Prompt hari kedua belas:
[ Buat cerita dengan kalimat pembuka, "Apakah takdir bisa diubah?" ]
------
"Apakah takdir bisa diubah?"
Kedua mata Moneta mengerjap cepat saat Hannah tiba-tiba bertanya kepadanya. Sahabatnya itu memang kadang-kadang bisa melontarkan pertanyaan-pertanyaan aneh saat mereka sedang bersama. Siang itu, Hannah sedang mampir ke rumah Moneta. Tidak ada hal khusus yang sedang mereka lakukan. Mereka berdua tengah sibuk membaca buku-buku masing.
Persahabatan kedua gadis itu bermula karena buku. Hanya ada satu toko buku di kota mereka. Hannah dan Moneta bertemu di rak buku cerita anak-anak. Waktu itu, keduanya memiliki ketarikan yang sama pada cerita mitologi yunani. Pada masa itu, tidak banyak anak yang suka membaca. Anak laki-laki lebih suka bermain game, sedangkan anak-anak perempuan lebih senang menonton serial televisi.
"Kenapa kau tiba-tiba bertanya?" tanya Moneta begitu berhasil menguasai diri. Pertanyaan Hannah barusan membuatnya teringat pada kejadian-kejadian yang menimpanya beberapa bulan terakhir.
Andai Hannah bertanya enam bulan lalu, mungkin Moneta akan menjawab dengan mantap bahwa mereka bisa mengubah takdir. Namun sejak pertemuannya dengan Jovis, banyak hal yang berubah pada diri Moneta. Ingatan-ingatan pendahulunya mengalir makin deras tiap malam. Membuat Moneta tidak lagi dapat menyangkal segala penjelasan Jovis.
"Aku penasaran. Kalau memang aku ditakdirkan menikah dengan Liam, buat apa aku main tarik ulur untuk membuat Liam penasaran seperti ini? Bukankah dia akan tetap jatuh cinta kepadaku walau aku bersikap biasa saja?"
"Bagaimana kalau ternyata keputusanmu untuk membuat Liam penasaran justru adalah bagian takdir?" Moneta balik bertanya. Dia sendiri sedikit kaget ketika kata-kata itu keluar dari bibirnya.
Bibir Hannah sedikit membuka. Kedua bola matanya berkilat-kilat, menyiratkan bahwa dia sedang memikirkan pertanyaan baik-baik.
"Jadi, menurutmu hidup kita sudah diatur oleh takdir? Manusia tidak punya kehendak untuk memilih apa yang ingin dia lakukan?" Hannah sedikit menelengkan kepalanya. Matanya menatap Moneta dengan sorot ingin tahu. Gadis itu tidak menyangka Moneta akan menanggapinya dengan begitu serius.
Moneta terdiam. Kalimat Jovis tempo hari telah menggantung di ujung lidahnya. Otak Moneta telah merangkai penjelasan tentang bagaimana keputusan-keputusan yang diambil akan menentukan jalan yang akan mereka lewati, walaupun tempat yang mereka tuju tetap sama saja. Namun pada akhirnya, Moneta mengurungkan niatnya. Dia sedang tidak ingin berdebat dengan Hannah.
"Entahlah. Aku tidak tahu." Moneta mengangkat bahu. "Tadi, aku hanya sekadar bertanya saja karena aku sendiri pun penasaran.
Untungnya, Hannah tidak mengejar lagi. Gadis itu kembali disibukkan dengan novel romantis yang sedang dia baca.
Tiba-tiba, Moneta merasa jantungnya berdebar. Sebuah pertanda bahwa Jovis telah kembali pulang ke rumah. Moneta tidak ingat tepatnya mulai kapan, tetapi kini dia seakan selalu mendapat sinyal saat Jovis berada di dekatnya. Seperti ada koneksi khusus yang menghubungkan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stories That She Will Never Forget
General FictionHidup Moneta begitu tenang, setenang kota kecil yang ditinggalinya. Moneta tidak pernah bosan dengan rutinitas yang dijalaninya. Berbeda dengan remaja sebayanya yang menanti-nantikan masa di mana mereka bisa meninggalkan kota, Moneta tidak masalah j...