1

5K 382 51
                                    

Pagi itu hujan turun mengguyur Seoul setelah beberapa minggu terakhir tak pernah turun, yang mengakibatkan tanah dan tumbuhan menjadi kering kerontang. Kini tumbuhan tengah berpesta menikmati air yang turun berember-ember dari langit. Pun hujan yang turun membuat manusia malas beranjak dari kasur mereka. Namun, tidak dengan dua gadis yang sudah memulai pagi mereka dengan perdebatan.

"Dammit! Aku tak bisa melakukannya."

"Tolong bantu aku hm? Sekali ini saja, kumohon!"

"Tidak. Itu keputusan final."

"Oh Ayolah! Kumohon! Aku akan menuruti apapun keinginanmu!"

"Apapun?"

"Oh! Aku akan melakukan semuanya."

"Tidak. Aku tak akan goyah."

Dua gadis itu tengah memperdebatkan sesuatu sejak semalam. Hingga pagi mereka kembali di awali oleh lanjutan perdebatan yang tak kunjung usai itu.

Gadis dengan rambut bergelombang menghela napasnya. "Ah... Aku membencimu kau tahu."

Gadis dengan rambut lurus tersenyum menyadari akhirnya permohonannya akan dikabulkan. "Aku mencintaimu. Kau yang terbaik."

Hujan sudah mulai reda, hanya tinggal rintik gerimis yang menghiasi suasana pagi itu. Seorang gadis berjalan menerobos gerimis setelah turun dari bus. Ia berlarian menuju gedung universitas sembari memeriksa sesuatu di ponselnya hingga ia sampai di koridor melewati gerimis yang sempat mengguyurnya.

"Jennie!"

Gadis itu terdiam sejenak mendengar panggilan itu. "Ah... Ini membuatku gila." Keluhnya yang kini mempercepat langkahnya.

"Hei Jennie!" Seseorang akhirnya menyentuh lengannya, membuat gadis itu memejamkan mata.

Perlahan ia menoleh pada orang yang sedari tadi memanggilnya. Sudut bibirnya sudah terangkat melihat gadis yang kini berhadapan dengannya.

"Astaga! Apa yang terjadi? Kau akhirnya mengganti kacamata dengan softlens?" Ujar gadis yang memanggilnya.

Gadis bernama Jennie Kim itu menganguk. "Oh... Softlens tak begitu buruk, benarkan?"

Gadis itu mengangguk setuju. "Sudah kubilang padamu sejak tahun lalu. Tapi, kau tak mendengarkanku. Akhirnya kacamata bulat besar itu musnah. Kau terlihat jauh lebih baik."

Jennie tersenyum padanya. "Terimakasih."

"Tapi, daritadi aku memanggilmu, kenapa kau hanya mengabaikanku?"

Jennie sontak menggeleng. "Kau memanggilku? Maaf, aku tak mendengarmu." Ujar Jennie beralasan.

"Ah... Kupikir kau mengabaikanku."

"Tidak mungkin." Ujar Jennie membantahnya dengan cepat.

"Kalau begitu, ayo ke kelas! Ada yang ingin kutanyakan padamu terkait materi ujian nanti."

Mendengar itu, Jennie mengangguk lalu menyimpan ponselnya ke dalam saku. "Ayo... Lalisa!"

Mendengar ucapan Jennie, Lalisa kontan menatapnya heran. "Hei! Itu sangat aneh!"

"Apanya?" Tanya Jennie bingung.

"Kau baru saja memanggil nama lengkapku. Kau mau sesuatu dariku?" Tanya Lisa penuh selidik.

Jennie terdiam sejenak lantas terkekeh pelan. "Kenapa kau berpikiran negatif padaku? Apa salahnya memanggilmu begitu?"

Lisa mendecih. "Baiklah. Ayo!"

Akhirnya Jennie dan Lisa beranjak menuju kelas. Mereka duduk mengisi kursi, tapi semua mata tertuju pada mereka, khususnya Jennie. Membuat Jennie menoleh pada Lisa yang duduk di sampingnya. "Lisa, kenapa mereka menatapku?"

Caught In A LieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang