War terduduk menghadap Techno dengan muka kusut. War ingin makan sepuasnya tapi Techno melarang keras, karena uangnya begitu menipis.
“Ayolah Techno! Aku ingin geprek satu lagi aja.. ” rengek War sambil mengenggam tangan Techno. Wajah Techno terlihat sangat kesal dan tak memiliki daya lagi.
Sebelum Techno mengeluh lagi, Yin dari kejauhan sudah menyadarkan War yang dari tadi merengek. War dengan wajah berbinar menatap Yin. Yin melihat, tapi pura-pura aja nggak lihat.
Tapi, War dengan keadaan seperti ini sebisa mungkin dia mendapatkan apa yang dia inginkan. War berdiri dan berjalan mendekati Yin. Yin diam menatap, tatapannya tajam dan dingin.
“Kak Yinn? ” War mengadu, suaranya sedikit diimutin dan menatap Yin dengan mata berkedip lucu. Yin menatap itu dengan risih, apa lagi anak-anak lain juga menatap mereka.
“Apa? ” jawab Yin pelan dan dingin. War dengan bibir cemberut, menggapai tangan Yin. Menggoyangkannya pelan dan mulai merajuk.
“Belikan dedek manis ini geprek satu porsi ya? ” mendengar itu, Yin langsung melepas paksa tangan War yang menggenggam tangannya. Lalu, melengos pergi begitu saja. Wajah War semakin memburuk.
“Belagu banget jadi orang! Hih! ” umpat War sambil berbalik dan berjalan mendekati Techno lagi. Sebelum merengek lagi, Techno lebih dulu menarik War untuk kembali ke kelas.
Dijalan War dengan kesal menendang apa aja yang didepannya. Dan naasnya, dia menendang sepatu guru dan terpental jauh kedepan. Wajah asam War berpudar, digantikan dengan wajah pucat.
“Mampus, Techno gimana nih??” War menoleh, sedangkan Techno mengerutkan keningnya dan memijatnya pelan.
“Aku tiap jalan sama kau, ngga pernah gitu dikasih keberuntungan sedikit? ” keluh Techno dengan wajah kesalnya. War tersenyum simpul dan menepuk bahu Techno pelan secara bertahap.
“Yang sabar ya, semua ada takdirnya masing-masing. ” ucap War sambil terus menatap Techno. Tetiba, pemilik sepatu itu berdiri disamping War sambil mengucapkan kalimat yang War ucapkan sebelumnya.
“Yang sabar ya, semua ada takdirnya masing-masing. Sekarang takdir kamu dihukum aja gimana? ” ucap guru itu. War menoleh dan tersenyum canggung, ingin kabur namun Techno mencegah. Sambil sedikit tertawa Techno mengulangi lagi kalimat yang War ucapkan sebelumnya.
“Semua ada takdirnya masing-masing. Kalau gitu aku kembali ke kelas dulu. ” dengan begitu Techno bisa bernafas lega dan damai. War menatap wajah guru dengan memelas. Tapi, guru hanya memandang datar War.
“Ikut saya! ” ucap guru tegas. Mau tidak mau, War harus mengikutinya.
Mereka berjalan meninggalkan ruangan tadi, dan menuju ruangan yang cukup jauh dari ruang tadi maupun dari kelas War. Gudang belakang sekolah. Hampir 5 tahun gudang berdiri, dan menjadi tempat dihukumnya siswa-siswi yang kurang sopan.
“Ambil sapu disana! Bersihkan semuanya! ” mendengar perintah itu, War benar-benar tidak bisa melawan lagi. Dia berjalan gontai ke sudut gudang, mengambil sapu dan mulai melakukan hukumannya. Sedangkan guru tadi berdiri menatap War.
“Guru, apa tidak ada yang lain? ” ujar War pelan, namun tetap terdengar jelas oleh guru. Guru memejamkan matanya sejenak, sebelum akhirnya berlalu sambil berkata,
“Akan saya bawakan teman nanti. ” setelahnya guru itu pergi begitu saja. War dengan kesal segera membanting sapu yang dipegangnya. War mulai mengerutu, menyalahkan ini dan itu.
“Ini pasti salah Kak Yin! Kalau dia beliin aku geprek 1 porsi pasti aku nggak bakalan dihukum. Dia tuh emang ngeselin ihk! Tapi aku sayang! ” gerutu War terus menerus.
War mendudukan tubuhnya pada bangku-bangku kusam itu. Menghela nafas pelan dan sedikit sesak karena debunya begitu banyak. Walaupun, War sering dihukum karena keusilannya itu. Tapi, dia baru pertama kali dihukum disini untuk waktu yang lama.
War menoleh dan menatap pintu gudang dengan seksama. Dia mendengar ada seseorang yang membukanya, namun saat dia terus menatap suara itu hilang. War pikir itu hanya angin. Namun saat ia mengalihkan pandangannya, suara itu kembali ada.
“Siapa disana?! ” suara War begitu menggelegar. Suara dipintu itu pun hilang lagi, dengan kekuatan yang ada War bangkit dan berjalan ke arah pintu.
Saat dia ingin membukanya, seseorang lebih dulu membukanya, membuat tubuhnya ambruk menabrak seseorang itu didepannya. Yin dengan refleks menangkap tubuh War.
War memejamkan matanya erat, karena dia terkejut akibat pintu dibuka secara tiba-tiba. Lalu, perlahan penglihatannya menangkap seseorang didepannya. War menengadah, lalu dengan cepat berdiri sempurna.
Yin menatap War datar tanpa ekspresi yang berarti. War pun menatap Yin dengan wajah sedikit berbinar tapi kembali masam. Mendongak lagi, lalu menunduk. War melakukan itu hingga beberapa kali, hingga Yin menghentikan itu.
“Apa? ” tanya Yin dingin. War berkedip lucu saat mendapati suara Yin lebih lembut dari sebelumnya. Saat ingin menjawab, War teringat kejadian dikantin tadi.
“Ish, gara-gara Kak Yin aku jadi dihukum! Kalau kak Yin beliin aku geprek aku pasti nggak dihukum! Kak Yin sih, bikin kesel aja! Tau nggak sih, capek tau kalo harus bersihin gudang ini sendirian! Kak Yin apa nggak mikir, kasihan badan War capek masa harus capek lagi gegara dihukum! Kak Yin harus tanggung jawab, War nggak mau tau! ”
War meluapkan semua emosinya dengan berteriak-teriak, mengadu didepan orangnya langsung. Wajah Yin yang mendapati War begitu, sedikit mengerutkan keningnya dan masih memandang War dengan datar.
War masih terus saja mencerocos, hingga kata-kata yang keluar dari mulutnya terbalik-balik bahkan sulit diartikan.
“...War capek hidup berat! Kak Yin harus marah! Eh! War harus marah ke Kak Yin! Kak Yin ga boleh marah! Kak Yin harus tanggung jawab!!”
Wajah Yin benar-benar biasa saja, tidak ada respect yang diberikan. Begitu War selesai dengan acara mengadunya. Dia menatap Yin yang masih diam yang juga menatapnya.
“Ohh. ” jawab Yin. War membolakan matanya saat mendengar jawaban dari Yin. Emosi didalam diri War tak bisa terbendung lagi.
“Kak Yin! War sudah bicara panjang lebar, masa kak Yin nggak menghargainya, War capek nyusun katanya! Masa Kak Yin sama sekali nggak punya hati buat ngasih respect ke War sih! Kak Yin jahat! Kak Yin nggak peka! ” dan seterusnya.
Dan lagi lagi, Yin hanya menanggapi dengan,
“Ohh. ”
Tapi, kali ini Yin memberikan satu kantong plastik putih. War menatap dengan bingung. Lalu, pandangannya beralih ke Yin.
“Ini apa? ” tanya War dengan nada sendu. Yin menatap sebentar wajah War dan menghela nafas.
“Geprek. ” setelah itu, Yin segera berbalik dan meninggalkan War yang diam mematung disana.
“Geprek? Kok bisa? ” dan bingung.
¤¤TBC¤¤
KAMU SEDANG MEMBACA
Stupid! [END]
FanfictionTak mungkin aku berpaling, walaupun itu tak terbaca sama sekali, 'stupid' katanya. Namun, aku tidak menyangkal itu. "Bisakah kita berkencan? " Apakah aneh jika aku berkata, "Tentu kenapa tidak? " •••••••••••••••••• Stupid : 15 Chapter END