12

26 10 6
                                    

Sebulan sudah terlewati sejak malam perpisahan sekaligus awalan Aurora dan Malam. Entah bagaimana, tapi waktu sebulan sudah memberikan banyak kesan indah. Tidak sedikit kebiasaan penuh kasih sayang diwujudkan Malam sebagai pembuktiannya. Tidak sedikit pula waktu mereka bertemu, karena sedikit saja ada peluang. Di situlah Malam akan bergegas menemui sang pujaan. Namun, dikarenakan lima hari yang lalu pembelajaran semester ganjil telah dimulai, waktu Malam dan Aurora pun sedikit tersita untuk sekolah masing-masing. Tidak ada lagi pertemuan tiba-tiba di bawah pohon ataupun natatorium, sebab Malam sepenuhnya berada di Platina Raya.

Dan teruntuk hari ini, di hari Minggu yang menjadi salah satu tradisi Malam. Aurora bangun sepagi mungkin, karena antusias begitu berapi. Malam ini, mungkin juga siang, sang pacar dipastikan akan mampir ke rumah. Karena sedikit kesabaran yang tersisa dan terlalu banyak rindu yang tertimbun. Aurora memutuskan untuk menghubungi Malam yang dicurigainya masih tertidur pulas.

Menunggu sampai Malam mengangkat panggilan, Aurora langsung menyapa. "Halo? Apakah ini Nighty Night?"

"Iya, mbak pacar? Ada perlu apa, ya?"

Ketika mendengar suaranya, Aurora bisa membayangkan bahwa di sana, di wajah tampan milik Malam ada sebuah seringaian. Dengan pipi yang menghangat, Aurora pun menimpal omongan Malam. "Lah, kok mbak pacar?"

"Ya, kan emang bener."

"Iyain, deh."

Lagi-lagi, Malam terkekeh saking gemas mendengar suara manis sang pacar. "Kenapa, sayang?"

"Pengen ketemu," tutur Aurora yang cemberut.

"Samaaa, tapi hari ini aku nggak bisa ke sana. Ini lagi di sekolah, kayaknya sampai malam, deh."

Mendengar Malam telah di sekolah sepagi ini membuat Aurora terkejut. Mengetahui jam tidurnya semalam, ia pun bertanya khawatir, "Kamu nggak pa-pa, Ma? Semalem kan tidurnya subuh." Belum sempat dijawab Malam, Aurora menambahkan pertanyaannya. "Emangnya ada acara apa, sayang?"

Senyum tidak bisa lagi tertutupi oleh Malam kala mendengar nada cemas di suara Aurora. "Nggak kok sayang, aman. Udah biasa tidur dikit," tawanya untuk memberikan sedikit ketenangan. "Lagian, ini cuman persiapan pelantikan Ketos baru. Aku nggak bakalan banyak kerja kok."

"Oke, deh! Jangan lupa mamam, yaaa! Jangan sampai sakit."

"Siap, sayang! Maaf, ya ... Hari ini nggak bisa ke sana dulu. Ntar kalau acaranya udah selesai, aku pasti nemuin kamu."

"Iya, nggak pa-pa, Ma ... Tunggu selesai pelantikan juga nggak pa-pa. Semangat ya, Malam!"

"Iya, sayang. Makasih ya," ujar Malam dengan lembut.

••••👩🏻‍💻⚜️👨🏻‍💻••••

Seharian Aurora dilanda kekisruhan. Sudah dua hari sejak terakhir kali dia mendengar suara Malam secara daring. Dan, itu juga kali terakhir Malam mengabari. Entah kemana rimbanya, yang jelas Malam menghilang tanpa kabar.

Kehilangan niat untuk beraktifitas, Aurora banyak melamun di ruang OSIS. Menunggu rapat selesai, sesekali juga menyemangati tanpa hasrat. Sendirian ia duduk di pojokan hingga tak lama Yaniel menghampiri. "Lo nggak pulang?" tanyanya.

"Belum, bentar lagi."

Lantas Yaniel mengernyitkan dahinya kebingunan. "Lah, ngapain? Mending pulang sono, Malam daritadi nungguin," paparnya.

"Hah?" kaget Aurora seraya berdiri. Bergegas ia mengambil tas dan berlari kecil ke parkiran tanpa memberikan Yaniel sedikit penjelasan. Begitu melihat Malam berdiri di dekat motornya, cerah sudah air wajahnya. Dengan hati yang berbunga-bunga, Aurora mendekati sang pacar. "Loh? Kok nggak ngabarin mau ke sini?" tanyanya.

"Mau kasih surprise," cengir Malam seraya memberikan sebuah buket bunga kepada Aurora.

Bukan kali pertama, tapi kupu-kupu tetap saja berterbangan tiap kali Malam memberikannya bunga. Rutinitas lain dari bagian tradisi Malam; memberikannya buket bunga di hari Minggu. Walaupun ini bukan lagi akhir pekan, Aurora paham kalau pemberian ini sebagai pengganti ketiadaan selumbari lalu.

Selagi menimang buket kesayangan, Aurora menghirup wewangian khas bunga tersebut. Selalu bunga yang berbeda hingga Aurora takjub dengan usaha Malam. Dan, tanpa sepengetahuan sang pacar, Aurora menyimpan semua kenangan ini. Dari setiap buket yang diterima, Aurora mengambil dua sampai tiga tangkai bunga untuk dikeringkan kelopaknya agar bisa disimpan dengan awet. Sebuah tabung kaca juga telah dihias Aurora dengan tulisan 'Malam dan bunganya' sebagai wadah akhir dari hasil upaya Malam.

Masih dengan senyuman manis, Aurora menatap sang kekasih. "Berarti kamu udah lama nungguin? Kok nggak bilang, sih! Aku taunya dari Yaniel, masa."

Tanpa menjawab dengan kata-kata, Malam langsung merentangkan lengannya. Mengerti dengan isyarat itu, Aurora pun melirik sekelilingnya untuk memastikan keadaan sebelum menyerang Malam dengan pelukan hangat, "Aku kangen banget." Ia bergumam dengan menyembunyikan wajahnya yang memerah. "Makasih ya, udah nyempetin buat ke sini."

••••👩🏻‍💻⚜️👨🏻‍💻••••

Ketika bulan menyinari langit, Aurora tengah sibuk berkutat dengan bunga barunya. Memilih kelopak terbaik untuk siap diawetkan. Malamnya cukup tenang, terutama karena Malam-nya tidak lagi hilang tanpa kabar. Sembari ditemani kesunyian, ia berhati-hati memetik kelopak bunga. Pelan, begitu pelan. Sampai seketika nada dering ponsel membuatnya terkejut dan merobek kelopak bunga itu. Sambil mengerang kesal, ia melirik layar ponselnya. Nama Neoma terukir di sana sebagai panggilan video. Sirna sudah rasa jengkel, karena Aurora langsung bersemangat menerima panggilan itu. Lama sudah dirinya tidak bertemu Neoma dan banyak pula ketinggalan yang perlu mereka kejar.

Setelah banyak basa-basi terlewati, Aurora turut serta bercerita tentang Malam yang tadi sore baru aja memberikannya kejutan. Mendengar itu, Neoma telihat lega sebab Malam tehuh dengan ucapannya kala itu, untuk menjaga Aurora. Namun, masih ada sedikit kecurigaan yang bersemayam di diri Neoma hingga membuatnya sedikit skeptis. Tanpa bertanya secara langsung, Neoma merangkai kata agar tidak menimbulkan kecurigaan. "Eh, Ra nggak pa-pa nih gue ganggu lo jam segini? Ada janji mau pergi lagi sama Malam, nggak?" tanyanya.

Lantas saja, Aurora menggelengkan kepalanya. "Santai aja kali. Nggak ada janji kok. Malam juga lagi futsal bareng Deni," terangnya.

Mendengar pengakuan Aurora, detak jantung Neoma rasanya langsung tidak karuan. Malam kembali berulah, batinnya menyela. Namun, untuk sesaat Neoma memastikan, "Deni? Deni yang itu?"

Aurora mengangkat kedua bahunya tanda tidak tahu, "Pokoknya Deni anak Platina," ujarnya.

Ingin rasanya Neoma bercerita, tapi diurungkan niatnya untuk saat ini. Kecurigaan Neoma hanya satu; mabuk. Karena tidak ada yang lain lagi ulah Malam, hanya itu masalah yang dimilikinya sedari dulu. Malam terlalu mudah tergiur akan ajakan Deni untuk minum minuman keras sampai kesadaran hilang sepenuhnya. Harapan Neoma cuman satu, bahwa alasan yang diberikan Malam pada Aurora benar-benar terjadi. Karena kalau dia tidak bermain futsal, maka jawabannya akan sesuai dengan apa dugaan Neoma. Namun, satu hal yang pasti akan dilakukan Neoma besok pagi-pagi di sekolah; menginterogasi Malam untuk mendapatkan kebenaran.

Semoga Aurora akan baik-baik saja.

Selamat MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang