1 bulan kemudian
Sudah satu bulan berlalu, perasaan yang selalu War simpan kini telah beralih menjadi perasaan yang terbalaskan.
2 minggu sebelum ujian bulanan, Yin mengajak War secara pribadi menuju tempat yang selalu War indamkan, tempat terindah menurut War, dan tempat pertama kali dirinya bertemu dengan cinta pertamanya.
“Apa kak Yin sudah menunggu lama? ” ucap War saat turun dari bus, walaupun rumah mereka tak terlalu jauh, namun Yin meminta War untuk menemuinya secara pribadi dan lumayan jauh.
“Tidak.” balas Yin, seperti biasa.
“Ah, begitu. Lalu, kita mau kemana? ”
War menatap wajah dingin Yin, bibirnya mencebik. Tak terlalu baik untuk menatap wajah buruk itu. Walaupun begitu, dirinya sangat mencintainya.
“Cinta pertama. ”
Ucap Yin dan berjalan meninggalkan War.
“Ah? Maaf? ” War bingung.
Dirinya berjalan mengikuti Yin, melihat jalan setapak yang tak sering dia lihat, membuatnya sedikit was-was dan merinding. Yin berkata dia akan membawanya ke tempat 'cinta pertama'. War bertanya pada dirinya, “Apa gunanya cinta pertama? ”
“Berguna, saat kau merasa tak nyaman, bayangkan saja kau sedang bersama cinta pertama. ” ujar Yin tiba-tiba. War terdiam, sedikit terkejut dan tidak membalas apa-apa lagi.
Mereka berjalan setidaknya 15 menit dari halte bus. Berjalan menyusuri jalan setapak, melewati jalanan rusak dan tempat yang terlihat kumuh.
'Apa aku pernah ke tempat seperti ini?' War bingung.
Saat menyibukkan diri dengan memikirkan tentang tempat itu, tanpa sadar Yin berhenti tiba-tiba dan berbalik, sedang War tak menyadari bahwa Yin terhenti.
Dengan begitu, wajah mereka saling bertemu dan ... bibir mereka menyatu. Oh tidak! Keadaan ini sangat nyata.
War terdiam, menatap wajah Yin tak percaya. Yin demikian, hanya berdiri diam didepan War, oh ya, kening Yin begitu menukik seakan dirinya marah.
Namun, beberapa saat kemudian, keduanya bersemu. War segera berbalik dan menyembunyikan wajahnya yang memerah. Sedangkan Yin, berbicara dengan salah tingkah.
“A, kita.. ee.. kita lewat jalan yang sini, ya sini!” ucap Yin dengan gugup dan salah tingkah.
War hanya menunduk diam sambil mengikuti langkah kaki Yin yang semakin menjauh.
***
Saat langkah mereka semakin dalam, sesuatu yang familiar berada didepan mata War. Air Terjun, benar.
Air terjun itu adalah tempat yang selalu ia idam-idamkan, dan tempat bertemunya cinta pertama. Apa War masih ingat dengan bocah yang lebih tua satu tahun itu?
Disekolah menengah pertama, dirinya bertemu, siswa laki-laki ditingkat kedua yang membuat War begitu menyukainya. Dan waktu itu ada sebuah acara dari sekolah dan mereka mengadakan ditempat bernama 'Three Gold' tempat dengan air terjun indah yang sangat langka.
Acara ini digelar untuk memperingati hari Nasional, dan hari Ulang Tahun Sekolah. Dengan berbagai acara diluar, membuat banyak siswa antusias untuk mengikutinya.
“Lihatlah! Anak itu begitu tampan! ”
“Benar-benar! Aku dengar dia anak yang dingin, oh ya keluarganya pun sangat kaya! ”
War mendongak, menatap bocah 14 tahun yang sedang berdiri itu.
“Aku ... Seperti tidak asing dengannya? ” ucapnya sambil kembali berfokus pada kegiatannya.
***
“Memikirkan apa? ” ucap Yin sambil merangkul bahu War. War tertegun, wajahnya kembali memerah saat menatap Yin.
“Bukan apa-apa. ” jawab War sambil memalingkan muka, berjalan mendahului Yin dan menatap sekitar.
Beberapa saat War menatap Yin yang terdiam.
Suasana kembali sunyi, War menghela nafas menatap Yin. Tidak ada percakapan setelahnya.
“Bisakah kita berkencan?” kalimat itu menggema.
War berhenti, menahan nafas sesaat lalu menoleh ke Yin. Keningnya berkerut saat menatap wajah Yin.
“Maaf? ” tanya War bingung.
Yin tersenyum, berjalan mendekat dan segera memeluk War. War berdiri kaku, gugup dan bingung.
“Bisakah kita berkencan? ” ulang Yin.
War melepas pelukan dengan paksa. Menatap ragu wajah Yin. Dirinya bingung, apakah ini mimpi?
“Kenapa diam? ”
War mendongak, dan seketika dirinya kembali berdiri kaku bahkan dirinya rela menahan nafas.
Yin menciumnya, benar dia menciumnya! Ini nyata!
Pikiran War benar-benar rumit, tidak bisa terbayangkan bagaimana ini bisa terjadi. War menatap perlahan tubuh Yin. Dilihatnya senyum yang terombang dari bibir yang baru saja menciumnya.
“Ayo, berkencan! ” ajaknya tanpa ragu.
Dengan waktu berfikir yang minim, War segera mengangguk dan Yin kembali memeluk tubuh kecil War. Sangat bahagia mungkin saja.
“...baiklah. ”
Dengan begitu, kesunyian hutan menjadi saksi bisu bersatunya dua hati yang tak terelakkan. Bahkan, suara burung-burung kembali berkicau dengan merdu mengiringi pelukan hangat dari keduanya.
***
Terdiam begitu lama hingga mengusik Yin yang sendari tadi berbicara tanpa henti, setelah mereka resmi berkencan, keadaan berubah.
Sifat dingin Yin semuanya hilang, tutur kata kasar dan irit semuanya hangus. Seakan War baru melihat Yin yang sebenarnya.
Perasaan War memang sangat kuat, namun ambisi yang dulu selalu ia gunakan perlahan hilang dan hanya meninggalkan sedikit sisa yang terdapat pada dirinya.
“Sayang? Kau baik-baik saja. ”
Tangan Yin mengusap pelan surai lembut War. War menengadah, lalu tersenyum dan mengangguk.
Sudah bukan saatnya untuk merasakan kesedihan, cintanya terbalaskan, perasaan yang selalu dia berikan cuma-cuma, kini berganti menjadi sebuah rasa yang tiada tandingannya. Semuanya indah.
“Bukankah kita harus pergi menemui orang tuamu? ” tanya War ragu, dalam hati dia ingin mendengar penolakan. Namun, dia salah.
“Tentu, untuk calon menantu yang cantik ini. ” Jawab Yin tanpa ragu, War menatap. Dirinya ... sedikit benci dikala ada yang berkata dia cantik.
“Aku tidak cantik. ”
“Aku tau, kau memang tidak cantik, tapi sangat cantik sampai-sampai tiada sudi aku untuk melepasmu. ” ucap Yin itu benar-benar mengubah suasana hatinya.
War tertegun sesaat setelah ungkapan itu. Lalu, tangannya menggenggam tangan Yin, menariknya dan membawanya untuk bertemu dengan orang tua.
Bisa dikatakan, War berambisi bahwa dia berhasil berkencan dengan cinta yang selama ini ia idamkan.
“Kau melupakan kami. ” -Ucap Techno dan yang lain.
War tersenyum menatap itu, ia ingin bahagia saat ini juga!
•END•
KAMU SEDANG MEMBACA
Stupid! [END]
FanfictionTak mungkin aku berpaling, walaupun itu tak terbaca sama sekali, 'stupid' katanya. Namun, aku tidak menyangkal itu. "Bisakah kita berkencan? " Apakah aneh jika aku berkata, "Tentu kenapa tidak? " •••••••••••••••••• Stupid : 15 Chapter END