14| Sweet Redolences Traces

159 38 34
                                    


Rasa manis yang memabukkan menemukan jalannya, demi menemani kesadaran gadis yang sedang mengambang dalam mimpi. Di mana sejauh mata menerawang, ia hanya dapat menangkap sebuah warna yang terlalu sering menemaninya selama ini, yaitu hitam. Namun, hal itu tidak menahan tubuhnya untuk merasakan berbagai gemelitik lembut yang terus mengganggu pikiran.

Kemudian sebuah suara yang selama ini selalu mengacaukan detak jantung, kembali muncul dari memori terdalam.

❝―――

"Aku jatuh cinta padamu, Tuan Putri."

Hanya dibutuhkan satu kalimat untuk membuat jantung itu berpacu dalam kecepatan mengerikan. Namun, Ana yang berada dalam ingatan menerima kalimat itu dengan tanggapan yang bertolak belakang dengannya. Karena ia membiarkan kalimat itu berlalu begitu saja.

Sebuah keheningan muncul di antara dirinya dengan pria misterius dalam memori.

Tidak tahan pada kecanggungan ini, Ana kemudian menghela napas pelan, "Tapi aku—"

"Aku tahu," jawab pria itu tanpa membiarkan sang gadis menyelesaikan kalimatnya.

"Itulah mengapa aku menyatakan ini kepadamu."

Sang pria kembali menahan kalimat seakan menyiapkan diri pada apa yang akan ia bagi selanjutnya.

"Bersiaplah, karena aku akan membuatmu perlahan jatuh kepadaku."

―――❞

Meski adegan yang terputar hanya meninggalkan sebuah suara sebening berlian yang terpantul-pantul dalam pikiran. Sang gadis sangat percaya ia dapat melihat pria itu tersenyum penuh percaya diri kepadanya.

✦ ✦ ✦

TENG TENG TENG

Ini merupakan pertama kalinya Ana bermimpi, atau mungkin mengingat mimpi yang datang kepadanya. Ia mengangkat tubuh dengan sisa debaran dari mimpi. Di mana kini sibuk mengembang kempiskan dada dengan cepat berharap dapat membuatnya kembali tenang. Tanpa sadar, ia membiarkan sebuah kalimat menyelinap keluar dari mulut.

"Seandainya aku bisa mengingat wajahnya," bisik Ana.

Namun, momen mendebarkan harus cepat ditangkis. Karena wajah Ana menegang dengan cepat saat menyadari keadaannya yang genting ini. Sudah sangat dipastikan sang tengkorak sedang dalam perjalannya menuju kemari.

Ia memutar otak sangat keras, mencari kemungkinan baginya selamat dari malapetaka. Hingga akhirnya opini berakhir pada dua pilihan. Ia dapat bersembunyi dan menyelinap menghindari sang tengkorak atau memaksakan konfrontasi antara The Executors dengan tengkorak itu. Karena sangat yakin bahwa sosok berzirah adalah monster yang sangat ditakuti oleh semua yang hidup di tempat ini.

Kedua pilihan itu tidak ada yang lebih baik, karena sudah pasti kematian akan menemani setiap pilihan.

"Yang mana pun sama saja, kita lihat mana yang lebih dulu kutemukan. Tempat bersembunyi atau dua monster sialan itu."


Mata Ana kini berkobar penuh tekad yang membuat kegelapan Sleeping Chamber malu melihat sinar yang terpancar dari kedua manik. Dengan hati yang kini semakin bulat, ia menarik jubah yang tidak pernah luput menutupi seluruh tubuh. Namun, mendadak tubuhnya membeku akibat sentuhan asing yang ia rasa pada jemari kiri.

For Her Eternal Nights [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang