10

54 9 4
                                    

Siapa sangka waktu berjalan terlalu terburu-buru. Penghujung semester ganjil sudah hampir menyapa hingga semua siswa terpaksa memulai upacaran berpamitan dengan caranya masing-masing. Teruntuk Aurora, ia harus bersiap untuk melepaskan kedudukannya sebagai ketua OSIS karena masanya telah usai. Dan teruntuk Malam, ia terpaksa menyiapkan diri untuk kembali ke ceritanya yang lalu.

"Balik ke sini lagi, nih?" Malam bertanya kala menemukan sosok Aurora di tempat pertama mereka berbagi kisah.

Mengikuti arahan sang Ketos, Malam duduk tepat di sebelahnya. "Tiba-tiba kangen aja," lirih Aurora dengan memandang gumpalan awan di langit jingga.

"Kenapa dikangenin?" Malam ikut memandangi karya semesta itu. "Gegara gue sering nemenin di sini, ya?" cetusnya hingga membuat Aurora terkekeh.

"Besok, gue sendirian lagi di sini. Udah nggak ada lagi Malam."

Seringai pun terukir di wajah manis Malam. "Ini makanya gue nyariin lo dari tadi. Biar dapat momen terakhir bareng." Malam bercanda walau terkesan menyimpan makna.

"Berasa mau pindah jauh aja. Kan, masih bisa main ke sini."

Mengangguk. Lelaki itu mengangguk karena saran Aurora memang benar. Namun, buka itu yang menjadi permasalahannya sekarang. "Gue takut mau balik ke Platina," ungkap Malam hingga si Ketos mengernyit.

"Kenapa mesti takut? Lo kan udah biasa di sana."

Kali ini, ia menggelengkan kepalanya. "Bukan itu." Malam mengatupkan bibirnya sejenak, ragu-ragu ia mengutarakan maksudnya. "Gue takut kalau kita jadi jauh."

Sebuah senyuman terindah di wajah Aurora yang malu-malu. "Nggak usah takut. Gue nggak bakalan ngebiarin lo pergi gitu aja."

Lelaki itu tersenyum, merasa tenang. "Bagus kalau gitu. Berarti gue nggak ngerasa sendirian." Hendak Malam mengungkapkan isi hatinya, Neoma tiba-tiba datang dan menarik Aurora pergi sambil panik.

Tiada kata sempat terselip di bibir lelaki itu. Hanya kejengkelan yang tertinggal akibat ulah si teman itu. Sesekali ia menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri dari kegugupan atas apa yang akan dikatakannya tadi dan kekesalan pada Neoma yang perlu diberikan sedikit ceramah.

••••👩🏻‍💻⚜️👨🏻‍💻••••

Hari telah berganti. Semalaman Malam gugup setengah mati. Ini benar-benar harinya. Hari yang penuh dengan pesta penutup rangkaian kisahnya di Platina Raya. Untuk pertama kali, Malam menghadiri pesta seformal ini. Mengenakan jas hitam dipadukan dengan sepatu mengkilap yang tidak pernah menjadi gayanya.

Ragu-ragu, ia menunggu di depan gerbang rumah sang pujaan. Berkali-kali ingin menekan tombol bel, tapi entah kenapa degup jantung semakin tak karuan. Sekitar 15 menit ia menguatkan diri, akhirnya dengan berani mengungkapkan kedatangannya. Tidak perlu waktu lama, sang pujaan membuka pintu sembari tersenyum manis.

Malam mematung melihat ciptaan Tuhan yang indah itu. Semua kata yang disiapkannya seketika hilang berlarian tanpa arah. Keheningan masih menjadi reaksi Malam hingga Aurora memulai percakapan.

"Hai," sapa perempuan bergaun merah muda itu dengan malu-malu.

Tiada membalas sapaan, Malam langsung mengutarakan pikiran pertamanya. "Kamu cantik."

Aurora seketika merasa pipinya semakin hangat membuatnya sedikit tertunduk menutupi. Ia berterimakasih seraya mengembalikan pujian yang sama. Karena malam ini, Malam benar-benar terlihat sangat tampan hingga ia kesulitan menahan pandangannya agar tidak terus-terus menatap lelaki itu. Bahkan sepanjang perjalanan, Aurora hanya bisa menggigit lidahnya untuk menahan senyum karena Malam menjadi pasangannya untuk malam ini. Hanya untuk malam ini dan bisa jadi untuk terakhir kalinya, karena Malam kemungkinan akan susah ditemui.

Selamat MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang