BAB 8

19 3 0
                                    

Alizeh menghela nafas berat. Ia lalu memencet bel rumahnya. Semoga saja yang membuka pintu adalah Bik Siti.

Ting.. tong..

Ting.. tung..

Tak lama, pintu rumahnya terbuka. Sesuai harapannya, Bik Siti yang membukanya. Ia bersyukur dalam hati. Malam ini ia malas bertemu dengan Papanya, apalagi Ambar.

“Non Alizeh udah pulang? Ayo masuk, Non. Duh.. bajunya basah kuyup. Non ganti baju dulu sana, biar nanti bibik yang anterin makanan buat non. Non pasti laper kan?” ucap Bik Siti menggebu. Yah, memang seperti itulah Bik Siti. Ia sangat peduli pada Alizeh, meski sering kali Alizeh sering memerintah dan membentak bik Siti.

“Iya, Bik.” ucap Alizeh lalu menuju kamarnya.

Aduh.. kasian pisan Non Alizeh.” lirih Bik Siti.

***

Alizeh membuka lemari pakaiannya. Ia terkejut bukan main melihat isi barang-barang nya semua berubah. Baju-baju nya sama sekali tidak ada. Padahal tadi ia yakin masih menyisahkan kaos ber-sablon Persija, kaos polos lainnya dan celana jeans tiga. Dan kini hanya ada baju-baju gamis dan dan kerudung syar'i yang menurutnya sangat kuno.

“Ihh, kayak mak-mak njir!” desis nya menatap salah satu gamis. “Amit-amit gue pake ginian.” lanjutnya.

Hatinya tertusuk ketika ingatan itu mulai muncul kembali. Ia langsung saja menutup lemarinya. “Gu.. gue gak mau pak.. pake baju.. baju itu.” monolog nya gagap. Entah kenapa ia tidak suka dengan pakaian itu.

Tok.. tok.. tok..

“Non, non ada di dalem kan?”

“Masuk, Bik..! Pintunya gak di kunci!” teriak Alizeh.

Pintu terbuka, memperlihatkan Bik Siti dengan nampan di tangannya yang berisi sepiring ayam balado dan segelas es jeruk.

Bik Siti terkejut melihat Alizeh masih belum mandi, bahkan belum mengganti pakaiannya. Bik Siti meletakkan nampannya di nakas. “Non, kok belum ganti baju?” tanya Bik Siti.

“Aku nggak mau pake baju-baju itu.” jawab Alizeh.

“Tapi, Non.. itu perintah Tuan. Besok kan Non ke pesantren. Jadi harus pake baju syar'i.” ucap Bik Siti. “Coba dulu, Non. Pasti cocok banget.” lanjut Bik Siti.

Alizeh menggeleng. “Nggak. Aku nggak mau.” ucapnya. “Bik, baju-baju aku yang tadinya ada di lemari kemana sekarang?” tanya Alizeh.

“Udah dibakar sama Tuan.” Bik Siti menundukkan kepalanya.

“Sial!” umpat Alizeh. “Satu pun nggak ada?”

“Nggak, Non.” jawab Bik Siti.

“Yaudah, aku pake tuh baju.” pasrah Alizeh. Daripada malam ini ia kedinginan memakai pakaian basah kuyup.

Mendengar hal itu, Bik Siti mengangguk senang. Akhirnya nyonya muda nya mau menuruti orang tuanya.

Alizeh membuka lemari pakaiannya. Ia melihat-lihat gamis yang akan ia gunakan. Ia mengambil gamis berwarna kuning polos dengan bordir berwarna hijau. “Aku ambil ini.” ucap Alizeh. Mau tak mau ia harus memakai pakaian ini.

Tak lama setelah di kamar mandi, Alizeh keluar dengan gamis kuning. Bik Siti tersenyum lalu menghampiri Alizeh. “MasyaAllah.. cakep pisan atuh Non Alizeh..” puji Bik Siti sembari tersenyum.

“Cakep darimana sih, Bik? Tuh liat, jadi kayak mak-mak kan jadinya.” kesal Alizeh menatap dirinya dari pantulan kaca.

“Kata siapa atuh? Orang cakep gini dibilang kayak mak-mak. Ini mah kayak bidadari surga atuh..” ucap Bik Siti.

HIJRAHNYA ALIZEH [ON-GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang