Kamu Akan Jadi Seorang Ayah

2.8K 84 9
                                    


Setelah mobil yang dikendarai oleh Mas Angga menghilang di kejauhan, aku berbalik dan kembali masuk ke rumah. Sudah waktunya untuk bersih-bersih.

Baru saja gagang sapu menyentuh telapak tanganku, pintu depan terdengar diketuk oleh seseorang. Sapu kembali kuletakkan ke tempat semula, lalu berjalan untuk membukakan pintu.

“Ma, Pa.” Aku mencium punggung tangan mereka secara bergantian.

“Apa kabar, Sayang?” tanya wanita paruh baya itu dengan mengecup lembut keningku.

Om Rudy hanya tersenyum tipis ketika aku menegurnya. Ada perasaan yang sulit untuk dijelaskan. Bertemu dengan mantan kekasih yang pada akhirnya menjadi mertua sendiri. Bagaimana rasanya? Tentu saja ada perasaan kikuk dan tidak enak. Jangan sampai rasa itu kembali hadir, itu saja sudah lebih dari cukup.

Om Rudy masuk dengan menggandeng istrinya yang tidak lain adalah ibu mertuaku. Mereka menghempaskan tubuh ke sofa yang ada di ruang tengah. Sementara aku berjalan menuju dapur untuk mengambilkan minum.

“Tumben ke sini, ada apa, Ma?” tanyaku pada wanita yang berpenampilan sederhana itu.

“Tidak. Mama cuma rindu sama kamu. Sudah lama tidak bertemu.”

Aku hanya tersenyum tipis mendengar ucapan Mama. Ketika bangkit untuk mengambil cemilan, kepala terasa begitu berat. Pandangan gelap, dan darah serasa berhenti mengalir ke wajah. Keseimbangan tubuh seperti terganggu, sehingga aku ambruk tidak sadarkan diri.

Ketika kembali sadarkan diri, aku sudah berada di dalam kamar bersama Om Rudy yang menemani. Tangan kekarnya mengusap ubun-ubunku dengan lembut.

“Om ….” Aku memanggil dengan lemah dan menatapnya dalam.

“Papa,” jawab Om Rudy dengan menggenggam tanganku.

“Mama mana?” Aku mengedarkan pandangan untuk mencari sosok wanita paruh baya itu. Tidak ada orang lain di kamar, hanya ada kami berdua.

“Ke belakang, katanya mau bikin teh hangat.”

“Om, kenapa Om begitu peduli pada Vanessa? Bukankah kita sudah tidak ada hubungan apa-apa?” tanyaku dengan menatapnya dalam.

“Kamu ini bicara apa? Kamu itu menantu Papa. Papa sudah pernah bilang akan selalu ada untukmu. Anggap saja kita tidak pernah berhubungan sebelumnya. Sekarang, hubungan kita adalah menantu dan mertua. Kamu akan menjadi tanggung jawab Papa dari sekarang. Papa tetap sayang sama kamu. Tapi kasih sayang seorang ayah untuk anak gadisnya.”

Aku tersenyum, Om Rudy masih saja sama dengan orang yang meninggalkanku di apartment waktu itu. Tidak ada yang berubah darinya, perhatian dan kasih sayangnya tulus ia berikan.

Tidak lama, Mama datang dengan membawa segelas teh hangat. Gelas itu ia letakkan ke atas nakas, lalu duduk di tepian ranjang.

“Kamu sakit?” tanya Mama dengan menempelkan punggung tangannya pada keningku.

Aku hanya menggeleng lemah. Karena tadi pagi masih baik-baik saja.

“Panggil dokter saja ya?”

Meskipun terkesan seperti pertanyaan, itu lebih mengarah pada pernyataan. Karena, meskipun aku menolak, Om Rudy akan tetap melakukannya. Ia merogoh gawai dari saku celana, mengaktifkan layar dan terlihat sedang mencari nomor seseorang. Beberapa detik kemudian, Om Rudy terdengar terlibat dalam percakapan dengan seseorang di seberang sana.

“Mama kasih tau Angga kalau kamu sakit ya,” ucap Mama dengan meraih tasnya.

“Gak usah, Ma. Biarkan saja, kasian kalau nanti malah jadi beban pikiran untuknya. Cuma pusing biasa kok,” bantahku dengan mencekal pergelangan tangannya.

Om SayangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang