The Most Important

106 10 0
                                    

🔍. 958 words.




Tidak jarang ia berdiam diri di kamar, bermain permainan online atau menghabiskan waktu untuk tidur. Terkadang beberapa anggota yang lebih tua datang guna menemaninya bermain bersama, tidak dapat biarkan yang lebih muda terlalu sering menyendiri.

Jaehyun tidak tahu sejak kapan sang kekasih menyukai kegiatan luar kamar mengingat si lesung hanya akan keluar ketika miliki jadwal atau harus pergi mengantar pakaiannya ke tempat cucian di ujung jalan.

Akhir-akhir ini tidak menemukan sepeda di garasi asrama tak lagi menjadi hal baru. Teman sekamarnya yang lain berkata bahwa laki-laki 23 tahun itu sering pergi sendirian pada pukul sembilan menggunakan sepedanya.

Tentu saja Jaehyun tahu, si surai gelap belum dapatkan surat izin mengemudi hingga sekarang, karena beberapa alasan pribadi, jadikan ia anggota yang paling sering gunakan kendaraan roda dua pemberian orang tuanya di ulang tahun ke 20 itu.

Sejak adanya kebiasaan baru si lesung, Jaehyun jadi semakin jarang menghabiskan waktu di rumah. Selesai dengan jadwalnya, ia akan pulang kemudian kembali meninggalkan asrama untuk menyusul sang kekasih jalani hari-hari.

Seperti saat ini, ia sedang mengemudi menuju tempat laki-laki yang lebih muda berada. Ia juga sempatkan diri membeli kue beras pedas seperti pesanan si lesung.

Ia buka perlahan pintu kaca itu kemudian mengedarkan pandangan, mencari keberadaan kekasih. Terukir kurva tipis ketika netranya temukan yang dicari, tengah duduk memainkan permainan di ponsel.

Dirasa cukup dekat, tangannya terulur mengusap lembut sang pemilik surai. "Maaf lama, antreannya panjang sekali,"

Hanya anggukan kecil yang ia terima sebagai jawaban.

Ah, suasana hati si lesung sedang tidak baik saja.

Jaehyun mendudukkan diri di sebelahnya, membiarkan yang lebih muda menaruh kepala di pangkuan. Menjadikan paha Jaehyun sebagai bantal.

"Bagaimana olahraganya, Beom?"

Tidak ada jawaban. Yang ditanya terlalu fokus dengan ponselnya.

"Apa ada sesuatu?" Seperti tidak merasa diabaikan, Jaehyun terus memberi tanya. "Kau kesulitan?"

Sejujurnya ia paham betul hal seperti ini memberatkan sekali bagi Jibeom, tetapi terus saja memaksa diri sejak beberapa minggu lalu. Jaehyun pun tidak tahu apa alasannya. Jibeom tidak pernah ceritakan.

Jibeom memang tidak banyak bercerita.

Yang ia tahu, si iris gelap mulai melakukan banyak hal di pusat olahraga milik sang paman, meminta bantuan beliau untuk mencapai tujuan yang bahkan Jaehyun tidak mengerti apa alasan ia melakukan semua ini.

Tangannya tidak berhenti mengusap surai Jibeom, memberi sedikit nyaman pada yang lebih muda. Bibirnya tak lagi keluarkan pertanyaan, biarkan sang kekasih fokus bermain.

Selang beberapa menit kemudian, Jibeom tiba-tiba melempar kasar ponsel ke sisi bangku yang kosong di samping. Wajahnya ditekuk menunjukkan mendung yang ia rasa di dada. Tubuhnya berputar sembilan puluh derajat menghadap Jaehyun, kini tangannya melingkar di pinggang sang pemilik paha yang ia tiduri.

Yang dipeluk meraih ponsel Jibeom, layarnya menunjukkan bahwa sang kekasih baru saja kalah.

Jibeom tidak pernah mau kalah.

"Kau tidak ingin lanjut latihan? Pamanmu menunggu,"

Jaehyun dapat rasakan geleng Jibeom lakukan.

"Kau ingin makan kue beras pedasnya?"

Masih gelengan yang sama.

Ia hela pelan napasnya, "kalau begitu boleh aku pulang?"

Tidak menerima reaksi dalam hitungan detik, namun yang ia rasa Jibeom semakin tenggelamkan wajah di perut ratanya. Beberapa detik kemudian gelengan kembali diterima.

"Baiklah, mari kita terus seperti ini sampai kau merasa baikan,"

Mendengar penuturannya, Jibeom mengangkat wajah hingga Jaehyun dapat menatap manik bulat lucu itu.

"Kau tidak masalah?" Akhirnya ia membuka suara.

"Untuk ini? Tidak, aku bisa temani seharian disini jika kau mau,"

"Untuk aku,"

"Maksudmu?" Tidak mengerti, Jaehyun melempar tanya.

"Aku," Jibeom kembali menelusupkan wajah pada perut sang kekasih. Sang lawan bicara tidak berusaha menyela, meminta untuk menyelesaikan kalimat. "Bodoh dan malas,"

Suara yang lebih muda teredam, namun Jaehyun masih dapat menangkapnya dengan jelas. Kedua ujung bibirnya tertarik ke atas, membentuk senyum kecil.

Jemari panjangnya kembali mengusap pucuk kepala Jibeom, seraya sesekali dimainkan. Jaehyun suka aroma yang menguak dari surai lembut itu. Aroma yang selalu mampu menenangkannya.

"Tidak, kau tidak," jawabnya menyangkal. "Dan jika pun benar, aku tidak melihatnya sebagai salah,"

"Tipemu adalah orang bodoh dan malas?" Terdengar seperti ejekan, namun Jaehyun menanggapi dengan tawa renyah. Jibeom sesungguhnya sangat transparan, ia hanya tidak pandai mengekspresikan perasaan.

"Tidak," kembali menjawab. "Tipeku adalah Kim Jibeom,"

Kepalanya kembali terangkat, ingin menatap wajah kekasih. Yang ditatap tidak menyia-nyiakan kesempatan, tangannya mengusap perlahan setiap inci wajah Jibeom.

"Tidak perlu pikirkan. Yang terpenting, aku memilihmu dan kau memilihku. Itu sudah lebih dari cukup,"

"Tapi orang-orang tidak terlihat seperti merasa itu cukup,"

"Sepertinya sudah cukup banyak media sosial untuk hari ini ya, tuan Kim?" Jibeom tahu itu bukan kalimat tanya sesungguhnya. "Calon mertuaku tidak melahirkanmu untuk memenuhi harapan para pengomentar hidup orang lain,"

Tidak ada balasan, percakapan terhenti. Meski begitu Jaehyun mampu temukan senyum tipis pada bibir Jibeom, menciptakan lubang manis. Tidak menahan diri, ia cubit pelan pipi gembilnya, membuat sang empu mengerang.

Jaehyun kembali membuka suara, "ayo makan kue berasnya sebelum semakin dingin,"

Kali ini tidak menolak, Jibeom langsung bangkit dari posisi berbaringnya. Menunggu Jaehyun membuka wadah kue beras mereka.

"Aku sudah cukup gemuk untuk kue beras," gerutunya.

Lucu sekali ia mengatakan itu seraya mengunyah dua potong kue beras pedas.

Seperti yang dikatakan, Jaehyun tidak temukan salah pada Jibeom. Yang lebih muda bisa makan banyak, bermain permainan di ponsel, atau menjadi satu-satunya anggota tanpa surat izin mengemudi.

Tidak masalah.

Jibeom bisa lakukan banyak hal dan akan tetap menjadi pilihannya.

Ia pun terkadang tak dapat hindari rasa rendah dan kurang. Namun Jaehyun juga tidak menaruh khawatir untuk itu.

Karena ia tahu, Jibeom tidak pula temukan salah padanya.



끝.



Sebelumnya buku ini hanya untuk a piece of free apple pie saja, tapi sepertinya akan menjadi kumpulan oneshoot. Aku tidak tahu jika akan miliki ide lain.

Idenya didapat karena Jibeom yang sering kunjungi pusat olahraga milik sang paman. Aku mengetik semuanya secara spontan, tidak sadar bahwa plotnya jadi segula ini. Maaf t___t

And oh! Come see me as jibeomberry on twitter <3

💌 with a billion of love, joozchan.

Pai Apel : Mostly Bongbeom lolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang