Menjauh dari gemerlap cahaya perkotaan menjadi impian Jemita setelah lama terjebak dalam lingkaran rutinitas yang mencekik. Lalu bagaimana jika kesempatan itu mendatanginya secara tiba-tiba?
Berteman pemuda belasan tahun, Jemita memulai sebuah petua...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
. . .
Jemita memasuki mobil yang dikendarai Vano bersama Aji di dalamnya. Kedua lelaki itu beberapa saat yang lalu mengambil mobil milik si wanita di kantor polisi, sekaligus mengurus keberlanjutan kasus yang menimpa Jemita. Tak mau kerepotan, Vano menyerahkan semua pada pihak kepolisian enggan masalah ini berkepanjangan dan diperbesar oleh khalayak ramai, mengingat dirinya juga Jemita lahir dari kalangan atas dimana kabar kecil sekalipun dapat meluas dengan cepat.
Setelah Jemita duduk di kursi belakang, Aji kemudian bergerak menuruni mobil untuk berpindah duduk di sebelah Jemita. Dari balik kemudi Vano menatap pemuda itu nyalang, jika begini ia tampak seperti sopir aplikasi online. Pun juga istrinya sangat memanjakan Aji sehingga dirinya seringkali merasa disisihkan serta tak diacuhkan jika sepasang ibu dan anak itu sedang berdekatan─berbagi udara yang sama.
Getaran ponsel pada dashboard mobil mengalihkan perhatian ketiganya. Meraih ponsel milik Aji yang dilupakan si pemilik dapat Vano lihat panggilan dari kontak 'Cece(rewet) 🐬' yang ia simpulkan sebagai gadis teramat putih yang ditemuinya tadi pagi. "Dari Cece ini Ji, angkat jangan?" ledek Vano.
"Ya diangkat lah Om!" paksa Aji.
Melihat tatapan menjengkelkan itu Aji gelagapan, sudah pasti Vano hendak mengerjainya dengan menutup panggilan Cece. Sedang di lain sisi gadis yang tengah menelponnya memiliki tingkat kesabaran rendah pun senang merajuk. Sebisa mungkin ia menghindari amukan Cece karena akan sangat merepotkan jika harus membujuk gadis itu.
"Oke." Vano menggeser tombol merah, me-rejectpanggilan, "Aduh salah pencet Ji hehehe."
Erangan kesal Aji membuat Vano semakin terbahak pun juga Jemita yang hanya menjadi penonton ikut terbitkan senyum manis, tak habis pikir dengan tingkah keduanya.
Panggilan kedua dari Cece terdengar dan sekali lagi Aji meminta agar Vano mengangkat panggilan itu.
"Angkat aja," kata Jemita merasa kasihan.
Anggukan diterima Jemita sebagai balasan setelahnya Vano menggeser tombol hijau di layar ponsel Aji. "Halo?!" ujarnya memulai panggilan.
"Jadi engga sih? Kok lama! Udah mau makan siang lo ini, laper tau. Awas aja kalo ga jadi Cece ngambek, mogok ngomong sama Aji!"
Ledakan amarah si gadis cukup membuat Vano terkejut, sedikit banyak dirinya teringat bagaimana Jemita memarahinya. Yah cukup mirip dengan si gadis yang tengah mengomel itu.
Dengan halus Vano mencoba meredakan amarah Cece, "Sabar ya, Ce. Ini Om Vano mau jemput kamu, jangan marah katanya mau makan enak nanti kamu bebas mau pilih menu apa. Oke?"
Hening menyapa setelah Vano angkat bicara, Cece seperti tengah meresapi setiap bujukan pria itu.