Lapangan hijau itu penuh dengan para pemain rugby yang sedang melakukan pertandingan persahabatan dengan tim daerah. Metode itu adalah salah satu metode latihan terbaik bagi para atlet untuk melatih strategi dan mental bertanding. Rick duduk di kursi pelatih memperhatikan para pemain. Matanya mungkin memperhatikan, tapi nyawanya seakan sedang berkelana entah kemana.
"Kau sudah memberitahu Miranda?" tanya Nat tiba-tiba.
Rick menoleh. Tanpa menjawab pun, Nat sudah tahu jawabannya.
"Mau sampai kau menunda itu? Cepat atau lambat semua akan terbongkar. Jangan sampai Miranda tahu dari orang lain," tambah Nat.
"Aku tahu. Aku masih menunggu momen yang tepat untuk itu," kata Rick.
"Hem.. apa kau yakin dia anak kandungmu?" tanya Nat.
"Aku pun tidak tahu, jika aku menyangkal dan ternyata dia memang anakku, aku akan merasa sangat berdosa."
Nat tersenyum miring. "Aku sudah membawa sampel DNA Cindy ke rumah sakit untuk tes DNA. Aku tahu kau pasti tidak bisa melakukannya."
Rick terdiam, dia tahu Nat akan melakukannya. "Bagaimana hasilnya?"
"Aku akan mendapatkan hasilnya besok."
Rick mengangguk. "Baiklah."
"Bagaimana jika dia anakmu? Dia bilang dia ingin tinggal bersamamu."
"Aku akan memberikannya apartemen dan membiayai pendidikannya."
Nat mengangguk. "Baiklah, aku akan mengaturnya untukmu."
"Kau memang yang terbaik," puji Rick.
Baru kali ini Nat mendengar pujian dari Rick.
"Oh ya, bagaimana kalau malam ini kau makan malam di rumahku? Kita belum pernah makan malam bersama bukan?" ajak Rick.
"Benarkah?"
"Tentu, aku akan bilang pada Miranda. Dia pasti senang kau ikut makan malam bersama."
"Baiklah."
Miranda begitu bersemangat ketiga diberi kabar oleh suaminya bahwa Nat akan ikut makan malam hari ini di rumahnya. Dia pun meluncur mengemudikan mobilnya menuju groceries store untuk belanja bahan makanan untuk makan malam.
Miranda mendorong troli berlanjaannya menuju lorong wine. Dia membeli sebotol sampanye untuk makan malam. Menu makan malam yang akan Miranda persiapkan adalah salmon steak with lemon garlic sauce dengan mashed potato dan salad. Setelah semua bahan-bahan berada di troli belanjaannya, Miranda pun berjalan menuju kasir.
Jalan menuju kasir adalah melewati lorong sanitasi. Di sana tertata peralatan kebersihan badan seperti sabun, shampoo dan pembalut wanita. Miranda mulai teringat kapan terakhir kali dia datang bulan. Miranda segera mengecek ponselnya dan membuka aplikasi kalender kesuburan dalam ponselnya. Miranda terbelalak saat menyadari bahwa dia terlambat dua minggu dari waktu perkiraan waktu datang bulan rutinnya. Sebelum mencapai kasir, dia pun sempat membeli alat tes kehamilan.
***
Ting Tong
Cindy menatap jam dinding di sampingnya, menunjukkan pukul 17.00 WIB. Sudah sore dan sudah waktunya makan malam. Dia tidak mengharapkan siapapun datang ke tempatnya saat ini. Tapi dia berharap Rick datang. Semenjak dia bertemu dengan Rick, hanya Nat yang datang mengunjunginya. Cindy membuka pintu losmennya dan melihat ibunya berdiri di hadapannya dengan membawa sebuah koper.
"Ibu?" Cindy bingung dengan kedatangan ibunya, yang terlihat dia tidak akan sebentar mengunjunginya.
Ibunya masuk ke dalam sambil menyeret kopernya dan mengedarkan pandangannya ke sekeliling.
"Kau sudah bertemu ayahmu?" tanya ibunya.
Cindy mengangguk.
"Dan dia masih membiarkanmu tinggal di tempat kecil seperti ini?" Lily mulai merasa tidak menyukai perlakuan Rick terhadap anaknya.
"Bu, aku harus menghargai dia dan keluarganya. Aku tidak akan datang ke rumahnya sebelum ayah yang memintaku untuk datang."
Lily menggeleng. "No, no! Aku tidak terima!"
Cindy menghela nafas lelah. "Apa ibu sudah makan? Ayo kita makan!"
Cindy berusaha mengalihkan suasana hati ibunya agar tidak membuat masalah.
***
Miranda menatap wajahnya di depan cermin wastafel di kamar mandinya. Tes kehamilan di tangannya tak berani dia tatap. Dia sudah melakukan semua step yang diperintahkan dari brosur kemasan alat tes kehamilan itu. Kini dia sedang berada di step menunggu hasil yang akan keluar setelah 1 menit. Satu menit sudah berlalu, tapi Miranda belum berani melihat hasilnya.
"Huufft...." Miranda menghela nafas panjang, kemudian mulai memberanikan diri menatap alat tes kehamilan di tangannya.
Ekspresinya tak dapat ditebak. Apakah positif atau negatif?
Ding Dong!
Miranda mengernyitkan dahinya dan menatap jam di dinding kamar mandi. Belum saatnya Rick dan Nat datang, tapi bel pintu rumahnya berbunyi. Miranda segera meletakkan alat tes kehamilannya ke dalam laci wastafel, kemudian berlari kecil menuju pintu utama.
Kreek
Miranda menatap dua orang wanita yang tak dikenali berdiri di hadapannya. Seorang wanita tengah baya dan seorang wanita remaja. Keduanya terlihat mirip dengan bola mata biru dan rambut pirangnya.
"Ya? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Miranda.
"Hai, apa Rick ada?" tanya wanita tengah baya tersebut.
"Dia belum pulang. Ada pesan yang mau disampaikan?"
Lily tersenyum miring dengan tatapan angkuhnya membalas. "Aku datang membawa putriku untuk tinggal bersama ayahnya, Rick."
Miranda menatap dengan penuh tanda tanya, tak mengerti dengan maksud kalimat yang diucapkan wanita di hadapannya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sexy Old Man
Short StoryMiranda adalah seorang jurnalis wanita berusia 29 tahun di sebuah majalah sport di Toronto, Kanada. Impian sebagai seorang penulis buku dia hentikan setelah bertemu Jeff, kekasihnya. Selama dua tahun mereka tinggal bersama, Jeff dengan teganya berse...