12| Bowing to Sovereignty

162 46 47
                                    


PERHATIAN!
Bab ini mengandung adegan bunuh diri.

Jika kalian atau orang di sekitar kalian membutuhkan bantuan silahkan hubungi layanan pertolongan resmi:
Layanan konsultasi kesehatan mental di 119 ext. 8
Call Center Halo Kemenkes di 1500-567
Pula jangan takut untuk berbicara dengan orang terdekat.

Jangan memendam semua sebesar itu dalam tubuh kalian yang kecil, karena kalian tidak pernah sendiri.

✦ ✦ ✦


TENG TENG TENG

Ana terbangun dengan wajah sembab yang kini penuh oleh air mata. Itu adalah mimpi paling buruk yang pernah ia rasa. Tidak ada yang lebih buruk dari pada menyadari bahwa semua kengerian yang masih segar terputar di dalam kepala itu adalah kenyataan. Di mana tulang-tulang tua yang bersukacita menyiksanya adalah monster yang harus ia hadapi untuk dapat keluar dari tempat ini.

"AAAAAAAAAAA!"

Histeris pada kenyataan, ia lempar bantal empuk penuh bulu ke hamparan gelap dan menendang-nendang selimut dengan semua frustasi.

"Tidak!"

"Tidak lagi!"

Ana kemudian meremas rambut bergelombang itu, tertekan oleh takut dan amarah.

"Hentikan! Hentikan sekarang juga!"

"Kumohon!"

"...."

"... siapapun ... kumohon, tolong aku ...."

Tangis meledak dan jiwa itu kembali hancur.

Tidak lagi mampu berpiki jernih akibat frustasi yang memakan logika, mata sang gadis menjelajah liar tidak memiliki tujuan pada apa yang ia cari. Kemudian kedua bola mata hampa berhenti saat menangkap kotak besi. Sang gadis meraih cepat kotak yang tersimpan pada meja kecil tepat di samping ranjang. Tangan mungil yang bergetar membuang semua yang tidak berguna hingga ia berhenti pada satu benda.

"... akan kuhentikan ... semuanya ...."

Ia genggam benda itu erat, dengan bagian runcing mengarah pada leher terbuka. Tanpa ragu dia menancapkan gunting—yang tidak diketahui ketajamannya—menusuk dalam leher. Di mana darah mengalir deras dari luka yang terbuka. Rasa sakit tidak lagi menahan sang gadis. Siksaan yang monster sialan itu berikan satu kematian yang lalu menghancurkan segala yang masuk akal di dalam kepala mungilnya.

Meski begitu, darah yang mengalir cepat membuat seluruh tubuh bergetar. Dengan kedua tangan, tanpa sedikit pun keraguan, ia kemudian menarik gunting melingkari leher. Sebuah luka besar perlahan terbuka, menghasilkan pemandangan menakutkan di permukaan mulus leher seorang gadis. Darah kini mewarnai setengah ranjang, menenggelamkan tubuh mungil sang gadis dalam lautan darah.

'... cukup ... jangan lagi ... kumohon ....'

'... biarkan ini menjadi yang terakhir ....'

Belum sempat satu sayatan besar berhasil ia buat, kesadaran kembali menyelinap keluar. Beban gaya menarik tubuh itu kembali berbaring di atas ranjang dengan darah yang tidak berhenti mengalir dari luka mengerikan.

For Her Eternal Nights [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang