Note: chapter ini full masa lalu ya. Jangan kaget liat Xiao tingkahnya agak beda. Justru aneh kan malah klo dia gak beda sama sekali?
A Long Time Ago, Y/N POV
"Tidakkah kau memiliki urusan denganku?"
"Tidak, aku hanya kebetulan lewat," balasnya.Lantas, aku melipat tangan dan mengetukkan telapak kakiku ke tanah dalam tempo statis. Itulah yang selalu dia katakan. Tetapi, nyatanya ini adalah keempat kalinya aku menemukan dia berkeliaran tak jauh dari desa tempatku tinggal selama seminggu terakhir. "Tidak seperti beberapa tahun yang lalu, sekarang para monster sudah pergi sehingga daerah ini terbilang aman. Itu jawabanku jika kau sedang mencari sesuatu untuk diburu," ucapku sebelum sedikit memiringkan kepala dan tersenyum miring. "Atau mungkinkah ada ancaman yang lolos dari pengawasanku?" lanjutku.
Xiao segera mengeraskan rahangnya dan melirik ke arah lain. "Tidak," ucapnya singkat. Sementara itu, aku menyipitkan mataku dan lanjut berpikir sehingga satu kemungkinan muncul di kepalaku. "Xiao, mungkinkah..." aku menutup mulutku yang hampir tertawa menggunakan punggung tangan sebelum melanjutkan. "...karena kami sedang dalam musim panen, kau diam-diam tergoda dengan buah-buahan yang lezat itu. Benar, bukan?" aku sendiri tidak tahu dari mana asalnya ide ini, karena aku sungguh tidak mengerti apa yang dia pikirkan.
"Apa?" kali ini Xiao justru mengerutkan alis dan menatapku tajam. Jadi, bukan itu? Baiklah, aku menyerah. "Kalau begitu, alasan apa yang membuatmu berkeliaran di sini selama beberapa hari terakhir?" ucapku setelah menghela napas cukup panjang. "Tidak ada," jawabnya singkat dan datar. "Hmmm," aku bergumam tidak jelas selagi menatapnya lekat-lekat, membuatnya memasang ekspresi waspada meski tipis. "Baiklah. Karena kau sudah di sini, ingin berkunjung saja ke gubukku?" tawarku pada akhirnya. Tanpa kusangka, tidak seperti sebelum-sebelumnya dimana dia langsung menjawab, kali ini Xiao mengambil waktu yang cukup lama untuk terdiam. Sebagai gantinya...
Kruuuuk!
Aku bersumpah itu bukan suara perutku.
"Heheh," aku jelas-jelas terkekeh di depannya. Namun, tidak seperti reaksi kebanyakan orang, wajah Xiao tetap tanpa ekspresi seolah tidak terjadi apapun. Apa ini? Apa dia biasa kelaparan? "Ehm! Omong-omong, aku memiliki makanan di gubukku. Datanglah dan makan sampai kau kenyang. Jangan khawatir, tempatku berada di ujung desa. Jika langsung berteleport, kita tidak akan bertemu satupun mortal, dan tidak akan ada yang tahu bahwa kau datang," aku tersenyum tipis dan mengulurkan tangan kananku padanya. Xiao memandang uluran tanganku dengan mata setengah membulat. Pelan, ia berbicara ragu. "Apa tidak masalah?" katanya. Lagi-lagi, pertanyaan seperti itu.
"Tentu saja tidak masalah. Ayo," aku menegaskan uluran tanganku. Meski Xiao terlihat sedikit terkejut, pada akhirnya dia meletakkan tangannya di atas tanganku. Tepat saat telapak tangan kami bersentuhan, aku menggenggamnya cukup erat dan melebarkan senyum. Dalam satu kedipan mata, kami sudah berada di dalam gubukku. Aku segera menarik salah satu kursi makanku dan menyilakannya duduk. Secara garis besar, aku hanya memiliki meja makan kecil dengan dua kursi berhadapan. Tidak ada seorangpun yang pernah menduduki kursi kedua sebelumnya, jadi kuharap benda itu tidak terlalu lapuk hingga berakhir patah saat Xiao duduk di atasnya.
Setelahnya, aku berderap mengambil simpanan buah-buahanku, masih sangat segar setelah dipanen hari ini. Aku meletakkan buah-buah itu di atas sebuah piring kayu yang berukuran lebih besar dibanding lainnya, mengambil dua pisau bersih dan dua piring kecil. Ketika aku berbalik dan melangkah menuju Xiao, aku mendapatinya memandangi seisi ruangan dengan mata penasaran layaknya seorang bocah. Mungkinkah ini pertama kalinya dia memasuki tempat seperti ini? Aku memilih untuk menahan komentarku di ujung lidah dan duduk di hadapannya.
"Mereka semua mengatakan bahwa masakanku adalah bencana, dan aku setuju dengan itu. Karena itu aku tidak memiliki makanan hangat di sini," aku memberinya sedikit penjelasan ketika meletakkan piring kecil dengan pisau di depannya. Xiao sendiri tidak membalas ucapanku, dan aku tidak merasa kaget. "Makanlah," ucapku, hendak mengambil sebuah apel dari atas piring. Hanya saja, seluruh gerakanku terhenti ketika Xiao mengambil apel lain dan menggigitnya dengan ganas. Aku bahkan ragu dia mengunyah terlebih dahulu sebelum menelan gigitan besar itu. Dan tidak sampai setengah menit, apel itu sudah lenyap sepenuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Torch ( Xiao x Reader ) -Genshin Impact Fanfiction-
FanfictionMereka mengatakan hal-hal mengerikan tentang pemuda itu. "Dia sudah merenggut jutaan nyawa." "Bukankah dia mantan bawahan dewa 'itu'? Kalau begitu dia tidak pantas berada di sini." "Kudengar dia adalah pertanda buruk." "Apa yang sebenarnya tuan kita...