.
.
.Fakta bahwa Aji tengah menduduki bangku akhir sekolah menengah atas menyulitkan kepindahan remaja itu ke ibukota. Meski ia sudah resmi secara hukum menjadi anak asuh pasangan Vano dan Jemita tak serta merta membuatnya segera ikut pindah di kediaman mereka.
Perlu waktu untuk merampungkan studi sampai bulan April dimana serangkain ujian penentu kelulusan selesai dilakukan. Selama kurun waktu itu pula Aji tinggal bersama Tyasani, sementara Jemita dan Vano harus puas bolak-balik Jakarta─Serang sebab urusan pekerjaan tak memungkinkan keduanya menetap.
Tya yang memang tak memiliki pekerjaan mengikat dengan sukarela menawarkan diri untuk menemani Aji selama tinggal di Serang. Tak lupa drama picisan Jendral yang tak ingin berada jauh dari istrinya.
Seatap bersama sang nenek diakui Aji cukup menyenangkan. Bubu─panggilan Tya dari cucu-cucunya, merupakan orang yang penuh kasih walaupun terkadang bisa berubah menjadi sangat tegas dan disiplin.
"Aji nanti pulang sore?" tanya Tya di balik konter dapur.
Bukan tanpa alasan bertanya demikian, karena hari ini akan ada festival yang rutin digelar sekolah Aji sebagai perayaan kelulusan. Juga pelepas penat bagi siswa kelas 12 setelah digempur dengan berbagai jenis ujian.
Si remaja mengangguk, "Bubu makan siang sendiri ngga papa kan? Acaranya sampai sore."
"Iya, kamu bawa bekal aja ya, Ji. Jangan makan sembarangan pasti banyak kios makanan, beli jajanan yang sehat. Jangan lupa Cece diawasi loh, anak itu bubu perhatikan suka jajan aneh-aneh," ujar Tya sambil mondar-mandir menyiapkan bekal.
Aji menghela napas, neneknya sedang dalam mode strict. Jika sudah seperti ini bubu akan terus melontarkan wejangan khas kaum baby boomers. Berjalan mendekat, Aji berusaha menjangkau Tya guna mempermudah komunikasi, "Cece kalo belum sakit ngga bakal kapok, susah dibilangin."
"Ya itu tugas kamu buat kontrol napsu jajan Cece, diingetin gitu loh. Lama-lama kamu mirip Popi, apa aja dikasih. Heran!"
Tya meletakkan sepiring sarapan dan dua buah bekal ke hadapan Aji sambil terus mendumal. Satu untuk Cece katanya. Kemudian ia mengambil ponselnya yang berdering di atas meja dapur, tanpa melihat layar ia langsung tau jika sang suamilah yang tengah menelpon.
"Ini lagi Popimu sepagian sudah telpon. Manja!"
Kerutan samar menghiasi kening Aji. Tak habis pikir dengan kelakuan bubu, di awal merasa sebal tapi saat melakukan panggilan video dengan Jendral wajahnya berubah berseri-seri. Mungkinkah bubu sedang datang bulan? Agak aneh karena Aji mengira bubu sudah mengalami menopause. Entahlah.
Setelah menghabiskan sarapannya remaja itu segera berpamitan dengan neneknya. "Aji berangkat dulu ya, Bu!"
Mematikan sambungan telpon, Tya mendekati Aji yang sudah rapi dengan kemeja flannel merah-hitam. Ia sisir lembut helai rambut si lelaki memastikan penampilan cucunya sempurna. "Tampan sekali cucu bubu satu ini, ingat tadi pesannya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Astray || nomin ft jisung
FanfictionMenjauh dari gemerlap cahaya perkotaan menjadi impian Jemita setelah lama terjebak dalam lingkaran rutinitas yang mencekik. Lalu bagaimana jika kesempatan itu mendatanginya secara tiba-tiba? Berteman pemuda belasan tahun, Jemita memulai sebuah petua...