19

18 10 3
                                    

Seorang diri Aurora duduk di bawah pohon rindang yang dulu menjadi saksi kisah awalnya dengan Malam dimulai. Kesepian mulai menghampirinya, karena tempat ini tidak lagi terasa seperti lima bulan yang lalu. Tidak ada lagi Malam yang berlalu-lalang ke natatorium, tidak ada lagi Malam yang mendumel soal Yaniel, dan tidak ada lagi Malam yang sibuk membawa makanan karena tempat ini membuatnya ingin piknik.

Tanpa arti, Aurora meraih dedaunan yang jatuh di sampingnya. Mengamati setiap detail-detail kecil, karena sebentar lagi ia juga akan berpisah dengan tempat ini. Dengan hati yang berbunga-bunga, ia merogoh sakunya untuk mengambil ponsel genggam dan menekan nomor Malam. Suara detik-detik menunggu membuat jantungnya berdetak semakin cepat, tapi sesaat Malam menjawab, kehangatan langsung menjalar di seluruh tubuhnya.

"Halo? Nighty Night?" sapanya dengan suara lembut kala mendengar langkah kaki Malam menjauhi keributan di tempatnya sana.

"Iya, sayang," ucap Malam yang akhirnya menjawab dengan suara yang penuh kasih. "Kenapa? Kangen, ya?"

"Banget!" seru Aurora dengan suara manja hingga segala kerinduannya terdengar jelas.

Di sana, Malam tersenyum lebar mendengar antusias sang kekasih. "Aku juga kangen kamu," katanya dengan halus. "Gimana kalau ntar malem aku ke rumah kamu aja? Soalnya kalau sekarang aku lagi nggak bisa keluar, anak-anak masih pada ngumpul."

Sontak Aurora mengangguk, meskipun dia tahu Malam tidak bisa melihatnya. "Boleh banget!" katanya. "Eh, atau aku yang ke rumah kamu aja, boleh nggak? Soalnya aku pengen ketemu adik kamu juga."

Membayangkan kemanjaan Aurora, Malam terkekeh sembari memberi kepastian. "Ya, boleh dong, Ra. Langsung dateng aja, nggak pa-pa. Ntar malam aku pasti udah ada di rumah kok."

"Okay," ucap Aurora dengan menahan segala kupu-kupu yang bermain di perut hingga ia menjadi salah tingkah. Penuh dengan kebahagiaan ia mengayun-ayunkan kakinya dan memperpanjang pembahasan karena enggan mengucapkan sampai jumpa, "Nanti kamu mau dibawain apa?"

"Gemes banget sih nanya begituan," gemas Malam yang tidak tahan menahan kemanjaan sang kekasih. Berkali-kali ia menarik napas untuk meredam menenangkan dirinya, karena nanti pasti akan bertemu dengan Aurora. "Kamu dateng aja udah cukup! Aku cuman pengen peluk aja ... Tapi, kalau mau cium juga boleh, Tuan Putri. Aku siap sedia!"

Aurora tertawa riang mendengar kekonyolan Malam, suaranya yang ceria memenuhi segala kehampaan. Baru saja Aurora hendak merespons kata-kata manis Malam, seketika terdengar bunyi nyaring di sana sambil disusul oleh berbagai macam teriakan panik.

"MAAA!" panggil Malam yang Aurora rasa untuk memanggil Neoma.

Mendengar kepanikan di suara Malam, Aurora langsung khawatir. "Sayang? Ada apa?" tanya Aurora pada panggilan yang seketika terputus.

Dengan jari-jemari yang sedikit bergegar, Aurora mencoba menghubungi Malam lagi. Namun, kali ini dia menyadari bahwa ponsel Malam sudah tidak aktif. Hatinya berdegup kencang, cemas akan teriakan tadi. Ia mencoba menghubungi berkali-kali, tapi tidak satu pun diterima. Bahkan pesan singkatnya pun tidak masuk. Setelah mengurungkan niat beberapa kali, Aurora juga mencoba menghubungi Neoma untuk memastikan. Namun, hasilnya nihil, hanya terdengar dering tanpa ada yang menjawab.

Dengan usaha keras, Aurora menenangkan dirinya sendiri dengan berbagai terkaan positif. Mungkin saja tidak terjadi apa-apa, hanya candaan di antara mereka saja atau mungkin Malam dimarahkan oleh Neoma sebab tidak melakukan tugasnya. Entahlah, Aurora belum mengetahui maksudnya. Ia hanya bisa mencoba untuk tetap berpikir positif dan bersabar, meskipun kekhawatirannya tidak bisa dihilangkan begitu saja.

Selamat MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang