Chapter 4

12.1K 928 37
                                    

From: +62811223xxx
Kamu udah sampe rumah?
Lagi ngapain?
Kalau gak sibuk, aku boleh telepon?

Ceysa mengerutkan kening membaca pesan dari nomor tidak dikenal itu. Siapa yang iseng malam-malam kirim pesan yang seakan-akan teman dekat, memang tidak ada kerjaan. Dia pun mengabaikannya, kembali fokus pada layar laptop menyelesaikan pekerjaan untuk dipresentasikan ke klien besok.

From: +62811223xxx
Aku kepikiran kamu terus

Setelah diingat-ingat lagi, Ceysa jadi ingat tadi sore Vale meminta nomor ponselnya. Dia langsung mengecek riwayat panggilan, ada misscall dari nomor yang sama. Ternyata benar anak itu yang kurang kerjaan.

Mungkin karena terus diabaikan, nomor itu akhirnya menelepon. Ceysa membiarkannya saja, malah dengan sengaja mematikan nada deringnya agar tidak berisik.

From: +62811223xxx
Lagi sibuk ya?
Atau udah tidur?

Benar-benar anak muda yang tidak mudah menyerah. Harus Ceysa akui jantungnya berdetak, padahal Vale tidak masuk dalam hitungan kriteria pria yang disukainya dalam kategori usia.

Setelah pesan terakhir tadi, Vale tidak lagi berusaha menelepon atau kirim pesan berulang. Ceysa jadi galau tidak karuan, sebentar-sebentar mengecek ponsel. Dia tanpa sadar membaca lagi pesan-pesan Vale sebelumnya. Lalu mencoba mengetikkan balasan, tapi malah dihapus terus menerus.

"Gue ngapain sih?" geramnya, yang langsung melempar ponsel itu ke atas kasur.

"Ahh." Ceysa meremas perutnya yang terasa kram. Dia menarik kedua kaki ke atas hingga lutut menyentuh perut.

Ini hari pertama periode menstruasi Ceysa, rasanya luar biasa. Dia lupa membeli peralatan tempur semacam obat pereda nyeri datang bulan, atau minuman sejenis jamu. Tanpa itu, dia bisa menderita semalaman.

"Bi," ucapnya sembari meraih ponsel dan mencari kontak Blaire.

Tiga kali Ceysa menelepon, tapi tidak juga diangkat. Sejak menikah, Blaire mulai jarang memegang ponsel.

"Allura," ucapnya lagi, beralih ke kontak Allura. Sialnya, malah tidak bisa dihubungi. Si pemalas itu pasti tidak men-charger ponselnya.

"Ahh." Perutnya makin terasa sakit.

Di saat genting seperti ini, Vale malah menelepon. Ceysa tidak punya pilihan selain menerimanya, siapa tahu pria itu bisa membantunya.

"Finally, akhirnya diangkat juga. Aku pikir kamu block," cerocos Vale tanpa menyapa lagi.

Ceysa merintih kesakitan sembari meremas perutnya.

"Kamu kenapa, Cey?" Nada suara Vale terdengar panik.

"Bisa bantuin aku nggak? Beliin obat pereda nyeri atau jamu datang bulan. Tapi kalau kamu nggak ..."

"Share lokasi sekarang." Vale langsung mematikan telepon.

Ceysa sempat tertegun beberapa saat karena reaksi Vale yang begitu cepat. Biasanya, pria akan banyak alasan bila diminta melakukan hal-hal yang akan membuatnya malu.

Setelah mengirimkan lokasinya pada Vale, beserta pin pintu apartemennya, Ceysa kembali meringkuk. Andai dia pulang ke rumah kontrakan malam ini, pasti tidak akan menderita seperti ini, Allura akan selalu siap membantu bila tengah malam sakitnya kambuh.

***

Vale membawa motornya ngebut di jalan raya yang cukup ramai. Dia tidak memedulikan hujan deras dan petir yang sedang melanda, karena yang ada di pikirannya adalah cepat sampai ke kediaman Ceysa.

Sweet Temptation (KOMPLIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang