Dengan perasaan marah War membuka pintu rumah dengan keras. Papanya yang tengah menonton TV diruang keluarga pun bergegas keluar. Papanya menatap War dengan bingung, terlihat wajah War yang begitu kelelahan dengan keringat yang mengucur.
“Kok baru pulang? ” mendengar pertanyaan seperti itu, War menengadah menatap Papanya. Dengan susah payah menelan ludahnya, dan berdiri dengan kekuatan yang tersisa.
“Papa.. Nggak.. Jemput.. War.. Sih.. ” War membuang nafas dengan kasar, Papanya tersenyum miris dan segera membantu putranya untuk masuk kedalam.
“Tadi, Papa lupa kalo War masih sekolah. Papa kira udah ikut Mama ke Resto. ” War menoleh, menatap Papanya dengan kesal. Begitu sampai disofa, War segera merebahkan dirinya dengan keadaan super capek. Berjalan dari sekolah hingga rumah benar-benar menyiksanya.
Melepas tas dan sepatunya, setelah itu War membaringkan diri dengan udara ruangan yang begitu segar. Perlahan matanya memberat dan terpejam. Nafas War pun mulai beraturan, menandakan dia sudah tertidur.
•••
Yin melepas jaket dan mengantungnya pada tempat jaket. Melepas seragam dan menggantinya dengan kaos dan celana jeans panjang. Dia membenarkan tatanan rambutnya dengan sisir. Begitu selesai, Yin berbalik dan menutup pintu kamarnya. Berjalan turun kebawah.
“Ayo, Pa! ” teriak Yin dari dapur. Papanya yang tengah memakai jaket, berbalik dan menatap Yin dari luar. Yin juga menatap Papanya, lalu dia menatap dirinya sendiri.
“Mana jaketnya? ” menyadari itu, Yin menghela nafas dan berbalik.
“ck, jaket. ” dia kembali berjalan lagi ke atas, terkadang hal sepele bisa begitu dibutuhkan. Begitu sudah menggambil Jaket dan memakainya. Papa Yin mengangguk dan segara masuk ke dalam mobil.
Papanya mulai menjalankan mobilnya, seperti biasa suasana di mobil begitu senyap, tenang, dan damai. Tidak ada yang berusaha untuk memulai percakapan.
Begitu mobil mereka berhenti, sudut mata Yin menangkap seseorang disana. Menggunakan pakaian santai namun terkesan formal sepertinya. Melihat itu dahinya mengkerut tanpa mengucapkan apapun.
Disamping itu, War yang tengah berdiri menunggu Thana tak sengaja melihat Yin yang baru saja turun dari mobil. Walaupun War tak sengaja melihat, namun mereka bertatapan mata cukup lama.
Sebelum dirinya berbalik, Thana lebih dulu mengagetkan War sambil menggandeng tangan War.
“Ngagetin aja sih! ” ujar War sambil bibirnya cemberut, Thana hanya mengedipkan matanya dan tersenyum.
“Ya, kamu sih malah ngelamun. ” balas Thana, War masih cemberut. War berjalan bersama Thana menuju ke dalam gedung.
Hari ini ada sebuah Restoran besar yang baru saja launching, bertepatan dengan itu acara ini dihadiri oleh beberapa pengusaha dan tokoh terkenal. Sehingga, memungkinkan War dan Yin bertemu, karena kedua orangtua mereka adalah pengusaha yang cukup tinggi.
Mendengar acara akan segera dimulai, War segera berlari meninggalkan Thana yang sedang bercanda dengan yang lain. War berlari menuju orang tuanya yang berada diujung. Tak sengaja, seseorang menghalanginya dan membuat War menabrak seseorang itu dengan sangat keras.
“Auh! ”
Seseorang itu menoleh, mendapati War yang tengah mengaduh dan memegang keningnya. Yin menatap itu dengan tenang, Yin hanya berdiri menatap War tanpa ingin bertanya sesuatu.
War menengadah, membolakan matanya saat melihat Yin didepannya. Rasanya senang bisa bertemu, tapi saat War bertemu Yin kenapa harus kena sial?
“Kak Yin, ngapain sih?! ” regut War, dirinya masih mengelus-elus pelan keningnya. Yin tidak menjawab hanya wajah datar yang dia pasang. War mencibir,
“Dasar ngga tau diri.” cibir War pelan, tapi telinga Yin tetap bisa mendengar itu. Yin berkerut, dia mengambil ponsel dari sakunya dan menatap layar ponselnya.
“Siapa? ” tanya Yin tiba-tiba, setelah itu ia memasukan ponsel ke sakunya lagi. Entah kenapa War jadi tidak ingin pergi, seakan berdua dengan Yin lebih baik.
“Ngga tau! ” jawab War sebal, dia menoleh ke arah lain, menyusuri pandangannya tanpa ada tujuan. Dan pandangan matanya kembali bertemu dengan mata Yin. Memancarkan aura yang dingin dan malas. Tidak ada yang lebih.
“Ohh. ” War mendongak, menatap Yin yang tiba-tiba menjawab. Ingin sekali dia mengumpat sekeras-kerasnya. Namun, terlalu banyak orang disini.
Begitu War ingin pergi, tangan Yin dengan cekatan menarik bahu War. Membuat War kembali mundur dan berhadapan dengan Yin. War kembali meregut.
“Ada apa sih? ” tanya War dengan kesal, alisnya begitu berkerut bibirnya cemberut. Yin tanpa sadar menaikkan sudut bibirnya, hanya sedikit. War pun tak akan melihat itu. Ditambah suasana gelap ini.
“Gak papa. ” jawab Yin, beberapa saat kemudian. Tapi, disaat War ingin pergi lagi, dengan sigap Yin kembali menarik War. Hingga, War ingin sekali menangis.
“Ish! Kak Yin! Gara-gara Kak Yin aku sakit semua badannya! Gara-gara Kak Yin aku jadi ngga bisa tidur siang! Gara-gara Kak Yin aku jadi pengen nangis! ” suara itu memang keras, tapi hanya beberapa orang aja yang mendengar itu, karena musik dirungan itu sudah mulai dinyalakan. Bahkan kita berteriak sekeras apapun, suara kita hanya akan terdengar orang 1 atau 2 orang saja.
“Ohh. ” hanya jawaban itu yang War dapat. Mendengar jawaban yang tiada arti itu, War segera berlari meninggalkan gedung sambil kesal dan ingin sekali menangis. Yin mengikuti War pelan.
“Kenapa sih, setiap ketemu dia bawaannya sial mulu ihk, nggak pernah peka, nggak pernah ngertiin perasaan aku. Yang ada malah bikin aku naik darah. Kok bisa sih, aku suka sama seseorang kek dia. ” gumam War sambil berjalan pelan. Dia berjalan sudah cukup jauh dari gedung.
Dia tidak menyadari, Yin mengikutinya dari bekalang pelan, tenang, dan damai. Tidak ada suara yang menganggu, terlebih suara pernafasannya yang begitu lembut dan teratur.
War berhenti, dia menatap ke sebuah warung pinggir jalan. Dia laper, tapi dia ingat uang dan ponselnya ada di Mamanya, menghela nafas pasrah dan duduk ditrotoar. Jalanan sepi, karena ini bukan kawasan umum, jadi hanya ada beberapa mobil yang berlalu lalang.
Yin masih berjalan tenang, hingga dirinya berhenti tepat dibelakang War. Yin merasa menganggu adek kelasnya itu adalah hal yang sangat indah. Bahkan, dirinya seakan menikmati hal itu.
“Kenapa nggak jadi? ” tanya Yin. War menoleh, dan terkejut melihat Yin. War terdiam beberapa saat sebelum dirinya mengeluarkan kata-kata mutiaranya.
“Kok harus kak Yin lagi sih! Sekali-kali Kak Geo Kek! Aku kesel ketemu Kak Yin terus! Nggak pernah bikin aku senang! Pergi aja sana! Hih! Ngeselin! ” War masih saja cemberut, dia menatap Yin. Yin menaikkan satu alisnya dan menatap sekeliling.
“Ohh, Oke.” setelah itu Yin berbalik badan dan meninggalkan War sendirian disana. War menghela nafas pelan, dirinya termenung sesaat sebelum akhirnya dia berdiri dan berjalan pulang dengan jalan kaki.
Mau bagaimana lagi, sudah hampir setengah perjalanan pulang. Biarkan orang tuanya mencari, lagian War juga sudah tau tabiat orang tuanya kalo sudah bertemu dengan yang lain, pasti akan lupa segalanya.
War berjalan, hingga beberapa puluh menit berlalu dan dirinya tiba dirumah. Menatap lemas gerbang rumah yang tertutup. Yang pasti, dirinya tidak bisa masuk karena kunci gerbang ada di supir Papanya.“Nasib! ” teriak War sambil terduduk didepan rumah.
¤¤TBC¤¤
KAMU SEDANG MEMBACA
Stupid! [END]
FanfictionTak mungkin aku berpaling, walaupun itu tak terbaca sama sekali, 'stupid' katanya. Namun, aku tidak menyangkal itu. "Bisakah kita berkencan? " Apakah aneh jika aku berkata, "Tentu kenapa tidak? " •••••••••••••••••• Stupid : 15 Chapter END