05. Temaramnya Malam Hari
💮💮💮
"Ada cahaya yang setia menemani. Namun ... Rembulan ini masih merasa sepi."
— Jaevandra —💮💮💮
"Yah, ayo berangkat, ih. Empat puluh menit lagi belnya bunyiii ...." Renatta merengek seraya menarik tangan ayahnya yang sedang melahap roti panggang buatan mama.
"Loh, bukannya kamu berangkat sama Jaevan?" Renatta mendelikkan matanya saat mendengar pernyataan yang keluar dari mulut sang ayah. Perasaan, Jaevan tidak mengatakan apapun sejak tadi malam. Renatta pun merasa, Jaevan lebih pendiam sejak pelukan mereka berakhir. Entah apa yang ada di pikiran pria itu, Renatta sama sekali tidak paham.
Jaevan itu suka sekali melakukan suatu hal secara tiba-tiba. Seperti dulu, saat Renatta sedang tidur siang, tiba-tiba saja pintu kamarnya didobrak oleh Dean, kemudian kakaknya itu menyuruh Renatta untuk bersiap-siap, katanya sih Jaevan mengajak Renatta untuk jalan-jalan, padahal Renatta hanya bertugas untuk menemani Jaevan makan mie ayam yang terletak tak jauh dari rumahnya. Agak membuat Renatta tertekan, tapi tidak apa-apa, sedikit ada untungnya karena dia juga dibelikan dua mangkuk mie ayam oleh Jaevan, juga satu mangkuk lagi untuk Dean.
"Sejak kapan, yah?"
"Tadi malam pas nganter kamu pulang, dia izin ke ayah buat berangkat bareng kamu." Lantas, Renatta menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia hanya mau diantarkan ke sekolah dengan ayahnya, tidak mau dengan yang lain, apalagi dengan Dean, kakaknya yang satu itu bukannya menggonceng dengan tenang dan aman, yang ada malah kebut-kebutan seperti mengajak mati bersama, sangat romantis bukan? Renatta sampai dibuat mual saat sampai di sekolah.
"Nggak mau, ah. Nggak asik."
"Loh? Kenapa gitu? Kan enak, kamu kalau berangkat sama Jaevan, jadi ayah nggak perlu muter balik untuk ke kantor."
"Ya nggak enak aja, yah. Udah kebiasaan berangkat sama ayah soalnya," tutur Renatta dengan wajah yang memelas.
"Sekali-kali bareng Jaevan 'kan nggak papa nak," ujar mamanya yang tiba-tiba saja datang dari arah dapur. Renatta tetap menggeleng seraya mempererat pelukannya pada tangan sang ayah.
"Ndak mau, ih. Kok dipaks—" Belum sempat Renatta menyelesaikan kalimatnya, suara Dean sudah cepat menyela.
"REN, CEPET KELUAR, ADA JEPAN NOH!"
***
"Hehehe. Pagi, cil." Jaevan yang duduk diatas motornya seketika menyengir saat melihat raut wajah Renatta yang tertekuk.
"Ah, lo mahhh. Kenapa nggak bilang-bilang, kalau lo bilang dari awal 'kan gue bisa nolak," rengek Renatta, meski begitu, ia tetap berjalan kearah Jaevan yang segera menegakkan motornya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Here [On Going]
Teen FictionSetiap manusia yang ada di dunia pasti memiliki kisahnya masing-masing. Sama seperti malam yang bingung harus memilih antara indahnya Bulan atau terangnya Bintang. Seperti Hujan yang setia dengan gemuruh Petir, sekalipun terlihat menakutkan. Atau se...