Istana ini sangat senang sekali bermain dengan cahaya. Bagaimana Ana selalu berpindah dari ruangan gelap—sesak akan monster yang diam-diam bersembunyi, menuju hamparan luas penuh akan cahaya hanya dalam satu ketukan nada. Beruntung baginya hal itu tidak menjadi masalah. Karena kedua bola mata sangat terlatih untuk menyesuaikan diri dengan cepat.Ini adalah ruang terbuka dengan beragam tanaman, tumbuh dalam petak-petak yang disusun teratur. Membentuk sebuah gradasi warna indah. Di mana kaca-kaca tembus pandang berjejer memagari sekeliling ruangan.
Sebuah rumah kaca muncul dengan ajaib di hadapan Ana.
Bunga dengan beragam bentuk dan warna tumbuh di antara dedaunan lebat. Beberapa kupu-kupu dengan sayap berwarna lembut berpindah dari satu bunga menuju bunga lain, berpesta ria pada banyaknya nektar yang dapat mereka panen. Angin ringan menemani setiap langkah makhluk yang ada di tempat ini, menari lembut dalam alunan lagu bisu. Aroma manis ikut terbawa di tengah tarian, membuat Ana hampir terbuai oleh rasa yang memabukkan.
Pemandangan ini sangat jauh dari kata bengis maupun busuk, layaknya banyak tempat pada ribuan kematian lalu. Sangat mustahil baginya membayangkan monster menyeramkan keluar dari petak-petak bunga indah ini. Kepercayaan itu yang meyakinkan Ana untuk menelusuri jalan setapak. Tersusun oleh batu poles tidak beraturan dengan rerumputan lembut menghiasi tepi jalan.
"GRAAAAAA!"
Auman Razor membuat Ana dengan cepat berbalik. Ia menangkap Razor, Eyeman dan Hecatoncheires yang menahan diri di ambang pintu, menghindari setiap cahaya yang mungkin menyentuh tubuh mereka.
Ana mengambil langkah kembali menuju pintu dan menarik napas panjang sebelum membuka mulut.
"Aku tidak tahu apakah aku akan kembali," jelasnya.
"Terima kasih sudah menemaniku sejauh ini." Ia menutup kalimat itu dengan senyuman.
Itu adalah senyuman indah yang pertama kali ia bagi kepada monster-monster menakutkan ini. Membuat ketiganya sempat bergetar halus saat menatap langsung pemandangan menakjubkan itu. Tidak lama, Eyeman pun dengan cepat membungkuk dan mundur tertelan gelap bersama dengan Hecatoncheires. Ana sempat melihat sebuah lengan terakhir yang tertinggal, melambai lembut kepadanya saat ratusan lain menarik gumpalan itu masuk ke dalam gelap. Meninggalkan Razor yang kini berdiri dengan ketiga pasang mata terpaku pada sang gadis.
Keduanya saling bertukar pandang, dari sebuah sosok indah dibalut penuh oleh cahaya keemasan kepada sebuah sosok kabur dalam gelap. Selalu ada momen di mana Ana percaya ini adalah yang terakhir bagi keduanya. Namun, hingga saat ini ia selalu kembali membuka mata pada ketiga pasang Ruby yang tidak pernah absen menyapanya.
Kini sebuah perasaan mengganjal sebesar buah apel mencekik di dalam dada ketika menatap monster berlendir itu. Dalam ratusan pengulangan, Ana selalu ingin mengajaknya keluar dari tempat ini. Namun, ia tidak pernah membiarkan kalimat itu menyelinap keluar. Karena Razor yang selalu berlindung dalam gelap membuatnya takut pada apa yang akan ia temukan ketika cahaya menyentuhnya.
'Aku tidak akan pernah sanggup melihatnya,' batin Ana.
Setelah menyimpan satu kalimat yang mampu membakar dada, Ana menarik tubuh meninggalkan monster itu di belakang. Sangat menyadari ia akan menyesali perpisahan tersebut. Namun, Ana harus memutuskan ikatan bisu ini. Karena akan sangat sulit bagi sang gadis bila ia harus melihat satu-satunya monster yang ia simpan dalam hati menghabiskan napas demi dirinya.
![](https://img.wattpad.com/cover/297069149-288-k290893.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
For Her Eternal Nights [END]
Misterio / Suspenso[Reading List WIA Indonesia Periode #5] | Dark Fantasy | High Fantasy | Thriller | Adventure | Dalam gelapnya malam, seorang gadis terbangun dari mimpi untuk menemukan mimpi buruk yang terus menghantui. Tidak ada cahaya yang memandu di dalam istana...