Yin berbalik dan meninggalkan kelas War begitu saja. Techno menggaruk kepalanya bingung, Thana dan Samantha pun demikian. War sendiri masih sedikit terisak. Namun segera tenang mendengar jawaban Yin.
Techno berjalan kedalam kelas, menatap War yang menyembunyikan wajahnya. Melihat hal itu, dirinya paham mengapa War terlihat begitu kesal. Namun, War sama sekali tidak marah.
“Udah, udah War. Guru udah masuk. ” mendengar itu, War mendongak. Didepan sana terlihat guru bahasa dan Techno disampingnya.
“...” War terdiam.
War mengeluarkan buku dan menyiapkan ponsel dimeja. Menghela nafas kuat-kuat lalu memperhatikan guru didepan. Tangannya memainkan bolpoin yang ada didepannya.
“Apa kau tau, aku terlalu bosan disini. ” ujarnya pada Techno. Mendengar itu, Techno menoleh. Lalu, wajahnya kembali fokus kedepan.
“Lalu, kau mau keluar? Awas saja tugas-tugasmu menumpuk. ” jawab Techno kemudian, War mengatupkan kedua bibirnya. Lalu menghela nafas lagi dan lagi.
Hari ini begitu membosankan, War terus-terusan menatap ke arah luar jendela. Berharap Yin datang dan menatapnya seperti tadi. Itu adalah hal yang langka.
Tapi, mau bagaimana lagi Yin sudah pernah berkata dirinya normal. Walaupun War tau itu, dia tetap menyukai Yin.
“War, coba lihat ponselmu. ” ucap Techno sambil mengulurkan tangannya. War dengan malas memberikan itu kepada Techno. Lalu, dengan kilat Techno mengembalikan ponsel itu.
War mengerjap, menyalakan ponselnya.
“Buat apa? ” tanya War tanpa menatap kearah Techno. Techno tersenyum dan berdeham kecil.
“ee, memberikanmu kejutan. ” War menoleh, lalu membuka layar ponselnya. Lalu, dia menuju Line.
“Kau memberiku ID Kak Yin? Buat apa? ” tanya War. Techno hanya tersenyum usil, dilihatnya dari belakang Thana dan Samantha saling lempar pandang.
“Lama-lama aku jadi gemas sendiri dengan mereka, hampir tiap hari bikin orang salting. ” ucap Thana sambil menahan senyum menatap War dan Techno. Samantha mengejek,
“Yang salting kau, kenapa bawa-bawa War pula. ” Thana menoleh, lalu membalas dengan menjulurkan lidahnya. Samantha memutar matanya.
20 menit kembali berlalu...
Dengan wajah yang sudah mulai membaik, War disuguhi oleh beberapa lembar tugas yang menumpuk. Tugas Bahasa memang seperti itu, selalu saja menumpuk.
Sebelum menyelesaikan semua tugas, War lebih dulu bangkit dan berjalan meninggalkan kelas. Duduk didepan kelas sendirian, dan menatap gedung kelas Yin berada. Tidak jauh, namun juga tidak dekat.
“Kalo selalu kebawa mimpi, itu tandanya apa ya? ” gumam War pada dirinya, sambil menatap santai kedepan. Seseorang duduk disebelahnya, War tak menoleh. Lalu, seseorang itu membalas.
“Entah dia yang lagi kangen, atau kamu sendiri yang kangen.” mendengar itu, War baru menoleh. Dia melihat seseorang yang asing baginya. Sepertinya dia bukan siswa sini.
“Tapi, bagaimana bisa kangen?” tanya War pada akhirnya. Seseorang itu tersenyum dan menggeleng. Lalu, mengulurkan tangannya.
“Kenalin, Alfa. Temen Yin. ” ucapnya dengan senyum. War menerima uluran tangan itu, dan juga menyebut namanya.
“..dari pertanyaan kamu tadi, aku akan menjawab kalau sebenarnya rasa kangen itu wajar. Jadi, kalau kamu kangen atau dia kangen jadi wajar aja. Apalagi kalo sampe kebawa mimpi, berarti dia istimewa. ” setelah mengucapkan itu, tanpa pamit Alfa tersenyum dan meninggalkan War sendirian.
“Masa iya Kak Yin kangen aku? ” menghentikan pemikiran tentang itu, War tiba-tiba saja diam.
¤¤TBC¤¤
KAMU SEDANG MEMBACA
Stupid! [END]
FanfictionTak mungkin aku berpaling, walaupun itu tak terbaca sama sekali, 'stupid' katanya. Namun, aku tidak menyangkal itu. "Bisakah kita berkencan? " Apakah aneh jika aku berkata, "Tentu kenapa tidak? " •••••••••••••••••• Stupid : 15 Chapter END