Ceysa sedang galau.
Biasanya, Vale akan menelepon setiap kali selesai bekerja di cafe Adam, lalu minta ditemani mengobrol sepanjang perjalanan menuju tempat kerjanya yang lain. Tapi kali ini, Vale tidak ada kabarnya hingga malam. Malah chat terakhir Ceysa yang mengabari kalau dia sudah sampai di apartemen saja hanya dibaca.
"Gini nih pacaran sama anak kecil. Lo juga sih mau, udah tau bedanya tujuh tahun."
"Lagian kenapa juga gue galau nggak jelas gini? Biarin aja dia ngambek."
"Lihat aja, palingan nanti dia sendiri yang ngemis-ngemis ngajak baikan."
Ceysa sudah seperti orang gila, bicara pada diri sendiri di depan cermin. Dia ingin mengabaikan Vale, namun tidak bisa bertahan lama. Setiap kali suara notifikasi ponsel berbunyi, tangannya begitu cepat memeriksa. Namun saat melihat bukan dari Vale, efek galau jadi kian menumpuk.
"Arrgghh!" Ceysa menggaruk kepala dengan kasar, alhasil rambut yang sudah disisir rapi tapi berantakan lagi.
Pada akhirnya, Ceysa menyerah.
Dia berganti pakaian, mengambil tas beserta kunci mobil, lalu ke luar dari apartemen. Sikap dewasanya muncul di detik-detik terakhir, masalah tidak akan selesai bila hanya berdiam diri.
Di tengah kemacetan dan hujan yang mengguyur, semangat Ceysa untuk sampai ke cafe tempat Vale manggung tetap berkobar.
CIITTTT!
Tiba-tiba saja sebuah motor terjatuh di depan mobil Ceysa, membuatnya refleks mengerem. Keningnya dengan keras membentur roda setir, rasanya sakit sekali. Suara klakson terdengar riuh dari depan dan belakang, sampai kaca jendela mobil pun digedor keras. Entah apa yang mereka katakan, dia tidak begitu jelas mendengarnya.
Sesaat sebelum pandangannya gelap, Ceysa membuka kunci pintu mobil.
***
Selesai manggung, Vale mengambil barang-barangnya di loker, termasuk ponselnya. Dia melihat begitu banyak panggilan tidak terjawab dari nomor asing. Lantaran penasaran, dia pun menelepon salah satu nomor berkode area +621 itu.
"Rumah Sakit Kesehatan Jakarta, ada yang bisa dibantu?" sapa seseorang di sana.
Rumah sakit? Kening Vale berkerut. "Mbak, tadi saya mendapat beberapa kali panggilan dari nomor ini. Kira-kira ada apa ya menghubungi saya?" tanyanya.
"Maaf, dengan Bapak siapa?"
"Vale."
"Tunggu sebentar ya."
Vale menunggu, ekspresinya masih bingung.
"Pak Vale, ini kita mau konfirmasi apakah Bapak mengenal pasien kami yang bernama Ceysa Aleiza?"
"Kenapa dengan Ceysa?!" Vale langsung berlari ke luar, melupakan niat awalnya berpamitan dengan Boss cafe sebelum pulang.
"Mbak Ceysa mengalami kecelakaan, dan saat itu sedang ..."
Vale tidak menunggu kelanjutannya, karena langsung naik ke motor dan melaju kencang. Pikirannya terfokus hanya pada Ceysa, khawatir bukan main hingga tubuhnya gemetar.
Rumah sakit yang dimaksud berjarak sangat dekat dengan cafe, Vale hanya butuh sekitar lima menit kalau saja tidak macet. Merasa tidak tahan lagi, dia pun memarkirkan motornya di depan mini market dua puluh empat jam, lalu berlari menerobos manusia yang sedang melakukan aksi tawuran tidak berfaedah itu.
Begitu sampai di rumah sakit, Vale melihat ada begitu banyak pasien di instalasi gawat darurat itu. Dengan napas tersengal dia bertanya pada seorang perawat yang sedang lewat. "Sus, di sini ada pasien yang bernama Ceysa Aleiza? Dia baik-baik aja, kan?" todongnya cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Temptation (KOMPLIT)
RomanceWarning: Area 21+ Bijaklah dalam memilih bacaan yang sesuai dengan usia. Ceysa tidak lagi percaya cinta sejak pernah sangat terluka. Baginya, kebutuhannya pada seorang pria hanya untuk menghangatkan malamnya. Tidak ada komitmen, hanya untuk bersenan...