Pagi ini Sasa bangun dengan suasana hati yang sangat baik, mengingat bahwa kemarin ia tidur di gendongan Aksa.
Ia sebenarnya dalam keadaan sadar, namun ia hanya ingin menguji Aksa dan melihat apa yang akan lelaki itu lakukan. Menurutku Sasa, ia adalah wanita beruntung yang pernah ada.
Setelah mandi Sasa memutuskan untuk bercermin sejenak, ia menata rambutnya sebagaimana mestinya agar terlihat rapi.
Ia tidak terlalu mementingkan kecantikannya, masalahnya ia pernah mendengar bahwa Wanita yang rapi lebih sedap di pandang dari pada wanita cantik.
Dengan senang hati Sasa menghabiskan sarapannya dan berpamitan, ia kecup pipi Vania sebelum berangkat sekolah.
"Dadah bundaa!" Ucapnya dengan riang.
Tak butuh waktu lama, ia pun tiba di sekolah, Sasa menghela napas sejenak sebelum masuk ke dalam gerbang.
Langkahnya terhenti ketika melihat lelaki yang tak asing di matanya, sebelum ia berniat untuk menyapanya, ia membenarkan penampilannya agar terlihat lebih rapi.
"Hallo kak!" Sasa menyapanya sambil tersenyum ketika lelaki itu lewat di depannya
"Hai." Jawabnya singkat sambil berlalu begitu saja.
Sasa sedikit kecewa dengan respon nya yang begitu cuek, namun bisa melihatnya di pagi hari itu pun sudah cukup. Seolah-olah penyemangat bagi Sasa.
Gadis itu pun masuk ke dalam laboratorium tata busana, ia masuk jurusan industri karena keinginannya sendiri. Sasa memiliki selera yang unik ketika berpakaian. Maka dari itu ia memilih untuk membuat pakaiannya sendiri dengan cara masuk ke sekolah dengan jurusan industri ini.
Tak perlu menunggu lama, Bu Desi pun tiba di dalam kelas, ia menyuruh Sasa untuk mengambil tumpukkan kain mentah di ruang kerja industri.
Tak butuh waktu lama, Sasa kembali menuju laboratorium tata busana sambil membawa tumpukan kain mentah yang cukup berat, ia membawanya dengan perlahan dan berharap dapat membawanya dengan selamat hingga ke tempat tujuan.
Brruughhh!
Kain-kain yang Sasa bawa tadi terjatuh bersamaan dengan gadis itu yang ikut bersimpuh dengan lutut yang sedikit sakit akibat terbentur lantai.
"Sorry-sorry." Ucap nya. Sasa pun mendongak dan melihat siapa dia.
"Astaga! Kaka Aksa!" Pekik Sasa dalam hati.
Dengan cepat Sasa pun berdiri dan membersihkan rok nya uang sedikit kotor, Aksa pun membantu Sasa mengambil kain-kain yang jatuh.
"Sorry banget ya Sa, makanya kalau jalan tuh pakai mata. Ada yang sakit?" Ucapnya dengan nada yang terdengar khawatir.
Sasa pun menggeleng pelan, sedangkan Aksa masih terus menatapnya dengan pandangan yang sulit di artikan.
"Lo bisa bawa semua ini sendiri kan?"
"Bisa lah, lo pikir gue cewek apaan, gue itu strong!"
"Gue duluan Sa."
"Nggak gantle banget, ninggalin cewek dengan tumpukan kain kaya gini." Sasa dan Aksa pun terkejut ketika mendengar suara itu.
"Kak Leo?"
"Sini Sa, biar gue bantu, cowok mana yang tega ninggalin cewek dengan tumpukan kain sebanyak ini." Leo pun mengambil alih beberapa tumpukan kain yang Sasa bawa.
"Maksud lo apaan?" Ucap Aksa.
"Kok sewot?" Balas Leo
"Siapa yang sewot? Sasa aja bilang dia gapapa dan gue percaya sama dia kalau dia bisa."
"Ya lo peka dikit kek, yuk Sa pasti udah di tungguin kan" Ucap Leo sambil menggandeng tangan Sasa dan tangan satunya ia gunakan untuk membawa kain-kain itu.
"Kak Leo?"
"Ya? Kenapa Sa?"
"Kak Leo kenapa ngomong kaya gitu? Sebenarnya gue bisa sendiri tanpa lo bantuin." Leo pun tak mengucapkan apapun sampai mereka sampai di depan laboratorium tata busana.
"Makasih kak." Meskipun Sasa sedikit terganggu dengan perlakuan Leo, namun ia masih mempunyai perasaan untuk sekedar mengucapkan terimakasih.
"Dengan senang hati sa."
Di mohon untuk anggota Dewan Ambalan segera menuju ke ruang rapat, saya ulangi sekali lagi, Dimohon untuk anggota Dewan Ambalan segera menuju ke ruang rapat.
Sasa pun mengerjapkan matanya beberapa kali ketika mendengar loudspeaker itu, ia melirik sekitar untuk mencari teman-temannya dan meminta ijin kepada guru.
Mereka pun tiba di ruang rapat, ketika di lihat-lihat rapat kali ini sangat serius, karena ada beberapa orang luar yang terlihat rapi dengan seragam Pramuka mereka.
Rapat ini berlangsung selama tiga jam, bahkan ini sudah menandakan pukul satu siang, yang di mana bokong Sasa sudah terasa sangat kebas.
Hingga akhirnya rapat ini pun berakhir, dengan senang hati Sasa keluar dan segera melemaskan otot-otot tubuhnya yang kaku.
Sasa mengecek ponselnya yang beberapa kali berdering, ternyata Bu Sisil bilang bahwa hari ini akan ada Mading. Sasa pun segera turun dan mencari anak-anak Mading lainnya, tiba-tiba saja pandangan Sasa berbinar tatkala melihat kehadiran Aksa.
Dengan antusias ia pun mendekatinya, Sasa merasa sangat terbantu dengan adanya masker, karena Aksa tidak dapat dengan mudah menebak ekspresinya saat ini
"Yang lain mana kak?" Sasa.
Aksa pun hanya mennggidikkan bahunya acuh. Ia berdehem pelan sebelum mengatakan. "Lo biasa aja kalau liatin gue, gue nyata bukan ilusi semata."
Sasa pun terdiam ketika hendak menjawab, entah mengapa lidahnya benar-benar kelu saat ini. Sasa pun memilih melupakan hal itu seolah-olah Aksa tak pernah mengatakannya.
"Gue tuh capek tau kak, habis rapat Ambalan." Ucap Sasa untuk mengalihkan pembicaraan.
"Siapa suruh ikut coconut."
"Coconut apa?" Seketika ia pun menjadi ling-lung.
"Coconut itu kelapa, Pramuka itu lambangnya juga kelapa." Jelasnya.
"Tunas kelapa tau! Bukan kelapa."
"Apa bedanya?"
"Kelapa ya buah, kalau tunas kelapa itu cikal bakal pohon kelapa." Jelas Sasa.
"Bodoh! Tunas kelapa kalau udah gede juga jadi pohon kelapa, pohon kelapa mengeluarkan buah yang namanya kelapa, kelapa bahasa Inggris nya coconut, lo pikir tunas kelapa berbuah pisang?"
Sasa mengerjapkan matanya beberapa kali mencoba untuk mencerna apa yang Aksa katakan. "Hehe iya juga ya."
"Dasar coconut."
"Lo boleh kok manggil gue coconut."
"Suka-suka gue lah, orang mulut-mulut gue."
"Jahat."
"Hahaha coconut." Ucap Aksa sambil terkekeh pelan.
TBC.
JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK 💜
SEE U SOON BESTIE !
KAMU SEDANG MEMBACA
JOKS PAYUNG DAN SI COCONUT (END SUDAH TERBIT✔️)
Fanfiction"Kasian, lebih dari 10 juta musikus yang nyiptain lagu galau nggak di hargai sama satu orang stres yang nggak penting sama sekali." - "Cinta butuh pengorbanan, layaknya simbol bunga edelweis yang membutuhkan pengorbanan untuk memetiknya, tapi gue ng...