CW // SELFHARM, BLOOD
🔍. 948 words
ㅡ
Gemuruh bergema memasuki indra pendengaran, menyamakan degup pendek dan memburu. Layaknya juga rasakan yang tengah ia rasakan, langit menangis deras. Menumpahkan segala beban yang tak lagi tertahan.
Gelap, gelap sekali. Ia bahkan terlalu marah untuk ingat menghidupkan pencahayaan ruangan luas itu.
Terlalu marah untuk menangis.
Terlalu marah untuk bicara.
Terlalu marah untuk berpikir.
Kabut emosi yang sekian lama terkunci apik kini memberontak minta dibebaskan, seperti hujan di awan abu.
"Kau harusnya dapat lebih baik,"
Semua di sekitar seakan meneriaki caci dan maki padanya. Apapun yang dapat ia raih, akan ia lempar. Mengekspresikan amarah kuat dalam diri yang tak mampu ia terima.
"Aku tidak membesarkan seorang aib,"
Segala benda bernilai tinggi yang selama ini tertata rapi, menciptakan ruangan besar itu menjadi sebuah kamar. Kini tak lagi memiliki nilai. Semua pecah, jatuh, berserak. Tepat seperti rasa sesak di dadanya.
"Mengecewakan,"
Suara berdengung memenuhi kepala. Kata itu menghancurkan pertahanannya. Pertahanan yang ia bangun bertahun-tahun. Pertahanan yang selalu menjaga emosinya agar tetap diam di tempat.
Pertahanan yang kini berhasil kata itu hancurkan.
Ia pikir ia telah melakukan yang terbaik. Mencoba terus menjadi nomor satu. Namun bahkan ketika ia telah berusaha yang terbaik, ia tetap bukan yang terbaik.
Makian yang dulu orang-orang itu tujukan padanya, kini pun ia lemparkan pada diri sendiri.
Sekarang ia mengerti.
Ia, Bong Jaehyun, tidak akan pernah cukup baik.
Terlarut dalam pening, tanpa sadar gelas di genggamnya telah berubah menjadi potongan kaca bening bersiram cairan merah anyir.
Lamunan pecah ketika berisik ditangkap pendengaran dari arah teras kamarnya.
Alisnya bertaut ketika ia membuka perlahan pintu kaca yang membatasi, menemukan seseorang bergantung pada sisi luar pagar balkon, berusaha memanjat naik.
Menyadari sang pemilik kamar memergokinya, sosok itu mengangkat tinggi sebelah tangan yang menggenggam sebuah kotak pertolongan pertama. Tercetak senyum lebar pada wajah manisnya di balik guyuran tangis langit.
Jaehyun terkisap. Terburu ia membantu sang tamu tak diundang untuk naik dan masuk. Raut wajahnya tidak berhenti membentuk ekpresi terkejut dan bingung dengan kentara.
"Hah... terima kasih," ucap itu dituju pada Jaehyun seraya memperbaiki hela napas.
Seluruh tubuhnya basah, napasnya terdengar lelah.
Dia, Kim Jibeom, teman sekelas Bong Jaehyun, menempuh jarak jauh rumah mereka menggunakan sebuah sepeda butut dengan membawa ransel besar dan sekotak pertolongan pertama di bawah badai hujan.
"Apa yang kau lakukan?!"
Seakan tidak mendengar, remaja Kim itu membalut tubuh dinginnya menggunakan handuk yang ia temukan di antara kekacauan ruangan setelah menghidupkan lampu.
Netra gelap Jibeom menangkap telapak kanan Jaehyun kemudian menuntun ia perlahan dan memintanya duduk di sisi kasur.
Jaehyun masih sibuk memproses semua, membiarkan jemari lembut sang teman membersihkan, membalut pelan lukanya dan menulis 'cepat pulih bong' pada perban dengan spidol hitam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pai Apel : Mostly Bongbeom lol
FanfictionTidak kah ia pernah katakan? Toko roti selalu punya apa yang kau butuhkan. Kim Jibeom of Golden Child oneshot complication (mostly with Bong Jaehyun). Please don't take this on serious way honey bun :d 💌 with a bunch of love, joozchan.