Episode 4

19.5K 991 3
                                    


Miranda menyeret kopernya lalu masuk ke dalam rumah Rick. Rick yang sedang meminum kopi di meja barnya menatap heran.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Rick.

Miranda berhenti. "Kau lupa? Aku akan tinggal di sini selama empat bulan. Dan ikut denganmu kemana pun kau pergi."

Rick menyemburkan kopi yang ada di dalam mulutnya. "SIAPA YANG MEMPERBOLEHKANMU?" intonasinya mulai meninggi.

Miranda mulai bergetar. "Nat..."

"Ini rumahku bukan rumah Nat!"

Miranda melepas kopernya lalu berlutut di hadapan Rick. "Kumohon! Biarkan aku bekerja dengan baik! Aku janji setelah bukumu selesai, aku akan keluar dari rumah ini! Dan selama tinggal di sini, aku tidak akan merepotkanmu! Aku akan bersihkan rumahmu, membuatkanmu makanan dan lain-lain. Permudahkanlah aku dalam bekerja. Please?"

Rick menghela nafas panjang. Dia tidak bisa melakukan apa-apa lagi. "Hmm... baiklah. Ingat hanya empat bulan. Bahkan kalau bisa dalam tiga bulan kau harus sudah menyelesaikan buku itu. Aku tidak suka ada orang asing berkeliaran di rumahku!"

Rick pun pergi ke kamarnya. Dengan cepat Miranda membawa kopernya dan memasukkannya ke dalam kamar tamu yang ditunjukkan Nat tadi pagi. Ini hari Minggu dan menurut jadwal yang diberikan Nat, hari ini Rick tidak akan kemana-mana.

Setelah menyimpan koper, Miranda membuka laptopnya dan mulai membuat outline untuk bukunya. Dia membagi bukunya ke dalam 4 chapter.

Chapter pertama adalah pengenalan. Dia akan membuat pembaca seolah-olah menjadi dirinya. Seorang orang asing yang mulai mengenali sosok Rick dibalik lapangan setelah tinggal bersamanya.***Miranda mulai berkeliling di sekitar rumah Rick. Rumah berlantai satu itu sangat luas. Jendela besar membuat rumah itu nampak terang karena pencahayaan yang natural. Di halaman belakang terdapat kolam renang.

Di dalam rumahnya banyak terpajang foto dirinya bersama isterinya mulai saat muda hingga tua. Melihatnya membuat Miranda merinding karena terlihat dari ekspresi dan sorot matanya mereka yang saling mencintai satu sama lain. Wajar sekali jika kematian isterinya membuat Rick berubah drastis.

Langkah kakinya membawa Miranda mendekat menuju pintu kamar utama dimana Rick berada. Dia merasa penasaran dengan apa yang dilakukannya di dalam. Daun telinganya menempel pada pintu berusaha mendengar sesuatu.

Jglek!

Pintu terbuka tiba-tiba dan Miranda tersungkur ke hadapan Rick.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Rick dingin.

Miranda malu karena jatuh seperti ini di hadapan orang lain. Tapi lebih malu lagi jika Rick tahu kalau dia sedang menguping.

"Sampai kapan kau akan tengkurap di sana hah?" kata Rick lagi.

Miranda pun terbangun dan menatap Rick yang hanya memakai celana boxer dan telanjang dada. Rambut panjang berwarna abunya digulung. Dada bidang dan six packnya nampak jelas. Sama seperti foto pada media sosialnya, tak ada kerutan sama sekali.

Rick mendekat, membuat Miranda mundur beberapa langkah. "Minggir!"

Rick melewati Miranda yang wajahnya memerah. Kemudian berlalu menuju kolam renang di halaman belakang. Dari jendela Miranda dapat melihat Rick yang melakukan peregangan otot sebelum masuk ke dalam air.

Miranda mengeluarkan catatan kecil dari saku celananya dan mencatat itu sebagai salah satu bahan untuk bukunya. "Sepertinya jika sedang libur dia berenang di rumah agar tidak bosan."

Setelah cukup lama mengamati Rick yang semakin diamati terlihat semakin sexy, Miranda beranjak dari sana dan duduk di sofa. Kepalanya dia sandarkan.

"Empat bulan yang membosankan! Aku harus cepat-cepat menyelesaikan buku ini!" teriak Miranda dalam hatinya.

Miranda mengeluarkan ponselnya dan mengirimkan chat pada Bryan dan Clara kedua sahabatnya.

'Temani aku makan siang di cafe Texas.'

***Cafe itu tidak terlalu penuh di akhir pekan. Cafe bergaya Amerika yang berada di kota Toronto itu menyajikan makanan bergaya Amerika pula. Miranda masuk ke dalamnya dan seketika bel kecil yang menempel di pintu berbunyi.

"Hai Miranda!" seru Mark, si pemilik cafe dari meja order.

Miranda menghampiri. "Hai Mark!"

"Kau kemana saja? Kau tau beberapa waktu lalu Jeff kemari dan menanyakanmu," kata Mark lalu dia menurunkan volume suaranya. "Apakah kau putus dengannya?"

"Berhenti. Mendengar namanya saja aku sudah malas!" sahut Miranda.

Mark mengangguk. "Baiklah. Tapi sepertinya dia tidak mau putus denganmu."


"Aku tidak peduli. Apa kau melihat Clara dan Bryan?" Miranda menyusuri pandangan ke setiap kursi.

"Mereka sudah datang. Ada di pojok!"

Clara melambaikan tangan dari meja yang ada di pojok cafe.

"Mark, buatkan aku pie daging yang enak!" kata Miranda lalu berjalan menuju meja kedua sahabatnya.

Miranda duduk di kursi di hadapan Clara dan Bryan.

"Bagaimana Rick?" tanya Clara yang terlihat antusias.Miranda meniup rambutnya yang menutupi wajahnya dan menghela nafas panjang. "Empat bulan yang akan membosankan!"

"Memangnya kenapa?" tanya Bryan.

"Rick sama sekali tidak ramah. Aku bisa masuk ke rumahnya pun berkat asistennya yang bernama Nat," jawab Miranda.

"Kau sudah datang ke rumahnya?" tanya Bryan lagi.

"Bukan hanya itu. Mulai hari ini aku tinggal di rumahnya selama empat bulan demi menulis buku itu," tambah Miranda terlihat kesal.

Uhuk! Uhuk!

Clara tersedak coke yang dia minum. "Kau tinggal bersamanya?"

"Yah.. aku akan mengikutinya kemana pun dia pergi. Nat yang menyuruhku begitu."

"Oh Gosh! Bagaimana kalau nanti kalian jatuh cinta?" Clara semakin antusias.

"Tidak mungkin!" sahut Miranda dengan mata yang terbelalak.

"Why not? Kau single, dia pun sama. Selain itu dia dewasa dan matang cocok untuk mengimbangimu yang kekanak-kanakan!" balas Clara.

"Aku? Kekanak-kanakan?" Miranda melotot.

"Hey! Sudah!" sela Bryan.

Mark datang dengan seloyang pie daging yang wangi dan menggiurkan. Segera mereka bertiga mengeksekusi pie itu dengan lahap.

***Miranda pulang pukul delapan malam. Sesampainya di depan rumah Rick, wanita itu semakin ragu untuk menekan bel.

Apa sebaiknya aku pulang ke apartemenku saja? Batinnya.

Tapi ternyata tangannya mengkhianati hatinya. Dia sudah menekan bel dan tak lama pintu terbuka. Rick muncul dengan wajah yang masih saja tidak ramah.

Miranda dan Rick saling menatap di depan pintu. Lama. Rick tidak mempersilakan wanita di hadapannya masuk. Tapi Miranda berjalan perlahan ke depan dan mencoba masuk.

"Tunggu!" Rick menghentikan langkah Miranda.

"Ya? Maafkan aku Tuan Rick, aku tidak akan mengganggumu lagi!" teriak Miranda.

"Ya, kau sangat mengganggu!" kata Rick.

Miranda menunggu Rick akan mengusirnya. Tapi ternyata tidak. Rick malah memberi tahu kode kunci rumahnya.

"Jangan pernah menekan bel lagi. Aku tidak ingin terganggu. Pakai kode itu untuk masuk dan masuklah dengan senyap!" kata Rick dengan tatapan tajamnya lalu masuk ke dalam rumah dan meninggalkan Miranda.

"Hah? Apa itu tadi? Dia mulai percaya padaku? Bagaimana kalau aku punya niat jahat mencuri di rumahnya? Kenapa dia meberikan kode pintu seenaknya?" gerutu Miranda sendiri.

♤♤♤

My Sexy Old ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang