5

6 0 0
                                    

Sepanjang jalan raya tampak dipadati para pengguna jalan. Sebagaimana hari hari biasanya, jalanan akan diisi dengan barisan kendaraan yang tak berjarak. Sesekali terdengar klakson yang tiada henti memberi kode. Tak ada yang hendak perjalanannya terganggu. Di saat jam pulang kerja memang sering
menjadi faktor terjadinya kemacetan. Aku memilih untuk mengabaikan tawaran para tukang ojek. Juga supir pete-pete. Ketika matahari benar-benar sudah tenggelam di ufuk barat. Aku telah sampai tepat di
indekos, tempat ternyaman bagiku selama di tanah rantau ini. Ba'da maghrib aku mulai bergegas. Aku mengambil barang seperlunya saja. Baju terusan kira-kira 3 lembar. Tidak lupa dengan kudung yang senada dengan baju yang kuambil. Selain untuk merayakan kesyukuran atas raihanku pada strata 1, seperti biasanya lebaran idul fitri harus dirayakan bersama
keluarga di rumah. 5 mei ini sebenarnya bukanlah schedule mudik yang telah ku jadwalkan. Aku akan menikmati indahnya bunga bermekaran di pekarangan rumahku jelang beberapa hari perayaan salam- memaafkan nanti. Salah satu surat keputusan yang beredar di masyarakat cukup membuat kepanikan. Itu juga berdampak kepadaku yang diharuskan agar mudik secepatnya. Aku berusaha agar bisa mudik lebaran tahun ini sebagaimana tahun tahun sebelumnya. Sepulang kerja tadi, waktu telah menunjukkan saatnya berbuka puasa. Aku lebih mendahulukannya.

( doa buka puasa),

kalimat suci itu telah terdengar dari pengeras suara masjid-masjid di kompleks kami. Buka puasa kali ini merupakan kali terakhir dalam Ramadhan ini bagiku melakukannya sebelum
aku menyeberang ke pulau seberang. Pulau muna yang memerlukan waktu selama kurang lebih 7 jam jika menggunakan kapal malam. Kapal khusus yang beroperasi malam hari itu bertolak dari pelabuhan nusantara kendari menuju pelabuhan raha di waktu subuh.

Aku akan menemuinya kembali di tahun
depan jika itu diridhoi-Nya. Menu buka puasa di tanah kelahiran selalu mempunyai daya tarik tersendiri.
Sekadar menyeruput teh hangat pun terasa lebih nikmat jika dilakukan bersama sanak saudara lainnya. Asap hitam kembali mengepul lagi di langit kota bertaqwa ini. Bunyi megafon dapat mengusir suara guntur saat itu. Di langit, rupanya juga ikut bersedih dengan menampakkan rinainya yang enggan reda. Suasana seperti itu memang kerap digelar. Yah tentu saja, hal itu terjadi jika ada suatu kebijakan yang dinilai memberatkan sepihak. Mereka yang kritis, tidak akan berhenti melakukan aksi jika tuntutannya belum dihiraukan. Perihal membakar ban, menggemakan takbir di simpang-simpang jalan adalah salah
satu cara mereka mengekspresikan sebuah penolakan. Aku hanya menyaksikannya dari balik jendela
angkot yang membawaku menuju dermaga. Aku akan menyeberangi lautan sekitar 6-7 jam malam ini. Mobil yang ku tumpangi melaju dengan sangat pelan. Para sopir angkot pun saling berebut space jalan. Jarak yang sejatinya bisa ditempuh hanya dalam hitungan jarum menit. Kini harus berjam-jam dalam
angkutan umum dan berbagi udara mengusir sesak. Setumpuk pertanyaan masih bersemayam di kepala. Siapa yang harus bertanggung jawab akan hal-hal krusial seperti ini? Adakah yang masih peduli melihat akibat dari keputusan ini dari sisi korban? Saling tanya sesama supir angkot pun terjadi.
"Sehae reti gholeitu bosu?", tanya supir yang menjadi penentu jalan kami dalam sebuah angkot.

"Ehhh daeafa .... pae nahumunda deki dapolobhi" supir lainnya menyahut dengan nada agak mengeluh. Kemudian sang supir kembari menarik gas ketika lampu sudah berwarna merah. Aku mengarahkan pandanganku keluar dari satu sudut kaca yang masih terbuka.
---------
Ingatanku pada moment disaat aku harus meninggalkan kota pantai losari kala itu sesekali muncul mengiringi perjalananku menuju pelabuhan. Bagaimana tidak, mulai dari packing barang hingga sarapan
pagiku diperhatikan olehnya. Suara klakson mobil seakan bersahutan, saling membalas satu sama lain. Tersadar, tinggallah aku seorang dalam angkot itu. Aku melihat penumpang lain berjalan beriringan menuju suatu tempat. Ya,
ternyata kami sudah sampai di pelabuhan nusantara di kota lama. Aku sampai lupa menyiapkan uang
sewaku. Kemacetan pun masih mewarnai pemandangan sepanjang jalan yang berada di bawah jembatan teluk yang lagi hits ini. Jadi sopir angkot pun tidak perlu berburu - buru untuk menarik gas kembali.
------
Rasa sedih yang Tiara rasakan kali ini bukan hanya karena Ramadhan telah meninggalkannya. Kabar
duka dari orang-orang besar dan berpengaruh di kampung halamannya mewarnai beranda whatsApp
grupnya. Ucapan innalillahi pun saling berebut sinyal supaya dapat diterima dengan baik. Tenda biru
yang terpasang, apakah tanda suka atau duka hanya dibedakan dengan janur kuning dan kain putih.
Jadi, apa yang patut disombongkan sementara nafas yang kita miliki sebatas pinjaman dari-Nya? Kalimat
istighfar diam-diam sedari tadi dirapalkan oleh bibir mungilnya itu. Juga ada bulir-bulir kecil yang
menetesi kedua rona pipinya.
Mulai pagi ini, suara bersahutan yang saling membangunkan dikala sahur akan berakhir. Tiada lagi yang
makan terburu-buru menjelang datangnya waktu imsak. Shalat berjamaah di masjid tak akan seramai
ketika tarawih. Segala apa yang menjadi rutinitas selama sebulan penuh berkah ini diakhiri seketika
dengan kumandang takbiran.
"Allahu akbar walillah ilham", kalimat itu akan dilantunkan berulang ulang menandai hari kemenangan
bagi seluruh umat Islam di dunia. Mereka telah meraih kemenangan setelah satu bulan penuh di namai
Ramadhan yang membawa segala keberkahan namun penuh tantangan hawa nafsu. Bila esok hari akan
dilaksanakan sholat Id, maka tarawih tak lagi digelar. Lalu digantikan dengan takbiran. Muda mudi
sangat menanti moment ini.
Hingga pagi hari, kalimat takbir itu masih dilantunkan sembari menunggu waktu sholat Idul Fitri secara
berjamaah. Sebagaimana perayaan hari raya Idul Fitri pada tahun-tahun sebelumnya, kami sangat
mempersiapkannya dengan baik. Peserta didik Ibu selalu berusaha untuk tidak melewatkan rumah kami
sebagai daftar rumah untuk dikunjungi. Moment ini merupakan ajang paling dinanti untuk silaturahmi
bersama sanak saudara. Keluarga kami bukanlah keluarga yang bergelimpangan harta benda. Tetapi
kami cukup mampu menyediakan hidangan lebaran ala kadarnya. Doa-doa kecil dari merekalah yang
membuat rezeki itu selalu berpihak juga kepada kami.
"Datumolagho omuru mewanta. Damekamaho radhaakii. Damekakodoho balaa. Datumolagho taghu
tewise dapororaeaha tora, Aamiin". Bersama sederet kalimat lainnya menjadi mantra berharga bagi Ibu
lalu ikut diaminkan oleh kami anak-anaknya juga para tamu yang berdatangan. Sepenggal kalimat diatas
hanya mewakili banyak doa yang dilangitkan, dan berharap akan membumi atas ridho Illahi.
Berhubung masih edisi untuk saling memaafkan, Tiara tetap memaklumi salah satu hal yang menjadi
dampak dari bias gender. Tirr (sapaan akrab lain mutiara) masih belum angkat bicara. Ia tetap diam.
menyimak kalimat apalagi yang akan dilontarkan terhadap perempuan. Betapa tidak, stigma bahwa
perempuan itu lemah masih saja menjadi isi otak oleh mereka yang tak jelas arahnya. Apakah karena
kurang paham atau memang tidak hendak melihat perempuan yang bergerak. Dalam hal ini, bergerak
dalam tanda kutip melakukan sesuatu hal yang notabenenya bisa dilakukan oleh laki-laki maupun
perempuan. Secara tidak sadar sebagai laki-laki ada yang merasa tersaingi dengan adanya gerak
perempuan tersebut.
"Alehhh masa perempuan yang angkat haroa, sementara banyaknya laki-laki". Salah seorang tetua
mengucapkannya sambil membenarkan posisi duduk haroa dengan benar. "Berarti kita harus akui
bahwa perempuan itu juga kuat, perempuan itu sebenarnya bisa melakukan hal-hal yang biasa dilakukan
oleh laki-laki", sambung salah seorang lagi. Haroa bagi etnis suku Muna adalah sajian makanan dalam
satu wadah khusus sebagai hidangan yang akan dibacakan doa. Ketika pande atau Modhi atau dikenal
dengan sebutan Imamu (pemimpin doa) telah usai membaca Al-Fatihah disertai doa lainnya. Haroa akan
ditempatkan di tengah-tengah lingkaran peserta Kabasa/mebasano untuk dilanjutkan membaca doa
keselamatan, kesehatan, rezeki, dan sebagainya. Cerita berlanjut dengan bahasan harta warisan bagi
perempuan.
Tiara teringat akan materi-materi mengenai gender yang selama ini pernah didapatkannya melalui
diskusi. Ia tak dapat memaafkan dirinya sendiri karena belum bisa menjelaskan ketimpangan pemikiran
soal gender kepada saudara disekelilingnya. Terkait bagaimana relasi perempuan dan laki-laki di ranah
publik dan sosial, beberapa pertanyaan mengganggu pemikirannya. Mengapa perempuan kerap
dianggap sebagai saingan? Tidakkah lebih baik jika perempuan memberi dampak lebih? Mengapa
konsep patriarki selalu tumbuh subur dalam society kita? Lamunan Tiara teralihkan dengan selesainya
baca-baca (pembacaan doa oleh imam) tadi. Seusai pointara, isi haroa pun langsung dihidangkan
sebagai hidangan makan siang bersama. Pointara merupakan prosesi jabat tangan setelah kabasa.
Diawali dengan pointara bersama Modhi, kopeehano, orang tua, kemudian sesama sanak saudara yang
hadir dalam acara tersebut. Kabasano dhoa biasa dilakukan pada saat syukuran, tembaha wula
(pembukaan puasa), roraeaha mpuu (idul fitri), roraeaha ahadhi (idul adha), dan acara-acara sakral
lainnya.

Bersambung ...

Nawaitu (NTIARASI) 365 HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang