16| A Breeze of Freedom

132 39 31
                                    


TENG TENG TENG

Ana kembali membuka mata, menatap sang jurang dengan pandangan kosong. Karena ia baru saja menghabiskan kehidupan di mana waktu kembali menelannya tepat beberapa langkah menuju pintu kaca. Meski bisa saja itu hanya ilusi yang bermain di tengah perjuangan melawan kantuk. Ia kemudian memaksa napas keluar, didorong rasa kesal.

"Yah, setidaknya aku harus berterima kasih tidak mendapatkan kematian menyakitkan lain."

Tepat ketika ia menarik tubuh keluar dari ranjang besar, sebuah suara asing menyelinap masuk dari sela pintu hingga menggapai telinga.

"... hahaha ...."

Itu adalah tawa seorang wanita.

Tubuh sang gadis membeku. Karena ini adalah pertama kali baginya. Bukan sebuah suara yang terputar dari memori di dalam kepala, tetapi suara senyata harum mawarnya. Suara yang membuatnya bersemangat dan di saat bersamaan gemetar pada monster baru lainnnya yang muncul.

"... hahaha ...."

Sebuah tawa kembali terdengar berasal dari suara yang berbeda. Seakan dua wanita sedang bercengkerama riang di luar sana. Ana berdiri perlahan menarik jubah dan menggenggam bunga dengan erat, kemudian berjalan mendekati pintu. Ia tempelkan telinga rapat-rapat pada daun pintu yang terasa dingin ketika tersentuh.

"... Benar. Kau pasti tidak akan percaya," ucap wanita pertama.

Wanita ini menggunakan nada nyaring setiap kali berbicara. Suara unik inilah yang membuat Ana mudah untuk membedakan suara itu dengan yang lainnya. Bagai bertukar gosip, berbagai tawa saling tumpang tindih berjalan melewati pintu Sleeping Chamber. Ana kemudian mendengar balasan dari wanita lain, memiliki suara yang lebih berat dibandingkan wanita pertama.

"... Benar-benar luar biasa! Hahaha ..." jawab wanita kedua dengan sangat antusias.

Kini balasan itu sedikit menjauh dari Sleeping Chamber, membuat Ana perlahan membuka pintu dan mencari asal suara.

"A-astaga ...."

Suara wanita baru tertangkap pendengaran Ana. Ia bergetar dengan nada yang lebih lemah dibandingkan wanita lain. Ana menajamkan pendengaran untuk menangkap sumber, yang kemudian menariknya menuju lorong pada sisi kanan.


Sang gadis kembali berjalan mengikuti rute yang ia lalui pada pengulangan sebelumnya. Setelah ratusan langkah berhamburan di belakang, sorot-sorot cahaya kembali menyerangnya dengan sangat kuat. Ia pun membalas dengan tatapan tegas, membiarkan kedua manik safir terbiasa pada cahaya yang menyakitkan mata. Tepat ketika ia mengambil langkah, suara yang selama ini ia cari kembali tertangkap.

"Yang benar! Aku tidak pernah tahu ia melakukan hal itu!" teriak wanita kedua dengan histeria yang menggebu.

Ana menghentikan langkah kemudian menyapu lorong di hadapannya dengan sangat teliti. Sekuat tenaga mencari berbagai bentukan yang bersembunyi dalam gelap. Namun, usahanya sia-sia. Tidak ada apa pun di lorong ini selain dirinya, meski sangat percaya suara yang terdengar nyata itu berasal dari sesuatu jauh di depan sana.

Setelah mengembuskan napas kasar, Ana memulai kembali langkah hati-hatinya. Menyembunyikan tubuh mugil dalam gelap dan berusaha keras menghindari sentuhan cahaya.

For Her Eternal Nights [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang