BAB 9

21 2 1
                                    

Kini jam menunjukkan pukul 06:12. Alizeh memutuskan untuk bermain handphone nya sembari menunggu teman-teman nya datang. Dan saat ini adalah saat terakhir dirinya menggunakan benda pipih itu.

Alizeh berdecak kesal ketika satu notifikasi pemberitahuan bahwa baterai handphone telah habis muncul. “Laknat!” umpatnya.

Lalu ia pun beralih mendekati nakas, dan men charger handphone nya. Sebelum ia melangkah ke tempat tidur lagi, matanya tertuju pada kain putih polos yang tak terlipat rapi. Ia baru ingat bahwa kemarin malam pria itu memberikannya sorban untuk menutupi sebagian auratnya, namun ia malah melepasnya saat didalam taksi.

“Bik Siti..!” Panggil Alizeh berteriak. “Bik Siti..!”

Tak lama kemudian, Bik Siti pun datang. “Iya, Non, ada apa?” tanya Bik Siti.

Alizeh mengambil sorban putih itu dari nakas, lalu memberikannya pada Bik Siti. “Cuciin kain ini, yang bersih. Dilipat yang rapi, terus taru di lemari aku.” titah Alizeh dengan nada datar.

“Ini punya siapa, Non?” tanya Bik Siti penasaran. Pasalnya, dirumah ini tak ada yang memakai sorban.

“Udah lah, Bik, jangan banyak nanya. Sana cuci sorbannya!” ketus Alizeh.

“I.. iya, Non.” ucap Bik Siti lalu meninggalkan kamar Alizeh.

Alizeh kembali membaringkan dirinya di ranjang. Ia malas sekali untuk pergi ke luar. Tiba-tiba pikirannya melintas pada satu orang. Farel. Entah kenapa dirinya tiba-tiba ingin memberitahu Farel tentang kabar bahwa dirinya akan ke pesantren. Sudah empat hari ini Alizeh tak membalas pesan yang dikirim Farel berturut-turut. Jangankan membalas, membacanya pun tidak.

“Gue kasih tau apa gak ya? Tapi.. ntar kalo gue kasih tau, dia bakalan kesini. Ntar masalahnya jadi tambah rumit. Tapi.. gue kan juga pengen ngasih tau gue. Gue jadi merasa bersalah karena kejadian itu.” monolognya bingung.

Tok.. tok.. tok..

“Masuk!” titah Alizeh usai mendengar ketukan pintu dari luar.

Pintu terbuka, mendapati Arsyila disana. “Al, itu temen lo ada diluar. Dicariin tuh.” ucap Arsyila tanpa embel-embel ‘Kak’ seperti biasanya membuat kening Alizeh berkerut, heran. Apalagi Arsyila memakai ‘Gue-lo’ tak seperti biasanya.

“Jadi dibelakang Papa Lo manggil gue tanpa embel-embel ‘Kak’?” tanya Alizeh menyipitkan matanya.

Arsyila menutup mulutnya sendiri. “Ups! Sorry, lagian kan gue nggak pernah Lo anggep adik. By the way, gue emang bukan adik Lo sih.” jawab Arsyila sembari berekspresi dibuat-buat sedih.

“Ternyata dugaan gue bener, ternyata Lo SOK ALIM.” ucap Alizeh sembari menekan kata ‘Sok Alim’.

“Halah. Bodoamat.” ucap Arsyila sembari memutar bola matanya.

“Ngajak gelut Lo?!” kesal Alizeh.

“Bukan saatnya. Udah, Lo temuin temen-temen yang gilanya kayak Lo itu. Dan gue? Gue bakal kuasain jadi anak Papa seutuhnya setelah Lo pergi. Simpel kan?” Pancing Arsyila tersenyum sinis.

Alizeh mengepalkan tangannya erat. Ini bukan saat yang tepat untuk membalas perkataan wanita sok alim itu. Ia tidak ingin Papanya memarahinya lagi dan tidak akan menyuruhnya pulang kerumah ini.“Gue gak peduli.” balas Alizeh sok tak peduli, lalu pergi meninggalkan kamarnya.

Alizeh menuruni anak tangga, ia berjalan kearah ruang tamu. Disana sudah ada Iva dan Kana yang duduk di sofa, dan juga Bik Siti yang menghidangkan minuman dan cemilan untuk Iva dan Kana.

“Kalian lama banget sih? Gue nungguin daritadi.” ucap Alizeh.

Sorry, Al. Tadi kita lagi nyari ini buat Lo.” ucap Iva memberikan sebuah paper bag kepada Alizeh.

HIJRAHNYA ALIZEH [ON-GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang