Sebelum pulang, mereka lebih dulu berganti baju. War mengambil seragam ditas dan kemudian berjalan menuju ruang ganti. Merasa sepi, dia mendorong pintu dan menutupnya lagi.
Selesai berganti baju, dia mengambil ponsel disampingnya dan mulai membukanya. Melihat Line yang begitu sepi kemudian menutupnya lagi, beralih ke sosial media lainnya. Karena tidak ada notifikasi ataupun hal baru, dia menutup aplikasi dan mematikan ponselnya.
Begitu dia berdiri, melipat seragam olahraganya dan menatanya ditangan. Lalu, melangkah meninggalkan ruang. Didepan ada seseorang yang berdiri. War menatap itu beberapa saat sebelum membuka pintu.
Lalu, saat pintu terbuka dia dikejutkan dengan pujaan hatinya. Dengan sedikit gugup War tersenyum canggung. Bukan satu atau dua kali mereka bertemu, tapi tetap saja akan merasa canggung.
“Kak Yin, ada apa? ” tanya War ramah, sebisa mungkin tidak memancing kata-kata pedas dari Yin. Yin melirik kebawah dan menatap War.
“Menunggumu. ” jawab Yin, tanpa menatap War sama sekali. Mendengar itu War mendongak dan menatap lama Yin. Hampir setengah menit dia menatap.
“M-Menungguku? ” War sedikit tergagap. Wajahnya menatap Yin dengan sayu. Lalu War kembali bertanya.
“Untuk apa? ” mendengar itu Yin sedikit menaikkan salah satu alisnya. Bibirnya berkedut pelan. Lalu menjawab,
“Pulang. ” satu kata itu sudah membuat War semakin bersemu. Dengan demikian War mengangguk dan berjalan menuju kelas, Yin mengikutinya dari belakang.
Perasaan War tidak baik-baik saja, dia semakin bersemu saat mencoba kembali mengingat suara Yin. Begitu candu dan tidak bisa dilupakan.
Sesampainya dikelas, War memasukan seragam ke tas dan mulai membenahi buku-buku didepannya. Thana yang sedang asik memakan bekal terkejut saat melihat Yin berdiri didepan kelas.
“Apa kalian akan pulang bersama? Lalu bagaimana dengan Techno? ” tanya Thana, War tak punya cukup waktu untuk menjawab. Lalu, berlalu begitu saja. Thana terdiam, War memberikan kedipan.
War menatap Yin didepan. Yin melirik sekilas, lalu berkata,
“Ayo. ”
Mendengar itu, membuat War meleleh berkali-kali. Sudah tidak bisa dipisahkan lagi. Suara itu begitu candu dan tidak ada tandingannya. Sangat membuat War tersenyum dan bersemu.
Melangkah dengan diam dibelakang Yin, War sesekali menatap kebelakang. Disana ada Thana dan Techno yang tengah berjalan dengan berbincang-bincang.
“Aku akan kembali. ” pamitnya pada Yin, Yin berbalik tanpa menjawab hanya menatap dalam diam dan menunggu sembari berdiri.
War bergegas menemui Techno, mengambil ponselnya dan memberikannya pada Techno, dengan menghela nafas pelan War berkata,
“Bawakan ponselku ke rumahmu, aku akan segera kesana. Aku takut mengecewakan Kak Yin. ” tanpa disadari, Techno hanya diam mematung. Menatap War dengan tanya.
“Bagaimana maksudmu? ” tanpa mendengar pertanyaan Techno sampai selesai, War lebih dulu berbalik dan menghampiri Yin kembali.
“Ah, ayo Kak Yin. ” Yin hanya diam dan kembali melanjutkan jalannya. War mengatur nafas dengan tenang. Kemudian berjalan seperti biasa menuju parkiran.
Yin mengambil motor diparkiran, sejenak War menatap sekeliling, terlihat sekitar masih tertata rapi dan cukup sepi.
“Naik. ” ujar Yin dingin, War menoleh. Tersenyum sekilas dan menaiki motor milik Yin. Dengan agak canggung War duduk disana.
“Sudah, ayo berangkat. ” ujar War dengan semangat. Yin melirik kebelakang dan berujar,
“Mn. ” setelah itu Yin mulai melajukan motornya. Perjalanan menuju rumah itu terlihat tenang seperti biasa, tidak ada yang peduli dan biasa saja.
Hampir 20 menit berlalu, War dengan senyum secerah mentari siang ini. Dia menatap Yin yang baru saja berhenti didepan rumahnya.
“Terima kasih banyak, Kak Yin. ” ujar War dengan penuh semangat. Yin hanya mengangguk dan melajukan motornya lagi. War menghela nafas dan berbalik.
Dirinya memasuki rumah dengan lelah, Papanya pasti sedang duduk bersandar didepan tv dengan koran yang ada diwajahnya. Sedangkan Mamanya pasti sedang sibuk didapur.
“Aku pulang. ” begitu memasuki kawasan ruang tamu, War tidak menemukan siapa-siapa. Lalu beralih keruangan selanjutnya, dan tidak ada siapapun juga. War masih berjalan dengan tenang, begitu memasuki dapur barulah tercium aroma-aroma kehidupan.
“Aku pulang. ” ucap War lagi, Mamanya yang tengah berjoget sambil memasak itu berbalik dan tersenyum. Tubuhnya yang dibalut dengan penangkal minyak. (atau apalah itu)
Begitu didepan War, Mamanya mengusap pelan surai hitam War dan kembali tersenyum, seakan sudah begitu lama dia tidak menatap putranya sedekat ini.
“Mau Mama masakkan apa? ” tanya Mamanya War dengan tenang, War mengedipkan matanya dan tersenyum. Memilih menu yang disediakan oleh Mamanya. Benar, didapur tersedia beberapa menu makan yang bisa dipilih kapan saja.
“Eum, bagaimana dengan tumis sosis? Dicampur dengan saus dan bubuk cabai, ditambah bakso yang baru matang. Dengan kuat yang sedikit dan kental. Pasti enak. ” ucap War dengan girang, Mamanya terkekeh pelan dan mengangguk. Mengambil bahan-bahan yang diperlukan untuk memasak.
“Tunggu sebentar, tidak akan lama. ”War tidak menghiraukan itu, karena dirinya tahu. Mamanya adalah chef pribadi yang sangat profesional baginya, tidak pernah ada makanan yang tidak enak baginya. Semuanya sangat enak dan lezat.
War memperhatikan dengan seksama, mulai dari bahan yang dihaluskan, sosis yang mulai dipotong-potong, menuangkan minyak kewajan dan mulai menumis bumbu. Begitu bumbu sudah sedikit layu, tambahkan air sedikit dan aduk hingga airnya mendidih. Masukkan sosis yang sudah dipotong-potong tadi dan berikan sedikit lada bersamaan dengan saus dan beberapa bubuk cabe.
Begitu sudah mendidih, Mamanya memasukan Bakso yang baru saja diambil dari Kulkas. Memotongnya menjadi dua dan mulai memasukkannya kewajan. Tambahkan juga suiran daging ayam dan sayur pakcoy. Diaduk-aduk hingga merata, tunggu beberapa saat masukkan garam, penyedap rasa dan tambahkan secukupnya saus tiram. Tambahkan tepung maizena juga untuk membantu mengentalkan kuahnya. Tunggu hingga kental dan Tumis Sosial ala Mama War siap dihidangkan.
“Tara, sudah siap. Ambil nasi disana dan ajak Kristan juga. Dia ada dikamar Mama. ” ujar Mamanya begitu selesai memasak dan menyiapkannya dimeja makan. War mengerutkan keningnya, lalu berujar pelan,
“Kristan? Kenapa dia disini? ”
¤¤TBC¤¤
KAMU SEDANG MEMBACA
Stupid! [END]
FanfictionTak mungkin aku berpaling, walaupun itu tak terbaca sama sekali, 'stupid' katanya. Namun, aku tidak menyangkal itu. "Bisakah kita berkencan? " Apakah aneh jika aku berkata, "Tentu kenapa tidak? " •••••••••••••••••• Stupid : 15 Chapter END