"Selamat pagi."
Vale terbangun saat seorang perawat datang dan menyapa dengan lembut. Dia meregangkan tubuhnya, terasa pegal semua akibat terlalu lama tidur dengan posisi duduk. Matanya masih mengantuk, namun tidak mungkin untuk tidur lagi. Melihat Ceysa masih tidur, dia pun pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka.
Ceysa juga terbangun saat perawat itu menyentuh tangannya. Ditolehnya ke samping, Vale tidak ada. "Sus, tadi ada temen saya di sini?" tanyanya.
"Ada Mbak, lagi ke kamar mandi," jawab perawat itu sembari mengganti infus yang hampir habis dengan yang baru.
"Oh." Ceysa mengangguk.
"Temen apa pacar, Mbak? Saya tebak pasti pacar, soalnya perhatian banget. Sampai tidurnya duduk loh padahal ada sofa di situ," goda perawat itu.
"Suster bisa aja." Ceysa terkekeh. Meski sedang mengobrol, Perawat itu tetap cekatan bekerja memeriksanya.
"Pacarnya ganteng banget Mbak, jadi idola suster-suster di sini," beritahu perawat itu sembari cekikikan.
"Ah, masa sih Sus?" Ceysa tentu saja bangga, tapi tidak menunjukkannya.
"Beneran, Mbak. Ini aja mereka pada rebutan pengen dapet jaga di kamar ini."
Ceysa tertawa mendengarnya.
Vale sudah ke luar dari kamar mandi, langsung mendekati Ceysa. "Good morning," ucapnya yang kemudian mencium kening wanita itu. Tetesan di rambutnya membasahi pipi Ceysa, lantas diusapnya dengan lembut.
Ceysa melihat bagaimana perawat itu terpesona pada pacarnya. Vale, saat rambutnya sedang setengah basah seperti ini, damage-nya memang luar biasa.
"Saya mau ambil sample darah untuk dicek di lab ya Mbak." izin perawat itu meminta izin lebih dulu.
Ceysa mengangguk dan menjawab semua pertanyaan dasar yang perawan itu tanyakan.
Perawat itu melakukan inspeksi pada fossa antecubiti, lengan bawah, dan tangan. Lalu mencari letak vena yang jelas, setelah itu memasang torniket. "Saya ambil darahnya ya Mbak," ujar perawat itu dengan ramah.
"Iya, Sus." Ceysa sebenarnya takut jarum, sehingga dia menghadapkan wajahnya ke dada Vale. Rasa dingin menyentuh kulitnya saat perawat itu melakukan asepsis dengan alcohol swab.
Ceysa meringis ketika jarum mulai menusuk kulitnya. Vale memeluknya dengan erat sembari berbisik, "nggak usah dirasain."
"Gimana keadaan pacar saya, Sus?" tanya Vale.
"Untuk pemeriksaan dasar, semuanya normal. Untuk pemeriksaan secara menyeluruh nanti langsung sama dokternya, Mas. Sekalian dokternya juga yang akan menjelaskan hasil tes lab-nya." jelasnya.
Vale mengangguk.
"Udah selesai ya Mbak," ucap perawat itu sembari melepas torniket, menekan kapas pada area yang disuntik dan mencabut jarum. Ketiga tahap ini dilakukan sangat cepat, bahkan sudah selesai sebelum Ceysa menoleh.
Perawat itu memasang plester pada bekas suntikan. "Perutnya masih terasa sakit nggak, Mbak?" tanyanya.
"Udah nggak Sus," jawab Ceysa.
"Baik kalau begitu, saya permisi dulu. Nanti jangan lupa sarapan, lalu obatnya diminum."
"Iya Sus."
"Makasih Sus," ucap Vale.
Perawat itu tersipu, lalu mengangguk.
Tak lama setelah itu, petugas lainnya datang membawakan obat pagi Ceysa. "Obat yang ini diminum tiga puluh menit hingga satu jam sebelum sarapan. Sisanya diminum setelah sarapan. "
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Temptation (KOMPLIT)
RomanceWarning: Area 21+ Bijaklah dalam memilih bacaan yang sesuai dengan usia. Ceysa tidak lagi percaya cinta sejak pernah sangat terluka. Baginya, kebutuhannya pada seorang pria hanya untuk menghangatkan malamnya. Tidak ada komitmen, hanya untuk bersenan...