7

81 23 10
                                    

Seharian ini Malam dirundung oleh rasa bersalah. Ia hanya memandangi Aurora dari kejauhan tanpa berani melangkah untuk mendekati. Sama juga dengan si Ketos Varsha yang banyak mengalihkan pandangannya. Harap-harap, tidak berpapasan dengan Malam.

Enggan melepaskan rutinitas, Malam masih menjadi penunggu terakhir di sekolah. Namun, alih-alih ke ruang OSIS, ia justru berada di studio tari. Malam sediam tikus yang duduk di pojokan dan ada Neoma yang daritadi sibuk menghapal gerakan baru. Awalnya biasa saja, tapi lama-kelamaan kehadiran Malam membuat perempuan itu hilang fokus.

"Mau sampai kapan lu bengong di situ? Ganggu aja tau nggak!" cetus Neoma.

Malam yang tidak terima langsung membela dirinya. "Yeee kan gue nggak ngapa-ngapain! Ngeliatin lu juga nggak, jadi nggak usah ribut."

Neoma hanya menghela napas panjang, karena harus mengalah jika berlawanan dengan si tukang ambekan. Menyerah dengan situasi, ia mengambil sebotol air minum dan duduk depan di depan Malam. "Lo sama Aurora gimana?" tanyanya.

"Masih belum kayak biasa."

Neoma mengangguk untuk memahami. Dia sudah dengar tentang masalah kemarin. Baik dari Malam, Aurora, ataupun anak OSIS lain yang menjadi saksi. Dan dari apa yang dia ketahui, Neoma memutuskan untuk menjadi pihak tengah yang enggan mengikuti satu pihak. Ini menjadikannya penengah antara kedua Ketos yang berselisih itu. "Lo udah coba minta maaf?" sarannya.

Malam menggelengkan kepala, "Belum ada waktu yang pas," katanya.

"Lalu mau sampai kapan?"

Lagi-lagi, Malam tersulut api perkataan Neoma hingga kembali membela diri. "Lah, dianya juga belum ada niatan nyamperin gue!" sanggahnya.

Serta-merta Neoma memutar kedua bola matanya dengan malas. Neoma tau kalau Malam anak yang baik. Ia meyakini itu, karena tak jarang ia menjadi saksi dari kebaikan Malam. Namun, tidak bisa dipungkiri kalau ego lelaki itu kadang terlalu memiliki peran terlampau penting.

Terkadang Neoma harus berkali-kali mengingatkan, agar Malam tidak melupakan dasar penyebab seperti saat ini. "Wajar aja, sih. Kalau gue jadi dia juga ogah ngelihat muka lu lagi. Enteng banget mulut lo kemarin, serasa paling tau semua," gerundel Neoma yang sudah sebel. Mungkin bagi segenap orang, ini akan terdengar kasar. Namun, beginilah Neoma menurunkan keras kepalanya si Ketos Platina itu. "Rora juga pasti punya alesan dia begitu ke lo ... Maap-maap aje ye, Ma. Dia aja baru kenal sama lu. Emangnya bakalan seratus persen percaya gitu aja? Tampang lu nggak mendukung, Ma. Modelan tukang kepo begini," sambung perempun itu dengan menyelipkan sedikit banyak sindiran.

Seperti biasa, Malam hanya terdiam dan merenungi semua perkataan Neoma. Lelaki itu paham niat baik temannya, walau terlalu blak-blakan. Namun, inilah yang membuat Malam enggan menjauh dari Neoma. Perempuan itu sangat memahaminya hingga memberikan poin-poin yang selalu tepat sasaran. Neoma selalu berhasil membuat Malam mengoreksi kesalahannya sendiri, sehingga ia tidak selalu terbebani rasa bersalah.

••••👩🏻‍💻⚜️👨🏻‍💻••••

Malam hanya memantau, memantau, dan memantau. Tiga hari telah terlewati dan ia hanya mengawasi dari kejauhan. Bagaimana Aurora masih tegar menunggu di ruangan sepi tanpa kehadiran anak OSIS dan bagaimana Yaniel selalu berhasil menghindari semua orang yang mencari.

Dan tadi pagi, Malam baru saja mendapatkan selentingan. Katanya, hari ini Aurora memberikan pesan bagi semua anak OSIS untuk sementara waktu menghentikan agenda mereka. Malam bisa pastikan kalau ini bisa berlangsung lama, karena Yaniel pengecut jadi susah untuk diajak bicara. Sebetulnya tidak jauh berbeda dengan Malam. Saat ini, ia sedang mengamati Aurora dari jarak yang aman tanpa ketahuan. Perempuan itu tampak sedikit frustasi dengan ponselnya, entah karena apa. Berkali-kali Aurora mengetik sesuatu, tapi kemudian cepat-cepat meletakan benda itu sejauh mungkin darinya. Malam hanya bisa menerka tanpa jawaban pasti, karena sudah dikatakan dia tak jauh berbeda dengan Yaniel.

Untuk beberapa waktu, Malam hanya mengamati si Ketos Varsha. Memang terdengar seperti penguntit, tapi Malam sebegitu khawatir terhadap Aurora. Gelagat perempuan itu daritadi menunjukan rasa cemas hingga Malam ikut tertular kecemasan. Itu sampai tiba-tiba saja beberapa anak OSIS-yang Malam kenal sebagai anggota inti-menghampiri.

Sebelum mereka berbicara, Malam sudah terlebih dahulu menghakimi dengan pandangannya. Malam tau mereka termasuk orang-orang yang kemarin ikut menebar kayu bakar. "Mungkin lo belum tau, tapi gue sekretaris di sini," ujar salah satu dari mereka yang berada paling depan. Tanpa berkata, Malam hanya mengangkat sebelah alis akibat informasi yang sebetulnya sudah diketahuinya.

Terintimidasi dengan pandangan membunuh dari Malam, si sekretaris pun ragu-ragu menjelaskan. "Gue di sini mau ngewakilin kita semua yang kemarin ada di ruangan itu," ungkapnya sambil menunjuk para pengikut di belakangnya.

Baru saja si sekretaris ingin melanjutkan pembicaraannya, Malam langsung berdiri. Ia beranjak pergi hingga semua anak OSIS sedikit takut. Karena tidak satu orang pun bergerak, Malam hanya menoleh dan memberikan syarat untuk mengikuti. Lelaki itu tau apa yang akan mereka bahas dan rasanya tidak pantas berada di tempat terbuka begitu. Ia pun mengiring mereka semua ke salah satu kelas kosong. Begitu Malam duduk, mereka masih berdiri mengerumuninya hingga ia menarik nafas dalam-dalam untuk menenangkan diri.

Si sekretaris yang sudah mengumpulkan keberaniannya langsung memulai pembicaraan. "Kita di sini mau minta maaf atas kelakuan kemarin. Selama ini udah selalu nurut begitu aja, sampai Ketua kita sendiri jadi korban," tuturnya. Malam masih diam, tanpa enggan berkomentar. Si sekretaris itu pun mengambil peluang itu untuk meneruskan ucapannya, "Gue sadar kalau kita semua di sini salah. Karena kita, acara jadi kacau. Aurora sama Yaniel juga. Gegara ini, lo juga dapat banyak masalah. Jadi, gue sebagai perwakilan yang ada di sini mau minta maaf ke lo, Ma."

Alih-alih menerima, Malam justru menggelengkan kepalanya. "Sebenarnya lo minta maaf bukan ke gue," terangnya.

Semua anak OSIS yang ada di situ paham siapa maksud Malam. Mereka hanya bisa diam akibat rasa bersalah yang terlalu menghantui. Malam pun menghela nafas panjang untuk menenangkan diri, "Mending pada duduk dulu, kita bahas satu-satu."

Mereka semua pun duduk dan memulai topik tentang bagaimana mereka terlalu 'malu' untuk menemui Aurora secara langsung. Sadar dengan kesalahan masing-masing, Malam pun ikut memberikan pendapatnya mengenai hal yang sama. Ego lelaki itu telah mengalami penurunan sedari Neoma berceramah. Maka di sini, Malam memberanikan diri untuk mengakui segala kesalahannya. Terutama mengenai segala bentakan yang ia berikan waktu itu. Ia meminta maaf pada mereka semua hingga tidak ada lagi dendam tersisa. Menempatkan masalah kemarin di belakang, mereka semua beranjak maju untuk memperbaiki kekacauan di organisasi ini. Bersama-sama, mereka menyatukan pikiran untuk bersiap mengakui kesalahan kepada Aurora.

Karena terlanjur mengadakan rapat dadakan yang sungguh sangat rahasia ini. Malam pun membahas mengenai si wakil. "Belakangan ini ada yang nemuin Yaniel, nggak?" tanyanya.

Semua anak OSIS yang ada di situ menggelengkan kepala, karena mereka sendiri kesusahan untuk sekadar berpapasan dengan si Wakil Ketos. Penuh pengertian, Malam pun mengangguk dan mengingatkan kalau mereka semua-termasuk dirinya-jangan sampai mengucilkan Yaniel. "Kalau dia minta maaf, terima aja; nggak usah dendam segala. Soalnya kita semua pernah salah, lo pernah, gua juga pernah," imbuh Malam memberikan pengertian senyata mungkin.

Tidak perlu lama, keadaan sudah semakin membaik. Setidaknya bagi mereka yang ada di situ. Suasana mencekam tadi telah sirna hingga semuanya sudah percaya diri untuk memberikan pendapatnya sendiri. Sesekali Malam menyelinapkan senyum simpul ketika menyaksikan kekhawatiran dan perhatian yang para anak OSIS tunjukan perihal Aurora. Sungguh, Malam sangat menantikan hari esok di mana mereka semua akan meminta maaf. Setidaknya inilah yang bisa Malam lakukan, membantu mereka untuk berkomunikasi lebih baik. Karena bagi Malam, ini adalah salah satu cara untuk menebus kesalahannya pada Aurora....

Selamat MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang