BAB 3

19 6 0
                                    

Semuanya kini sudah menunggu di kursi koridor. Bibir Muzzaki tak luput dari doa dan zikir sedari tadi. Sementara Ambar dengan wajah murungnya.

“Mas, kamu jangan sedih ya. Alizeh bakalan selamat, kok.” ucap Ambar mencoba menenangkan.

“Bik Siti, Kak Alizeh sembuh kan?” tanya Alzana yang duduk di sebelah Bik Siti. Yup, dari kecil Alzana memang dekat dengan Bik Siti daripada dengan Ambar---ibunya sendiri.

“Iya, non. Non Alizeh pasti sembuh. Bibik yakin itu. Non Alizeh itu anak yang kuat.” Jawab Bik Siti.

Bik Siti juga sedari tadi berdoa untuk majikannya itu. Meskipun majikan nya itu galak, suka marah-marah kepadanya, dan suka memerintah dengan tidak sopan, namun Bik Siti meladeninya. Karena ia tau, sikap Alizeh seperti karena memang tidak pernah mendapatkan pendidikan dan kasih sayang yang lebih.

Tak lama kemudian, dokter dengan stetoskop di lehernya keluar dari ruang UGD. Sedetik kemudian, Muzzaki langsung saja berdiri dari duduknya. Ambar ikut berdiri.

“Gimana keadaan anak saya, dok?” tanya Muzzaki tak tenang. Jantungnya kini sudah berdegup sangat kencang lagi.

“Alhamdulillah.. anak bapak masih bisa terselamatkan. Untung saja nadi nya tidak terputus. Hanya saja tadi hanya kekurangan darah saja. Tapi bapak tenang saja, sekarang dia sudah pulih. Tadi kami mengambil dari bank darah.” jelas dokter tersebut.

“Tapi kalian jangan boleh menjenguk pasien dulu. Biarkan pasien beristirahat terlebih dahulu.” lanjut dokter.

Hembusan nafas Muzzaki, Bik Siti, dan Mang Asep menjadi lega. Alzana tersenyum kegirangan mendengar hal itu. Semuanya bahagia, terkecuali Ambar yang merasa sedikit kecewa. Padahal dia kira dia akan menang. Rasa senangnya berubah menjadi kekecewaan setelah dokter itu keluar.

“Alhamdulillah ya Allah.. Terimakasih ya Allah..” ucap Syukur Muzzaki.

“Iya, tuan. Alhamdulillah, non Alizeh akhirnya pulih.” ucap Bik Siti dan Mang Asep bersamaan.

“Lah? Kok situ niruin sini?” ucap Bik Siti sewot.

Saha juga yang ngikut situ?” bela Mang Asep.

“Lah situ tadi. Gimana teh iyee?”

“Sudah-sudah. Jangan bertengkar.” lerai Muzzaki.

“Ayah, jadi aku sudah boleh menemui Kak Alizeh?” tanya Alzana dengan muka polosnya.

“Nanti ya, sayang.” ucap Muzzaki sembari mengelus lembut kepala Alzana gang terbungkus hijab.

***

Alizeh mengerjapkan matanya beberapa kali. Langit-langit berwarna putih yang pertama kali ia lihat, bau obat-obatan tercium di indra penciumannya. Tangannya yang di infus, dan ranjang putih kecil. Ia yakin bahwa dirinya berada di rumah sakit. “Kenapa gue disini?” tanyanya.

Ia terdiam sejenak, ingatan kemarin malam terlintas di kepalanya. Bagaimana dirinya yang sudah emosi dan ingin mencoba melenyapkan diri.

Ceklek..

Alizeh menatap datar pada Papanya yang masuk. Jujur saja, di dalam hatinya masih ada rasa sakit pada Papanya. Tangannya mengepal kuat, menahan emosi nya.

“Gimana? Udah sehat?” tanya Muzzaki basa-basi.

“Manurut Papa gimana?” respon Alizeh dingin.

“Maafin Papa, ya.. Papa belum bisa jadi Papa yang baik buat kamu. Tapi papa akan usahakan agar bisa menjadi yang kamu impikan.” ucap Muzzaki pada intinya.

“Papa nggak usah minta maaf. Aku tau kok, setelah permintaan maaf ini, papa bakalan ngulangim lagi.” ketus Alizeh. “Seharunya aku nggak usah dibawa kesini. Biar mati aja sekalian.” lanjutnya. Nadanya masih saja ketus.

“Al...” lirih Muzzaki.

“Aku tau kok, yang Papa sayang selama ini cuma istri Papa. Dan siapa itu.. Ng.. si cewek sok alim itu. Arsyila.” ucap Alizeh mengeluarkan uneg-uneg nya.

“Bukan gitu, Al, Papa cuma mau pengen kamu menjadi anak yang baik. Papa nggak bermaksud beda-beda in kamu sama Arsyila.” balas Muzzaki.

“Loh? Aku nggak ngomong kalo aku di banding-bandingin lho sama cewek sok alim itu.” ucap Alizeh. “Berarti dugaan aku bener selama ini. Papa cuma sayang sama Arsyila sama Alzana kan?” Air mata Alizeh yang sedari tadi dibendung akhirnya mengalir.

“Papa kemarin nampar aku, dan papa nggak pernah sekalipun nampar Arsyila. Bukti apa lagi, Pa?! Apa?!” bentak Alizeh ditengah isak tangisnya.

“Oke, Oke, Papa emang nggak pernah nampar Arsyila, karena emang dia anak baik. Dia nggak pernah bandel dan nakal kayak kamu yang nggak bisa diandalkan. Kamu nggak bisa menjaga kehormatan Papa. Kamu nggak bisa menjadi anak yang sopan, dan baik!!” kini Muzzaki yang sudah terbawa emosi.

“Apa kamu nggak pernah berfikir untuk berubah?! Kamu keras kepala, dan hari ini papa bilang, PAPA MALU PUNYA ANAK KAYAK KAMU!” lanjut Muzzaki sembari menekan kalimat terakhir nya.

Ada rasa sesak dan sakit di hati Alizeh ketika Papanya mengatakan hal tersebut. Air matanya mengalir lagi, dan ia segera menghapusnya. “Oh, akhirnya Papa ngaku juga. Bagus..” sulit sekali untuk melanjutkan kalimatnya. Ia menggigit bibirnya menahan Isak tangisnya. “Bagus, akhirnya nggak ada yang disembunyikan lagi.” lanjutnya.

“AKU BENCI SAMA PAPA!!!” teriak Alizeh meluapkan semuanya. Ia sudah tidak tahan kali ini. Rasanya benar-benar sakit sekali.

“PERGI! KAMU BUKAN PAPA AKU!”

“Alizeh! Hentikan teriakanmu itu!” bentak Muzzaki.

Ceklek..

Pintu terbuka, Alzana langsung saja memeluk kakaknya itu. Memeluknya dengan erat. Alzana tau apa yang dibicarakan oleh Ayah dan kakaknya. “Udah kak, kakak jangan nangis...” ucap Alzana sembari mengusapi air mata kakaknya.

“Mas, ada apa?” tanya Ambar.

“Ayo keluar.” titah Muzzaki dengan nada dingin. Ambar mengangguk.

Ada sedikit kebahagiaan di hati Ambar saat ini. Perang antara ayah dan anak sudah mulai. ‘Akhirnya.. kesempatan aku buat nyingkirin anak itu ada juga. Tinggal beberapa langkah lagi, dan aku bakal bisa buat dia pergi dari rumah ini.’ batin Ambar.

“Nak, ayo keluar.” ajak Ambar pada Alzana.

“Nggak mau. Aku sama kak Alizeh aja.” tolak Alzana.

Kenapa Alzana malah nurut banget sama anak haram itu sih?’ batin Ambar kesal, lalu keluar dari ruangan itu.

“Kakak.. kakak jangan nangis ya. Ada aku disini yang selalu menemani kakak.” ucap Alzana kembali memeluk kakaknya.

Hati Alizeh sedikit tenang mendapatkan pelukan dari adiknya ini. Namun ada rasa sedikit nyeri dalam hatinya. Ia tak bisa menjaga adiknya, ia harus membiarkan adiknya mendengar semua kata-kata busuk yang di lontarkan oleh orang-orang dewasa. “Maafin kakak, ya.” ucap Alizeh kembali menangis.

“Kakak jangan nangis.. ini bukan salah kakak. Kak, aku yakin Ayah sayang sama kakak. Bunda, kak Arsyila juga sayang sama kakak.” ucap Alzana.

“Semuanya nggak sayang sama kakak. Kakak disini cuma sendiri. Kakak cuma sendiri.” ucap Alizeh menahan isaknya. Namun tetap saja tak bisa.

“Kakak jangan ngomong gitu. Ada aku disini. Udah kak, jangan nangis terus.” Ucap Alzana.

Alizeh tersenyum mendengar kalimat itu. Ia beruntung sekali mempunyai adik. Meskipun adiknya tak terlahir dari rahim ibu kandungnya, tapi sangat ia menyayangi Alzana.

“Makasih, adekku..”

***

GIMANA? SEDIH NGGAK? OH NGGAK? MAAF YA... AKAN AUTHOR USAHAKAN BUAT ENDING YANG LEBIH BAIK LAGI😔

JANGAN LUPA VOTE, KOMENT, DAN SHARE CERITA INI😊 USAHAKAN FOLLOW AKUN AUTHOR JUGA KALI✨

Publish: 17-02-2022

HIJRAHNYA ALIZEH [ON-GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang