MBSD|28|KEMBALI PADA MAHENDRA

643 27 1
                                    

Kopi hitam tanpa gula yang selalu dipesan Mahendra kini tersaji di depannya pula sepotong tiramisu rendah gula. Makanannya memang diatur karena di usianya yang sebentar lagi menginjak kepala empat tidak bisa sembarang makan. Jdia tidak bisa memakan manis karena kadar gulanya seringkali naik, pria itu juga jarang sekali makan daging karena darahnya selalu tinggi begitu juga masalah kolestrolnya.

Selama bekerja dengannya tahu makanan apa yang harus dihindari dan selalu dikonsumsinya bahkan dianjurkan oleh dokter. Tentu saja menjadi seorang sekretarisnya harus tahu segala hal mengenainya, terlebih aku seringkali makan bareng dengannya bahkan tidak pernah melewatkan waktu luang dengan menikmati kopi di beberapa kafe yang berbeda.

Namun, Mahendra terlihat banyak diam sekarang mungkin karena Revan yang beberapa menit lalu menyebutku dengan nama kesayangan seperti apa yang dilakukan oelh ekbanyakan orang yang berhubungan.

“Belum saja genap satu bulan, tapi kamu sudah mendapatkan pekerjaan lagi, bahkan posisinya masih sama sebagai sekretaris. Hanya saja kali ini kamu bukan mendampingi saya, tapi bos yang lain.” Mahendra membuka suara, aku hanya tersenyum samar sebagai jawabannya.

“Tentu saja, Pak.”

“Semoga betah ya karena kini kamu sudah mempunyai pengganti yang jauh lebih baik, Meta.” Kedua matanya menatap ke arahlku dengan tatapan tajam. Entah kenapa, aku merasa adanya kejanggalan yaang terjadi dengannya. Dia sepertinya menyindirku bukan karena soal pekerjaan, tapi hubungan istimewa yang terjalin antara bos dan sekretaris.

“Bapak sendirian?” tanyaku mengalihkan topik, melongok belakangnya memaang tidak ada siapa-siapa. Biasanya saat bertemu dengan klien aku selalu berada di sampingnya.

“Iya sendirian, saya belum menemukan sekretaris seperti kamu, dan memang tidak mungkin ada yang sama.” Dia terkekeh-kekeh pelan, tapi Revan sedari tadi hanya diam saja. Akan tetapi, pria di sampingku ada kalanya tersenyum samar saat menanggapinya.

“Kita langsung saja presentasinya ya?” tanyaku menyarankan, daripada Mahendra semakin ngelantur berkata. Mungkin lebih baik jika aku yang menghentikan perkataannya.

Dia mengangguk pelan, tapi bibirnya masih saja tersungging ke atas membentuk senyuman. Kenapa pria beranak dua itu sungguh meresahkan. Aku mengembuskan napas pelan berusaha menetralkan kondisiku seperti sebelumnya.

Aku mulai mempresentasikan mengenai produk yang ada dalam perusahaan Mahendra, nyatanya tidak mudah berada dalam satu meja dengan kekasih juga mantan kekasih. Mereka memandangi ke arahku membuatku malu saja. Nyatanya seperti ini dikaitkan dengan dua pria sekaligus, bukannya aku bahagia justru batinku merasa menderita.

Terdengar suara ponsel berdering nyatanya itu milik Revan, dia lebih dulu meminta izin untuk menerima panggilan lebih dulu. Setelah Mahendra mengangguk mengiyakan permintaannya pria itu pun tergesa melangkah jauh dari jarak kami.

“Saya kesulitan sendirian setelah tidak ada kamu, Meta. Saya merasa kesepian setiap kali pulang dari kantor tidak ada yang menemani saat menuangkan kopi hitam tanpa gula. Kamu sangat berpengaruh besar dalam hidup saya. Setiap waktu saya selalu memikirkan hal ini membuat saya kebingungan bagaimana agar kamu kembali ke dalam dekapan saya, Meta.” Mahendra memotong presentasiku membuat pikiranku mengenai materinya seolah buyar saking terlena dengan perkataannya yang membuat dadau bertabuh bagai gendang Soneta.

Kedua mataku mulai memanas mungkin hanya dalam hitungan detik pun air mataku akan meluruh berjatuhan membasahi pipi. Aku merasa tidak kuat menahan semuanya dalam waktu singkat, tapi keadaan memaksaku untuk bisa menghadapi segalanya. Lama sekali diriku terdiam seolah tidak bisa membalas perkataannya yang mampu membuat diriku merasa ingin lenyap dari hadapannya.

“Aku memang terlalu bodoh karena tidak bisa bertindak apa pun untuk mendapatkanmu, tapi yakinlah hati tidak bisa berbohong kita memnag saling jatuh hati, Meta.”

Jemariku saling bertautan dengan sangat erat berusaha untuk menyikapinya dengan kuat padahal sebenarnya hatiku benar-benar rapuh. Bukan hanya dia yang merasakannya, tapi aku pun merasakan patah yang tiada obatnya. Dia memang sempat berpikir untuk berpisah dari istrinya, tapi sejak kejadian putra sulungnya memberontak mereka kembali bersama.

“Tolong jangan membuat saya merasa bersalah karena sudah membuat rumah tangga berada di ujung tanduk perpisahan,” ungkapku. Kami malah melupakan presentasinya, biarkan saja daripada hatiku terus menggerutu saking rindunya bersua dengannya.

“Bukan kamu, tapi Anggi sendiri yang membuat suasana rumah tidak baik-baik saja. Kedua anak kami tidak merasakan kebahagiaan di rumah sehingga mereka selalu mendapatkannya dari luar. Anggi terlalu memikirkan hal pribadinya sehingga dia melupakan kewajibannya sebagai istri juga seorang Ibu teruntuk anak-anak kami.” Dia mengatakannya sembari menahan tangisannya yang sedari tadi terus mendesak keluar.

Mendengar kisahnya ternyata baru kuketahui semua itu terjadi, aku merasa luluh ingin kembali ke dalam pelukannya yang begitu menghangatkan hati. Aku membutuhkan belaian kasih dan sayang itu semua hanya dari Mahendra. Meski Revan sudah menyematkanku dengan sebuah lingkaran emas bergandul mutiara tetap saja tidak bisa terlepas dari pria beranak dua yang sudah bertahun-tahun menjadi Raja dalam hatiku.

Aku menunjukkan tangan kiriku yang menunjukkan emas melingkar di jari manisku, semoga saja dia paham dengan apa yang pergerakanku saat memperlihatkannya. Dia terlihat berekspresi datar seolah semuanya baik-baik saja.

“Dengan Revan.” Kusebutkan saja nama itu, biar dia tahu siapa orangnya.

“Baru saja bertunangan, sedangkan saya sudah menikah tapi masih bisa bermesra denganmu, apalagi kamu. Kembalilah padaku, jadikan aku selingkuhanmu.”

Entah apa yang merasukiku, aku malah mengangguk mengiyakan saja. Seharusnya aku menolak menjauhkan segala hal yang menyesatkan, tapi hati memang tidak bisa berbohong jika aku masih mengharapkan dan menginginkannya.

***
Bersambung....




MY BOSS SUGAR DADDY ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang