.
.
.Vano memasuki rumah minimalis bercat putih yang ditempati Jemita saat menghilang. Setelah perdebatan alot keduanya, Jemita bersikeras tak ingin diajak pulang berakhir dengan Vano yang turut menginap di rumah Aji.
Perang dingin suami istri itu masih berlanjut. Jemita yang kepalang kesal memilih tak mengacuhkan eksistensi suaminya, sedang si suami yang telah menyadari kesalahannya turut enggan memperbaiki keadaan. Bahkan saat makan malam bersama Oma serta Aji keduanya masih tak mau bertukar kata.
"Tak perlu repot dan sungkan, kamu tetap tidur di kasur milikmu." Vano menghampiri Aji yang tengah sibuk menata matras, bantal juga selimut di lantai, "Biar om saja yang tidur di situ."
Aji mengerutkan kening, "Memangnya siapa yang mau tidur di lantai? Dari awal ini buat Om Vano, cuma kubantu rapiin aja."
"Aish anak ini."
"Bunda sendiri yang minta Om Vano tidur di lantai," jawabnya dengan kekehan yang menyebalkan.
Respon pemuda jangkung itu sukses membuat Vano kesal, si remaja seakan terlampau senang saat tengah menguji kesabaran miliknya. Dan lagi siapa sosok bunda yang sempat ia sebutkan tadi?
"Bunda? Siapa yang kamu maksud?"
Merasa melontarkan kata yang salah, Aji sontak mengulum bibir. Setelah kejadian di pantai tadi sore Jemita meminta Aji untuk tetap memanggilnya dengan sebutan bunda. Sejak awal si cantik memang kepalang gemas ingin menjadikan remaja jangkung itu sebagai putranya.
Dengan malu-malu juga segan Aji menjawab pertanyaan retoris yang dilontarkan padanya, "Tante Jemita minta Aji buat panggil Bunda."
Ekspresi Vano melunak, sebenarnya ia tak begitu membenci remaja kepalang tanggung itu. Hanya saja sikapnya yang jahil dan senang mengerjai dirinya membuat Vano mau tak mau memiliki dendam kesumat pada Aji.
"Kalau gitu coba panggil Ayah," pinta Vano.
"Ga mau, Om Vano cocoknya dipanggil kakek. Hahahahaha," tawa Aji menggelegar pun rasa puas memenuhi hati remaja itu.
Vano tak tinggal diam ia menerjang tubuh Aji kemudian mengunci lehernya sambil berbaring. Posisinya kini Vano tepat terlentang di atas lantai dengan Aji yang berada di atasnya, lengan Vano mengunci leher juga kedua tangan si remaja sedang kakinya ia gunakan untuk mengunci anggota gerak bawah Aji.
Tawa keduanya mengalun, tak sadar jika sebelumnya sempat saling memusuhi. Tepukan ringan pada lengan Vano diberikan sebagai lambang kekalahan pun juga pinta tuk melepas kuncian di leher Aji.
"Aduh aduh... aaa... udahan Om lepas," rengek Aji yang tidak dipedulikan Vano.
Merasa usahanya dalam meloloskan diri berujung sia-sia, Aji menggunakan jurus lain yakni dengan menggigit lengan kekar Vano. Dirinya sudah mirip vampir yang haus darah tapi mau bagaimana lagi jika tak ada jalan lain selain menggigit agar ia bisa lolos.
KAMU SEDANG MEMBACA
Astray || nomin ft jisung
FanfictionMenjauh dari gemerlap cahaya perkotaan menjadi impian Jemita setelah lama terjebak dalam lingkaran rutinitas yang mencekik. Lalu bagaimana jika kesempatan itu mendatanginya secara tiba-tiba? Berteman pemuda belasan tahun, Jemita memulai sebuah petua...