TW // SUICIDE ATTEMPT
🔍. 746 kata
ㅡ
Tidak sulit bagi Jangjun untuk mengetahui keberadaan Jibeom ketika yang lebih muda mengirimi pesan agar pulang lebih dahulu tanpanya. Namun meskipun begitu, tak mampu hilangkan khawatir dari kepala.
Mengatur napas sebelum memutar gagang pintu atap sekolah. Eksistensi Jibeom di sana memang sesuai perkiraannya, namun ia tak menaruh pikir akan temukan remaja bermarga Kim berdiri pada pinggir dinding pembatas. Setidaknya, untuk jam pulang sekolah seperti saat ini.
"Kau akan melompat?" Suaranya terdengar datar seperti hanya sekadar basa-basi saja, tidak menyesuaikan detak cepat di dada.
Jibeom menoleh, "Kau tidak pulang lebih dahulu,"
"Aku tidak pulang lebih dahulu," Menyetujui kalimat yang lebih muda.
Perlahan Jangjun ayunkan tungkai mendekat, mengistirahatkan tangan pada dinding pembatas.
"Hari ini buruk," Masih bertahan dengan intonasi yang sama, ia memulai kalimat baru. "perawat unit kesehatan sekolah masih melarangku bergabung dengan klub basket hari ini karena cedera lenganku," menatap lengan kirinya yang masih terasa sakit ketika digerakkan.
"Kenapa kau mengatakan ini?"
Maniknya menyusuri pemandangan kota yang terbentang. "Hanya ingin. Agar kau punya lebih banyak waktu untuk hidup sebelum melompat karena mendengarkanku bicara,"
Cairan seperti kaca mulai melapisi mata bulat milik Jibeom. Apa yang sedang Jangjun coba katakan?
"Bahkan di saat seperti ini pun, kau masih mendengarkanku. Kau selalu begitu," ucapnya lagi.
Jibeom menundukkan kepala, mencoba menahan air mata yang lolos menyentuh pipi dinginnya.
"Kau ingin tahu apa yang akan terjadi padaku esok?"
Kembali menoleh, menunjukkan rasa ingin tahu.
"Entahlah, aku tidak tahu. Mungkin aku akan cedera dan terjebak di ruang unit kesehatan lagi. Lalu aku akan mengatakannya padamu lagi agar merasa lebih baik," Jangjun melanjutkan, "atau mungkin aku akan sembuh dan tidak melewatkan permainan basket seperti hari ini,"
Jibeom menyahut seraya terisak, "Cederamu tidak akan bertahan selamanya,"
"Begitupun cederamu," Menarik tangan dari dinding pembatas, menaruh diri agar dapat melihat yang lebih muda dengan lebih leluasa. "kau tidak ingin tahu apa yang akan terjadi esok? Kau tidak ingin tahu apakah cederamu akan sembuh esok?"
"Jika tidak? Kau akan biarkan aku lakukan ini esok?" Genggam erat pada kedua sisi pakaian menunjukkan perasaannya yang berantakan.
"Jika tidak, kau bisa datang dan mengatakannya padaku seperti aku mengatakannya padamu. Lalu kita akan menjalani esok menuju keesokannya lagi untuk mengetahui apakah cedera kita telah sembuh,"
Remaja tujuh belas tahun di hadapannya menjatuhkan diri, merasakan lemas pada tungkai. Jangjun menyamai posisi. Jemarinya meraih pucuk kepala yang lebih muda, mengusap perlahan surai gelap itu.
"Bahkan ketika kau tak memiliki aku, tolong terus berjalan menuju esok untuk mengetahuinya. Makanlah dengan baik, tidakkah kau ingin tahu makanan lezat apa yang akan kau nikmati esok?"
"Bertemanlah dengan baik, tidakkah kau ingin tahu hal baru apa yang akan kau bicarakan dan dengarkan esok?"
"Bermain pun dengan baik, tidakkah kau ingin tahu berapa kali kau dapat menang esok?"
Kekehan kecil di balik isak Jibeom mengundang senyum jenaka milik Jangjun. Lengannya kini melingkar mendekap tubuh Jibeom, memberi hangat bagi yang tengah dilanda kehilangan langkah.
"Ketika kau jenuh karena hari yang terus berulang, tidakkah kau ingin membuat esok jadi berbeda?"
Dapat ia rasakan jemari Jibeom meremas seragam milik Jangjun, senada dengan tangisnya yang semakin menjadi.
"Bahkan ketika kau seperti kehilangan semuanya, mari tetap hidup dengan baik dan cari tahu tentang hal baik di hari esok,"
Angguk pelan menjawab Jangjun.
Selang beberapa menit ditemani sunyi, hanya ada suara sengguk si Kim hingga akhirnya mereda.
"Aku melihat kedai es krim baru di dekat persimpangan tadi pagi, ingin coba?" Tawar Jangjun, mengusap lembut bagian bawah mata Jibeom yang sedikit membengkak guna menghapus jejak air mata.
Jibeom menaikkan pandangan, "Apa mereka memiliki rasa kukis dan krim?"
"Aku pikir kita harus berjalan untuk mengetahuinya," Memasang senyum menggoda khasnya, berhasil timbulkan kurva manis yang sulit dijumpa pada si Kim.
Mungkin Jangjun dan Jibeom tidak tahu apa yang akan terjadi esok, apakah cedera mereka akhirnya sembuh atau hanya sekadar ada rasa apa saja di kedai es krim baru. Memutuskan akan tetap menjalani hari untuk mengetahuinya.
ㅡ
Bagaimana? Apakah kemarin kamu mengetahui aku akan mengunggah cerita baru hari ini? Apakah kemarin kamu mengetahui akan ada hal berbeda apa hari ini?
Aku harap kamu tetap hidup dengan baik hari ini meski terkadang hari tak selalu berbaik hati. Maka mari lewati hari ini dan berjalan hingga esok. Siapa yang tahu esok akan lebih baik dari hari ini?
Haha pesan kali ini panjang sekaliiii t___t idenya secara acak muncul di pikiran, karena tidak sengaja melihat video Jangjun mengatakan soal hari senin yang berat pun akan tetap berlalu. Di balik Jangjun yang jenaka, dia sangat bijak :(
terima kasih ya sudah bertahan sampai sekarang hingga dapat membaca ini!
💌 with love, joozchan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pai Apel : Mostly Bongbeom lol
FanfictionTidak kah ia pernah katakan? Toko roti selalu punya apa yang kau butuhkan. Kim Jibeom of Golden Child oneshot complication (mostly with Bong Jaehyun). Please don't take this on serious way honey bun :d 💌 with a bunch of love, joozchan.