Ceysa pulang hari ini, tapi Vale tidak bisa mengantar karena harus bekerja. Pria itu tadinya mau mengganti hari off, tapi ternyata tidak bisa karena cafe kekurangan orang. Dengan berat hati dia menitipkan Ceysa pada Jevan dan Blaire yang kebetulan free.
"Aku kerja dulu, ya? Nanti kalau udah sampai apartemen, kabarin. Aku pasti baca pas jam istirahat," ucap Vale.
Ceysa mengangguk. "Jangan khawatir, kerja aja yang fokus," balasnya.
Vale mencium kening Ceysa.
Jevan dan Blaire saling pandang, lalu mengulum senyum. Isi kepala mereka pasti sama, Vale dan Ceysa sangat sweet.
"Lagi-lagi gue harus ngerepotin kalian buat nganterin Ceysa, makasih banget udah bantuin," ucap Vale pada Jevan dan Blaire.
"Jangan sungkan, Val. Ceysa sahabat kita, tanpa Lo minta pun bakal tetep kita jagain," balas Blaire.
Jevan mengangguk.
"Gue permisi dulu kalau gitu." Vale menoleh pada Ceysa dan tersenyum. Dengan berat hati pria itu melangkah pergi.
"Allura mana?" tanya Ceysa.
"Dia diminta Mamanya pulang, mau ngomongin soal pernikahan dia sama Onyx kayaknya," beritahu Blaire.
"Oh." Ceysa mengangguk.
Jevan dengan inisiatifnya sendiri, mengemban tugas membawa semua barang Ceysa untuk ditaruh di mobil. Dia sudah seperti tukang angkut di pasar, memikul dua kantong besar yang cukup berat. "Lo bawa apaan sih sampe sebanyak ini," gerutunya.
"Salahin aja mereka yang besuk gue, ngasih barang-barang sebanyak itu." Ceysa sendiri tidak mungkin menolak pemberian para klien yang kebetulan datang membesuknya.
"Berasa ulang tahun ya, Cey?" Blaire tertawa geli.
"Iya." Ceysa berdecak.
"Gimana kalau nanti Lo sama Vale nikah, bisa-bisa gedung resepsi Lo dipenuhi kado," goda Blaire.
"Jauh banget sih Lo mikirnya. Masih lama." Ceysa menggeleng.
"Kodein kali," sindir Blaire.
Ceysa hanya mencebik.
"Ladies, let's go!" panggil Jevan setelah kembali dari mengantar dua kantong besar tadi.
"Kursi rodanya mana?" tanya Blaire.
"Ih, nggak usah. Gue udah sehat, bisa jalan sendiri." Ceysa melangkah bebas ke luar dari kamar itu.
Jevan merangkul Blaire. "Bukan obat yang bikin Ceysa sembuh," bisiknya.
"Tapi Vale," sahut Blaire cekikikan.
"Nggak usah ngomongin gue," omel Ceysa.
"Tapi emang beneran Cey, sejak sama Vale aura loh tuh beda. Nggak kayak gunung es lagi, tapi sehangat sunset."
"Gue setuju sama Bi," sahut Jevan.
Ceysa diam saja, namun Jevan dan Blaire tidak melihat dia tersenyum mengakui. Vale memang membawa banyak perubahan dalam hidupnya.
"Cey, berhubung Allura nggak pulang malam ini, Lo nginep di apartemen kita aja, ya?" ajak Blaire. "Biar gue juga lebih tenang bisa pantau kondisi Lo terus."
"Gue nggak mau jadi obat nyamuk ya. Biar gue di apartemen gue sendiri aja, nggak usah berlebihan khawatirnya. Gue udah gede." Ceysa menolak.
"Iya deh yang maunya ditemenin Vale doang," sindir Blaire.
"Emang Vale sering nginep?" tanya Jevan polos.
"Coba tanya orangnya langsung."
Ceysa mempercepat langkah, malas mendengar sepasang suami istri itu yang terus menggodanya.
***
Ceysa terbangun saat sebuah kecupan mendarat di keningnya. Melihat Vale, bibirnya pun tersenyum. Dia meraih satu tangan pria itu, lalu memeluknya dengan erat. Efek obat membuatnya sangat mengantuk, padahal biasanya dia sangat anti tidur sore.
"Kamu tidur lagi aja," suruh Vale.
"Temenin," rengek Ceysa.
"Aku bersih-bersih dulu. Tadi bantuin di dapur, jadi pasti bau." Vale malah masih memakai seragam kerjanya.
"Hem-em, bau asep." Lantaran sudah terbiasa menciumnya, Ceysa tidak lagi terganggu dengan aroma asap di tubuh Vale.
Vale mencium bibir Ceysa sekilas, lalu melangkah ke kamar mandi. Dia tidak ingin membuat kekasihnya itu terlalu lama menunggu, sehingga mandi ala bebek saja yang penting aroma asap tadi hilang.
Ceysa tadinya mengantuk, tapi saat melihat Vale menanggalkan pakaian, matanya langsung terasa segar. Dia sangat suka bentuk tubuh Vale yang berotot. Suka dada bidangnya. Suka bulu-bulu halus yang merambat dari bawah pusar. Semuanya terasa pas di tubuh atletis pria itu.
Vale yang menyadari Ceysa sedang menatapnya, lantas menaikkan alis sebagai ganti, "ada apa?"
"Kamu sering nge-gym ya?" tanya Ceysa.
Vale naik ke kasur, lalu berbaring di samping Ceysa dan membawanya ke pelukan. "Nggak ada waktu," jawabnya.
Ceysa menyelipkan tangannya ke dalam kaus yang Vale kenalan, mengusap perut berotot itu mengikuti lekuknya. "Kok bisa kayak roti sobek gini?" tanyanya.
"Setiap pagi kalau nggak capek, aku selalu nyempetin olahraga di kos," jawab Vale.
"Di kos kamu ada alat-alat olahraga?"
"Nggak pake alat, tapi yang ada aja. Misalnya, angkat air pake ember dari sumur terus dipindahin ke kamar mandi. Itu bisa membentuk otot lengan dan perut," beritahu Vale.
"Emang di kos kamu nggak ada air ledeng gitu?"
"Ada, tapi kadang nggak ngalir. Jadi ya ambil di sumur kalau mau mandi," jawab Vale.
"Oh." Ceysa paham, dia pernah merasakan hal serupa saat air ledeng di rumah kontrakan tidak menyala. Untungnya ada Jevan dan Onyx yang mengambilkan air dari sumur milik ibu kontrakan yang posisinya sebelahan.
"Terus, selain itu apalagi?" tanya Ceysa sambil usapannya merayap ke dada Vale. Dia berhenti saat sampai di puncak dada pria itu, mengusapnya perlahan.
"Push up. Bebannya ditambahin Juan. Dia duduk di belakang aku," kekeh Vale.
"Emang nggak berat?"
"Berat lah, tapi manfaatnya banyak. Jadi ya ... lama-lama terbiasa."
"Gantian nggak?"
"Mana kuat dia."
Ceysa tertawa. "Pengen deh ketemu sama temen kamu itu, kayaknya dia lucu," ujarnya.
"Main ke kosan kalau gitu. Dia juga penasaran sama kamu."
"Emang kamu udah cerita apa aja ke dia tentang aku?"
"Aku cuma bilang kalau aku punya pacar yang cantik, menyerupai bidadari. Makanya dia penasaran." Vale tertawa lagi.
"Ihh, berlebihan."
"Siapa bilang berlebihan? Aku bilang yang sebenarnya sama dia. Kamu itu cantik banget. Andai bidadari emang beneran ada, pasti kamu jadi salah satunya," puji Vale.
Ceysa mencebik.
"Kamu gantian dong bikin aku seneng dengan sedikit memuji, jangan pelit." Vale menuntut.
"Boleh dengan tindakan aja nggak?" tanya Ceysa dengan sebelah alis yang terangkat.
Vale mengangkat kedua alisnya, dan tahu maksud wanita itu. Sejurus kemudian, Ceysa sudah merangkak naik ke atasnya. Kausnya ditarik ke atas, lalu Ceysa membungkuk menciumi perutnya.
***
Kentang kan?
Cusss di Karyakarsa ada lanjutannya.
Hawt 🔥
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Temptation (KOMPLIT)
RomanceWarning: Area 21+ Bijaklah dalam memilih bacaan yang sesuai dengan usia. Ceysa tidak lagi percaya cinta sejak pernah sangat terluka. Baginya, kebutuhannya pada seorang pria hanya untuk menghangatkan malamnya. Tidak ada komitmen, hanya untuk bersenan...