8| The Forgotten Enchantress

177 54 40
                                    


"Ruangan yang akan kau temukan setelah Riddle Room hanyalah berupa ruang kosong, kau dapat melewatinya saja."

"Aku bersumpah tidak akan ada monster di dalam sana, karena entah mengapa mereka menghindari ruangan itu."

Ana kembali mengingat penjelasan yang diberikan Garuda, tepat saat ia berdiri di depan pintu yang selama ini mengunci diri. Daun pintu terbuka setengah membiarkan cahaya terang dari seberang ruangan masuk. Sang gadis kemudian melangkah perlahan. Meski Garuda bersumpah kepadanya, Ana selalu menemukan dirinya tetap awas ketika memasuki ruangan baru.

Ketika seluruh tubuh melewati pintu, kedua mata disambut oleh cahaya lembut yang selama ini bersemayam dengan nyaman di dalam ruangan. Cahaya yang ada di ruangan ini tidaklah menyerang layaknya cahaya yang melewati gambar Burung Lisha. Karena ia masuk dengan lembut dari jendela-jendela tinggi yang memenuhi kedua sisi kanan dan kiri tempat Ana berdiri. Dedaunan yang tertangkap pada setiap jendela pun memberikan gradasi warna lembut pada ruangan. Mulai dari hijau, cokelat, merah, kuning hingga jingga.

Dua baris pilar batu granit menjulang menghiasi ruangan, berdiri tegak setiap lima belas langkah yang diambil oleh Ana. Sebuah ukiran rumit menjalar pada setiap pilar dari bawah hingga tinggi mencapai langit-langit ruangan. Bahkan Ana menemukan langit-langit berbentuk kubah dipenuhi oleh keramik pucat dengan beberapa noda koral. Warna yang bercampur dalam ruangan ini memberikan nuansa menenangkan bagi siapa pun yang berkunjung.

"Ruangan apa ini sebenarnya?" tanya Ana sambil mengambil langkah awas dan pandangan yang menjelajah setiap sisi ruangan.

Ketika ia menghampiri salah satu jendela, seperti biasa, tidak ada hal yang dapat ia tangkap. Karena kini kaca yang menghiasi setiap jendela memiliki tekstur yang dapat membuyarkan gambar dari luar. Hanya dedaunan dari pohon terdekat saja yang mampu tertangkap.


Ruangan ini lebih pantas disebut sebagai lorong. Karena sudah belasan pilar Ana lewati di mana masih terdapat ratusan lagi di depan sana. Sangat sulit menemukan ujung ruangan. Hal ini hanya membuatnya kembali awas, terutama mengingat pengalaman di lorong tidak berujung yang mampu mempermainkan perjalanan.

Ana kini memperhatikan sekitar lebih teliti, mencari setiap sisi yang mungkin berbeda untuk mendapatkan jalan keluar. Namun, tepat saat ia melirik ke arah jendela, tepian matanya menangkap sebuah siluet di tengah lorong. Instingnya berteriak, yang menarik tubuh dengan segera bersembunyi di salah satu pilar terdekat.

Ia mengintip dari tepi pilar, berharap mendapatkan siluet yang barusan ditangkap. Namun, ruangan ini tetaplah kosong. Setelah memeriksa setiap sisi dan yakin bahwa tidak ada siapa pun selain dirinya. Ana kemudian keluar dari pilar. Di mana di saat yang sama sebuah siluet dari kejauhan juga berdiri menatapnya.

Ia mengutuk keras dalam hati yang membiarkan dirinya tertangkap makhluk misterius dan dengan cepat kembali bersembunyi. Perlahan ia tarik kepala dan menangkap makhluk yang berada jauh di depan sana pun ikut menoleh dari balik pilar. Rasa awas dan hati-hati dari makhluk misterius membuat Ana berpikir. Mungkin makhluk ini juga sama takut dengan dirinya.

Berbekal rasa percaya diri, Ana memutuskan keluar dari tempat bersembunyi dan berjalan mendekat, menunjukkan bahwa dirinya sama sekali tidak berbahaya. Sambil sesekali menguatkan hati bilamana semua ini tidak berjalan sesuai dengan perkiraan. Niat itu pun disambut dengan baik oleh makhluk yang selama ini bersamanya. Karena makhluk asing kini ikut berjalan mendekat tanpa ada sedikit rasa takut.

For Her Eternal Nights [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang