🔍. 892 kata.
ㅡ
Bukan Joochan tak menyukai makanan rumah, hanya saja malas yang dirasanya untuk sekadar habiskan beberapa menit membuat makanan sendiri. Sejak memutuskan tak lagi ingin bebankan kedua orang tua dan menyewa sebuah unit apartemen sederhana menggunakan hasil kerja yang dilakukan, banyak ia mengonsumsi makanan rumah selama berbulan tak menghabiskan jumlah jari tangan.
Tetap begitu hingga di suatu pagi penghuni lain berjarak empat unit darinya datang, menyodorkan kotak bekal bercetak beruang cokelat kecil pada tutupnya.
Kotak bekal yang kini selalu temani Joochan ketika waktu makan siang tiba. Namun tanya yang sang rekan kerja beri sekarang, tak buat ia temukan sulit untuk menjawab.
"Kau tak membawa bekal beruangmu hari ini?"
Joochan tanggapi dengan gumam membenarkan.
"Sudah lama sekali sejak kau tidak membeli makanan, Jibeom sakit?"
Ah, iya. Tetangga berlesungnya tak berkabar sejak terakhir lakukan temu Jumat lalu, ketika antarkan bekal.
"Mungkin sibuk," sahutnya.
Benarkah?
Joochan tidak pernah mendapat laku seperti yang Kim Jibeom beri sebelumnya. Perhatian kecil yang diterima dari pemuda bernetra gelap membuat Jibeom miliki tempat istimewa dari Joochan.
Sepulang dari bekerja, Joochan memutuskan untuk hampiri toko kelontong di dekat gedung apartemen huniannya. Ia akan memasak makan malam untuk Jibeom sebagai ucapan terima kasih, menaruh harap hasilnya tak menyakiti lidah dan perut sang tetangga karena bekal yang ia nikmati selama ini selalu memuaskan.
Berjalan melewati deretan makanan instan, mengetahui Jibeom merupakan seorang yang menyukai sehat. Namun atensinya menangkap seseorang yang ia kenal betul, tengah memenuhi keranjang dengan setumpuk makanan cepat saji dan cemilan berkalori tinggi.
"Jibeom?"
Benar saja. Sosok itu menaikkan pandangan, mencari sang pemanggil nama.
Wajah manis itu tak mengukir ekspresi dengan bibir kering dan kantung hitam di sekeliling mata yang redup. Acuh dari lakunya tak seperti Kim Jibeom yang Joochan simpan di ingatan.
"Hong Joochan? Apa yang kau lakukan di sini?" Suaranya datar dan dingin.
Biasanya nada bicara Jibeom yang berubah-ubah mengikuti isi pikiran sangat lah ketara. Namun Joochan tidak dapat temukan kepala yang dimiringkan lucu dan kilat bertanya pada manik Jibeom sekarang.
Senyum Joochan ukir untuk lawan bicara, "Aku memiliki rencana untuk memasak hari ini, kau mau datang untuk makan malam?"
Tak kunjung mendapat sahut, Joochan mengambil alih keranjang dari genggam Jibeom, menaruhnya di ujung rak terdekat.
"Ayo," ia raih lembut jemari sang tetangga, menuntun menuju unit apartemen miliknya.
Sejujurnya Joochan pun tidak mengerti apa yang ia lakukan. Melihat Jibeom yang berlabel ramah dan baik hati tunjukkan sikap acuh dan apatis menimbulkan cemas di pikiran.
Ia bantu sang tetangga melepas jaket yang tutupi piyama biru langit kemudian menyimpannya di atas nakas.
"Tunggu di sini," menaruh ransel dan menggulung lengan kemeja putihnya, bersiap memasak. Sudah lama Joochan tidak menyentuh kompor, ia harap resep yang sang ibu beri juga dapat bekerja pada tangannya.
Hening selimuti unit, hanya ada suara yang dihasilkan dari aktivitas Joochan. Ia pun tak temukan seperti Jibeom akan membuka suara.
Ada saat dimana ingin rasanya Joochan meminta bantuan pada sang tetangga, namun ia juga tidak ingin merubah tujuan utama dari mengundang Jibeom malam ini. Berusaha mengikuti persis resep sang ibu, sedangkan Jibeom disibukkan pada jemarinya yang memainkan kancing pakaian. Sesekali ia mencuri pandang, tampak netra pemuda berlesung yang biasanya seperti menampung seribu bintang kini malah menatap kosong.
"Jibeom, ayo makan," panggil Joochan seraya menyusun makanan di atas meja.
Kelihatannya tidak seburuk perkiraan?
Jibeom mengedar pandangan, menganalisa setiap lauk yang Joochan hidangkan, "terima kasih atas makanannya," kemudian mulai menyuap.
"Bagaimana?" Tanpa sadar Joochan menahan napas, berharap masakannya layak dinikmati.
Sang lawan bicara berkedip beberapa kali, "kau memasak dengan baik,"
Bibir Joochan mengukir senyum lebar, bangga akan masakannya yang dipuji Jibeom.
Mereka menikmati makan malam dengan tenang, tidak ada yang berniat menyela atau membuka suara hingga selesai. Cara makan Jibeom yang lamban tak luput dari atensi Joochan. Bukan tidak menikmati makan, namun lebih seperti... tidak fokus?
"Biar aku yang mencuci piring. Kau harus membersihkan diri, Joochan," ujar Jibeom pelan, memungut setiap piring dan gelas kotor di atas meja.
Tidak menolak, Joochan pun gerah seharian kenakan kemeja dan celana yang kaku. Butuh sekitar 25 menit hingga Joochan kembali ke ruang tengah dan temukan seorang Kim Jibeom telah terlelap beralas sofa. Dapat ia lihat susunan alat makan dan meja yang telah bersih, mungkin pemuda berlesung menunggunya terlalu lama hingga tertidur.
Tempati sisi lain sofa, memperhatikan sang tetangga. Wajah itu mengukir lelah yang kentara. Joochan masih ingat betul mata yang redup dan kosong.
Tak sampai hati untuk membangunkan sang pemilik marga Kim, ia angkat perlahan tubuh lelah Jibeom menuju kamarnya, terlintas syukur karena tetap luangkan waktu untuk berolahraga di hari-hari padat. Memberi selembar selimut baru dan sedikit merapikan ruangan, berusaha agar tidur Jibeom nyaman dan hangat. Kemudian kembali keluar, memutuskan akan tidur di sofa untuk malam ini.
Joochan mungkin tidak tahu kapan bintang di obsidian pekatnya akan kembali bersinar, kapan bibir tipisnya akan kembali melukis kurva manis, atau kapan tangannya akan kembali terulur menyimpan kotak bekal bergambar beruang cokelat di ransel Joochan tiap pagi.
Pun tidak ingin menuntut Jibeom untuk beri penjelasan atas kondisi buruknya. Jibeom bisa datang dan katakan kapan saja, dengan atau tanpa kotak bekal.
Karena Kim Jibeom akan selalu miliki tempat istimewa dari Hong Joochan.
끝.
Aahhhh alur kali ini sangaatt lamban dan mendetail. Idenya dari sebuah situs prompt maker, aku sedang bosan saat itu t___t aku memilih Joochan karena episode terbaru ch. Golcha, ketika Joochan memakan nasi merah dan dada ayam... aku harap ini tidak terlalu membosankan :'DD
💌 with a million of love, joozchan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pai Apel : Mostly Bongbeom lol
FanfictionTidak kah ia pernah katakan? Toko roti selalu punya apa yang kau butuhkan. Kim Jibeom of Golden Child oneshot complication (mostly with Bong Jaehyun). Please don't take this on serious way honey bun :d 💌 with a bunch of love, joozchan.