"ROSE!"
"Astaga!. Lisaaaaaaa!", geram Rose lantaran Lisa mengagetkannya. Sedangkan si Lisa sendiri malah senyum-senyum tanpa rasa bersalah.
"Maaf. Habisnya kau melamun terus. Kenapa?, ada masalah?"
Lisa kini sudah duduk di kursi kosong samping Rosd yang sebelumnya di huni Jason namun beberapa hari ini laki-laki itu tak berangkat dengan alasan yang teman kelasnya tahu adalah karena faktor kelelahan alhasil badan Jason drop dan tak berangkat sekolah.
Rose yang ditanya hanya menggeleng seraya membuang nafas pelan. Setahu dia Jason hari ini berangkat karena tadi malam Jason yang mengabarinya besok ia sudah mulai berangkat sekolah. Namun kenyataannya sudah akan memasuki jam pelajaran pertama, eksistensi pria itu tak terlihat sedikitpun. Pagi tadi Rose sudah menawarkan diri untuk berangkat sendiri namun Jason menolaknya. Karena takut Jason risih jadi Rose berangkat sendiri. Akan tetapi pria itu tak datang-datang.
"Rose!", lagi Lisa sedikit menyentak bahu Rose karena wanita itu kembali melamun mandang pintu sana.
"Kau kenapa?. Hisss tak lucu jika ada kabar primadona sekolah kerasukan setan kelas"
Rose menggeleng dengan senyuman manisnya mencoba mengintrupsi temannya itu bahwa dirinya tak apa.
"Bu Gina datang!, Bu Gina datang!"
Suara anak kelas dari luar yang masuk memberi tahu bahwa guru jam pertama sudah datang. Rose menghembuskan nafas pelan. Melirik sekejap pada kursi sampingnya yang kosong. Laki-laki itu tidak berangkat lagi, kenapa?, batin Rose menanyakan hal itu.
Kegiatan belajar mengajar berlangsung dengan teratur hingga akhirnya kini kegiatan jam belajar mengajar sudah selesai. Melelahkan karena ia mendapat sedikit jam tambahan sebagai persiapan ujian akhir semester, lebih tepatnya ujian untuk kelulusannya.
Langit sore dengan semburat sinar oranye tercetak indah. Angin menyejukan terasa hangat saat menyapa kulit. Hiruk piruk lalu lalang manusia-manusia cukup memenuhi trotoar pejalan kaki. Mereka yang santai ataupun yang tengah gugup mewarnai keriuhan di sana. Seperti sekarang Rose masuk dalam kategori ketergugupan itu. Kaki jenjangnya mengantarkannya lebih cepat. Berlari membelah lautan manusia, mengejar waktu agar tak ketinggalan bus. Mendengar kabar bahwa Jason masuk ke rumah sakit sontak membuat dirinya terpacu cepat untuk sampai ke sana.
Kini kaki jenjangnya terus melangkah mencari ruangan tempat Jason berada.
"Tante....Om..", sapa Rose begitu pelan pada dua sosok yang merupakan orang tua Jason. Kiran yang merupakan ibu Jason langsung memeluk Rose. Air matanya tumpah kembali dalam pelukannya itu. Rose coba menenangkannya dengan mengusap lembut punggung Kiran. Kiran sangat memahami seberapa dekat putranya dengan Rose. Ia bahkan tahu mengenai perasaan anaknya dengan sosok wanita yang tengah dalam pelukannya. Jason sering kali bercurah kata dengannya. Bagaimana mulai ketertarikannya dengan Rose dan sampai putus asa bahwa wanita itu sudah memiliki kekasih. Karin tahu itu dan dia sebagai sosok ibu hanya bisa memotivasi anaknya. Cinta pada masa remaja memang berwarna. Kiran paham itu.
Perlahan pelukan itu dilepas Kiran.
"Jason habis di operasi nak. Tadi pagi Jason benar-benar drop. Maaf tante baru memberi tahumu", ucap Kiram begitu lembut.
Rose mengangguk dengan senyum hangatnya. Ia tak menyalahkan siapa-siapa. Dirinya paham dengan situasi yang sedang berjalan.
"Tante tak usah khawatir dengan itu. Tante harus percaya bahwa Jason akan sembuh"
Rose benar-benar harus menguatkan diri. Ia memandang pintu kaca yang dapat terlihat samar-samar keberadaan Jason yang tengah berbaring dengan alat-alat medis di badannya. Sungguh hati Rose sangat elu melihat itu. Ia sungguh tak percaya dengan apa yang tengah terjadi sekarang ini. Kenapa rasanya begitu tiba-tiba?. Bukankah kemaren Jason masih sehat-sehat saja. Bukankah kemaren dirinya masih tertawa bersama dengan ringannya.