Aarline menatap heran Cleve yang masih ngakak sambil mengusap lengan bekas pukulannya tadi. Saking keras tertawa, napasnya menjadi sesak. Mata biru gadis itu menyipit seketika. Ibu jarinya sudah bergerak lincah menekan keyboard yang ada di layar ponsel.
Me: Kamu sudah janji tidak tertawa -_-
Dia menepuk pundak Cleve membuat lelaki itu terperanjat, sehingga tawanya berhenti. Aarline mengerling kesal ke arah ponsel yang ada di tangan sepupunya. Jari telunjuk dan tengah diarahkan ke mata sendiri, lalu beralih ke layar gadget pipih itu.
Setelah membaca pesan yang masuk, Cleve mengalihkan pandangan kepada Aarline. Dia mengusapkan tangan yang mengepal di dada sambil berujar, "I am sorry."
Aarline menarik napas panjang sekali sebelum mengangguk. Dia kembali mengetikkan sesuatu di ponsel.
Me: Kamu bisa bahasa isyarat?
Cleve menggelengkan kepala singkat setelah membaca pesan yang baru saja masuk ke ponsel.
Aarline: Kalau begitu kita komunikasi menggunakan chat saja sampai aku bisa membaca gerak bibir dalam bahasa Indonesia.
Sekarang giliran jemari Cleve menari di atas layar datar itu.
Cleve: Oke.
Cleve: Mau masuk sekarang?
Setelah pesan dikirim, dia melirik ke arah Aarline. Sebelah alisnya naik ke atas menanti jawaban dari gadis itu.
"Ma-uk," ujar Aarline menunjuk pintu masuk.
Mereka berdua segera berdiri dengan tangan memegang gadget masing-masing. Benda pipih itu akan digunakan untuk mempermudah Aarline dan Cleve berkomunikasi.
Cleve berjalan terlebih dahulu, karena harus membayar tiket masuk. Sesekali ia melihat ke belakang memastikan Aarline masih mengikuti, khawatir sepupu bulenya ini tersasar.
Setelah membayar tiket masuk, mereka berjalan beriringan memasuki pintu untuk diperiksa. Petugas memberikan stempel di punggung tangan masing-masing sebagai identifikasi telah membayar tiket secara legal.
Beberapa langkah dari gate masuk, ponsel Aarline bergetar. Langkahnya berhenti ketika membaca pesan yang baru masuk dari Cleve.
Cleve: Mau naik apa?
Aarline mengedarkan pandangan sambil tersenyum lebar menyapu beberapa wahana tak jauh dari tempatnya berdiri. Dia mengarahkan telunjuk kepada wahana yang diberi nama Turangga Rangga. Sebuah wahana seperti komidi putar berbentuk kuda yang bisa dinaiki pengunjung.
"Naik itu?" tanya Cleve menunjuk juga ke tempat wahana tersebut berada.
Aarline mengangguk semringah. Dia menarik tangan Cleve, sehingga pemuda itu ikut terseret ke sana. Mereka berdiri terlebih dahulu di dekat gate kecil untuk memasuki area Turangga Rangga.
Petugas baru membuka gate setelah pengguna wahana sebelumnya keluar dari arena bermain. Aarline melangkah masuk terlebih dahulu. Dia memilih kuda berwarna cokelat keemasan, lalu menaikinya.
Cleve melangkah menuju kuda yang ada di samping Aarline. Senyum samar tergambar di parasnya ketika melihat raut bahagia sepupunya. Ponsel lelaki itu kembali berdering, sebuah pesan masuk dari Aarline ketika menunggu pengunjung lainnya.
Aarline: Thanks, Cleve. Meski tadi sempat kesal, tapi aku senang bisa melihatmu tertawa.
Wahana masih berhenti, belum ada tanda-tanda dinyalakan karena masih menunggu pengunjung lainnya mengambil tempat. Momen ini dimanfaatkan Cleve dan Aarline untuk saling mengirimkan pesan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ISYARAT [TAMAT]
Teen FictionAarline Brown, seorang gadis keturunan Minang-Inggris divonis tuli sejak lahir. Dia sangat mengagumi sosok Helen Keller, sehingga termotivasi untuk mengenyam pendidikan di sekolah umum non inklusi. Sayang keinginan Aarline tidak bisa terwujud dengan...