🥀 - temple ' s(r)un

511 98 70
                                    

Chaewon pikir karena namanya kuil dewa matahari, tempatnya pasti terang benderang. Seperti matahari.

Tetapi nyatanya tidak.

Jauh dari prediksinya bahwa kuil itu ternyata adalah bangunan tua yang hampir rubuh seluruhnya, yang juga tertutup akar-akar pohon dan dihuni hewan melata.

Bahkan disini sangat-sangat gelap.

Hampir tidak ada secercah pun cahaya.

"Ayo," Felix menarik tangan Chaewon sekaligus tetapi gadis itu menepisnya dengan cepat.

Pria beriris mata semu merah itu berubah datar air mukanya, lalu memilih berjalan mendahului.

"Tabib! Aku putra mahkota kerajaan Gustavo. Aku ingin meminta bantuanmu!" ujar Felix sedikit keras di depan kuil.

Slash!

Cahaya yang begitu terang muncul dari dalam kuil, membuat Felix spontan melindungi diri dengan jubahnya sedangkan Chaewon hanya terlongong-longong menatap cahaya itu.

"Masuklah kau, wahai putra Yang Mulia Raja Exion!" seru suara yang sedikit bergema. Mempersilahkan keduanya masuk setelah cahaya terang tadi berangsur padam.

Benar-benar diluar dugaan, kuil ini sangat berbeda dengan yang terlihat dari luar. Semua yang ada di dalamnya terbuat dari emas berkilauan.

Kemudian disana nampak seorang pria terbalut kain putih seluruh tubuhnya. Dia tersenyum lembut menyambut kedatangan Felix dan Chaewon.

Pria itu, memiliki senyuman secerah matahari.

"Tabib, aku datang bersama makhluk berjenis manusia bernama Chaewon."

Hanson Oxfel, —tabib rahasia yang bertapa di kuil matahari. Dia menyerahkan seluruh hidupnya untuk ilmu dan filsafat tentang kesehatan dan hidup yang diberkahi.

Pria itu nampak lebih dewasa dan lembut, itulah yang Chaewon lihat.

"Oh, ya? Manusia? Aku pernah dengar cerita tentang bangsa manusia tapi setahuku, manusia hanyalah mitos. Mereka mahkluk mitologi yang tinggal di Melon."

"Ya seperti itulah, dia tinggal di Melon. Memang ras yang aneh." Felix menyahut.

Chaewon memajukan wajahnya. "Maaf? Melon?"

"Ya, Melon! Benda bulat hijau yang mengorbit Nanas bersama Semangka, Kelapa, dan yang lainnya! Benar begitu?"

Chaewon tersenyum kikuk, bagaimana caranya ia mengoreksi semua yang dikatakan pria ini (?)

"Maaf, Tabib. Tapi.. Aku tinggal di planet bernama Bumi. Bukan Melon."

"Benarkah?"

Chaewon mengangguk yakin meski masih gugup.

"Astaga, tubuhmu penuh luka, Nak," cemas Hanson memerhatikan luka sayat, gores juga luka tusuk, di tubuh Chaewon. "Pangeran Damario, apa yang terjadi pada pemuda ini?"

Felix melambai kecil, meralat ucapan sang Tabib. "Dia seorang gadis, tabib."

"Gadis?!" pekik Hanson.

"Maafkan hamba, Pangeran. Tapi apa gerangan Yang Mulia pikirkan dengan membawa seorang gadis ke wilayah ini?" Hanson menggeleng pelan. "Ini sangat berbahaya. Nyawamu dalam bahaya, nak."

Chaewon menarik kedua tangan keatas pahanya kemudian saling menaut, matanya menatap bergantian kedua pria di hadapannya lalu tertunduk dalam.

Ketika tabib itu berkata bahwa nyawanya dalam bahaya, seakan menegaskan bahwa ia tak seharusnya berada di tempat ini.

"Kau tahu caranya mengembalikan Chaewon ke Melon, Tabib?"

Hanson tampak berpikir, ia bangkit dari duduknya menuju rak buku berdebu. "Kurasa ada buku yang menceritakan tentang legenda bangsa manusia. Sejak seribu tahun lalu, aku tak lagi mendalami dunia fiksi."

Dia bilang manusia adalah legenda, tapi di mata Chaewon justru dua makhluk ini yang sebenarnya legenda dan tak pernah menjadi nyata.

Mengapa dunia seolah terbalik seperti ini?

"Bumi adalah surganya para makhluk yang nyaris sempurna, berevolusi seiring musim yang berganti-ganti. Waktu di bumi sangat sementara dan akan datang pada waktunya dimana manusia lenyap."

"Mereka akan mempertanggung jawabkan segala perbuatan mereka yang kemudian menentukan apakah mereka akan tinggal di nirwana ataukah kekal di neraka."

Hanson membaca buku ditangannya, kemudian mendekati Chaewon lalu berlutut di hadapannya. Hanson menyentuh surai panjang gadis itu seraya memejamkan kedua matanya.

Tak lama Hanson membuka matanya kembali. "Kau bisa kembali, wahai gadis berjenis manusia yang tinggal di Melon."

Chaewon menurunkan bahunya pasrah. Ya ... sudahlah, planetnya punya nama lain juga tidak masalah.

Chaewon mengangkat tatapan segan menatap sang Tabib. "Benarkah itu?"

Hanson mengangguk yakin. "Tapi tidak saat ini. Jiwamu masih harus dinetralkan dengan Neverland, lalu setelah itu kau baru bisa kembali ke Melon."

Chaewon menatap pria di sebelahnya namun ternyata pria itu sudah sedari tadi memerhatikannya dingin. "Berapa lama?"

"Seratus hari."

"Seratus hari?!" ulang Chaewon. Gadis ini memang ...

"Benar. Itu perhitungan waktu antara Neverland dan Melonmu."

Hanson beralih menatap pria tegap di samping Chaewon. "Pangeran, Nona ini harus punya tempat tinggal sementara. Maafkan hamba, tetapi hamba tidak bisa membantu memberi tempat tinggal karena daerah ini terlalu berbahaya."

Chaewon menatap pria itu ragu nan penuh harap, ia takut kalau-kalau Felix memilih tidak peduli dan meninggalkannya disini.

Hingga suara lolongan para serigala silih bersahut memecah hening di hutan ini.

Pandangan ketiganya lantas berpaling ke pintu kuil, dimana suara lolongan itu terdengar paling keras dari arah sana.

Hanson terburu-buru membereskan buku-bukunya dan bangkit. "Bangsa serigala telah datang, yang mulia. Entah apa yang terjadi sampai mereka melewati perbatasan."Pria itu nampak kelimpungan mencari tempat sembunyi.

"Kita harus pergi dari sini, manusia." Felix menarik tangan Chaewon untuk segera keluar dari kuil dan menuju bunyip peliharaan Pangeran Exion yang setia menunggu tuannya.

Dengan mudah pula vampir itu mengangkat tubuh Chaewon keatas punggung bunyip kemudian bergegas meninggalkan tempat ini. Berusaha menghindari bangsa serigala secepat yang dia bisa.

Meski ketukan suara kaki bunyip ... sudah berhasil didengar indera tajam para serigala.

••••

─━━━━━━⊱༻⚪༺⊰━━━━━━─

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

─━━━━━━⊱༻⚪༺⊰━━━━━━─

HANSON OXFEL

— 𖥸 —

kejar jam tayang, up terus ya gan.

𝐔𝐍𝐃𝐄𝐀𝐃 ࿐ྂ。• chaelixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang